Tuesday 18 September 2007

Tantangan Pembangunan Perkotaan

I. PENDAHULUAN
Indonesia seperti halnya negara-negara lain di dunia, akan terus mengalami urbanisasi. Urbanisasi memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi melalui kegiatan industri, jasa dan komersial yang berlokasi di kota-kota yang menyebabkan aliran pendapatan yang cepat diantara pelaku-pelaku ekonomi. Kota-kota, besar maupun kecil, selain memberikan pendapatan juga menyediakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan rakyat serta mengurangi tingkat kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan. Dengan demikian perkembangan kota-kota perlu dijaga keberlanjutannya agar tetap produktif.

II. KOTA PRODUKTIF
Agar produktif, kota-kota perlu memiliki prasarana dan sarana kota yang efisien dan memenuhi kebutuhan penduduk untuk melakukan kegiatannya, baik dalam bidang sosial, ekonomi, budaya, politik, dll. Dengan gap yang besar antara kebutuhan dan kemampuan pendanaan pembangunan infrastruktur di berbagai kota saat ini, upaya-upaya terobosan perlu dilakukan, antara lain dengan menyediakan sumber-sumber pendanaan murah dan menyusun sistem pengoperasian dan pemeliharaan yang efisien dan efektif. Kota-kota dengan demikian memerlukan strategi pembangunan kota masing-masing.
Migrasi penduduk dari perdesaan dan kota-kota kecil perlu dikelola secara baik, dengan memberi ruang gerak bagi pendatang baru dan menegakkan peraturan tata ruang secara tegas untuk menghindari penggunaan ruang secara tidak legal. Upaya kemitraan perlu dilakukan dengan penduduk pendatang yang tidak mampu merespon dengan baik terhadap tuntutan-tuntutan kehidupan kota. Kemitraan ini diupayakan untuk menciptakan peluang-peluang baru untuk memobilisasi sumber-sumber yang ada, dengan antara lain mengaitkan sektor informal dengan sektor formal dalam pengadaan prasarana, pemberian layanan kota, dll.[1] Berkaitan dengan penguatan kemitraan dengan penduduk yang kurang mampu, perlu dilakukan peningkatan kapasitas masyarakat dalam pembangunan kota secara simultan. Partisipasi organisasi berbasis masyarakat (dalam/luar negeri) berpotensi memberikan hasil yang lebih maksimal sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman serta kepercayaan yang dimiliki. Desentralisasi dan demokratisasi pemilihan kepala daerah akan mempercepat perwujudan pemerintahan kota yang responsif terhadap tuntutan masyarakat. Pembangunan perkotaan yang berhasil menuntut penerapan good urban governance yang efektif.

III. PERAN KOTA DI MASA DEPAN
Di masa depan kota-kota di Indonesia perlu mengarah pada terwujudnya kota-kota yang berdaya saing tinggi, untuk dapat menarik pengusaha, modal dan orang-orang berbakat dari dalam (perdesaan) dan luar negeri, sehingga semakin mendorong produktivitas dan dinamika kota. Dalam hal ini penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan kota akan merupakan keharusan. Urban planning perlu mengadopsi strategi penyediaan prasarana, pengembangan SDM, pengadaan layanan umum, pemrosesan perizinan, dll. berbasis teknologi informasi untuk memberikan kemudahan bagi penduduk kota. Email dan internet kini banyak digunakan di negara-negara maju untuk memberi informasi kepada penduduk kota mengenai hak dan layanan terbaru yang tersedia bagi mereka, dan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan tingkat lokal.[2]

IV. MASALAH KOTA
Selain tuntutan-tuntutan pembangunan kota yang akan dihadapi dalam jangka menengah dan panjang tersebut, kota-kota menghadapi berbagai permasalahan aktual yang perlu dihadapi segera. Masalah-masalah itu antara lain sebagai berikut.
Masalah Pelayanan Umum. Air bersih dari PDAM hanya dapat dinikmati oleh 51,7% dari jumlah penduduk kota. Penduduk kota lainnya harus memperoleh air bersih dari sumber-sumber alam langsung. Sistem pembuangan sampah hanya mampu melayani 32% dari seluruh penduduk perkotaan. Beberapa kota bahkan tidak mempunyai sistem pembuangan sampah yang memadai. Hanya 58,7% dari seluruh volume sampah kota yang diangkut, selebihnya dibakar di tempat atau dibuang ke sungai.
Dalam penggelontoran air limbah, jumlah penduduk perkotaan yang mendapatkan pelayanan dari pemerintah kota hanya 25,5%, selebihnya menggunakan sistem on-site yang tidak ramah lingkungan. Saluran drainase perkotaan terdapat pada 88% dari seluruh jumlah kelurahan di kota-kota, namun saluran drainase yang baik hanya terdapat di 48,4% dari seluruh kelurahan dan desa. Selebihnya dibangun tanpa mengindahkan wilayah tangkapan air, sehingga menimbulkan kemampetan atau genangan, yang berpotensi menyebabkan buruknya kesehatan masyarakat. Pemerintah kota-kota juga menghadapi keterbatasan jaringan jalan dan tingkat pelayanan angkutan umum kota yang menyebabkan kemacetan dan kesulitan melakukan pergerakan.
Masalah Kemiskinan. Selain masalah tingkat pelayanan yang rendah, kota-kota besar menghadapi masalah sosial ekonomi berupa banyaknya penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Jumlah penduduk miskin ini melonjak pada saat krisis ekonomi, namun kemudian mulai menurun. Menurut BPS, pada tahun 2001 tercatat ada 8,5 juta orang penduduk perkotaan di Indonesia yang tergolong miskin, jumlah itu adalah sekitar 9,76% dari jumlah penduduk seluruhnya.[3]
Masalah Lingkungan. Kualitas lingkungan kota-kota besar di Indonesia umumnya di bawah standar universal. Polusi udara buruk karena BBM yang masih mengandung timbal dan asap kendaraan yang tidak tersaring baik, polusi suara juga semakin terasa karena bunyi mesin kendaraan umum yang melebihi ambang toleransi. Berbeda dengan Singapura yang sejak awal berorientasi pada angkutan umum, sehingga kendaraan pribadi tidak merupakan kebutuhan pokok, kota-kota di Indonesia terjebak pada pertumbuhan kendaraan pribadi yang tidak terkendali karena angkutan kota tidak mampu memenuhi kebutuhan layanan pergerakan penduduk. Air tanah yang menjadi sumber bagi sebagian penduduk kota-kota kualitasnya kurang baik karena tercemar limbah rumah tangga dan industri. Banjir di berbagai kota terjadi karena pengendalian pemanfaatan lahan di wilayah tangkapan air yang tidak efektif.
Masalah Tata Ruang. Upaya penataan ruang kota-kota seringkali tidak diimbangi dengan pengelolaan penggunaan lahan yang efektif sehingga menimbulkan kesemrawutan kota, yang terwujud dalam penggunaan tempat-tempat umum bagi kegiatan PKL, seperti trotoar/pinggir jalan, taman, terminal/stasiun, kolong jembatan, dll. Keterbatasan sarana rekreasi yang murah menyebabkan penduduk kota menggunakan jalan atau gang sempit sebagai tempat bermain sepakbola. Permukiman kumuh tumbuh di berbagai sudut kota, khususnya di sempadan sungai, jalur kereta api dan di lahan-lahan kosong. Meningkatnya jumlah penduduk kota menyebabkan kampung-kampung kota semakin sesak, tidak sehat dan rawan kriminalitas.

V. PERAN PEMERINTAH KOTA
Dalam era otonomi daerah yang luas sekarang ini, peran pemerintah pusat dalam pembangunan perkotaan secara langsung dengan sendirinya semakin berkurang. Kalau pada awal era pembangunan, pemerintah pusat cenderung merencanakan dan melaksanakan berbagai unsur pembangunan kota, maka kewajiban dan tanggung jawab pemerintah pusat kini lebih pada memfasilitasi pemerintah daerah agar dapat menyelesaikan masalah-masalah seperti yang diuraikan di atas. Walaupun terbatas pada memfasilitasi, namun perhatian pemerintah pusat terhadap masalah-masalah pembangunan perkotaan harus tidak berkurang. Pemerintah pusat perlu memberikan dukungan kepada pemerintah daerah, khususnya yang kapasitasnya lebih terbatas, dalam berbagai bentuk yang mungkin. Bentuk dukungan itu harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah.
Tiga hal yang kiranya dibutuhkan pemerintah daerah dalam pembangunan perkotaan adalah pendanaan, SDM dan efisensi dalam pengelolaan kota.
Dana pembangunan di daerah (APBD) yang dapat digunakan untuk membangun prasarana dan sarana kota, yang dulu dibantu pusat melalui proyek-proyek APBN, pinjaman luar negeri dan INPRES, kini berkurang banyak, karena sebagian besar dana alokasi umum (DAU) harus digunakan untuk biaya operasional pemerintah daerah, sedangkan PAD dan dana alokasi khusus, serta dana bagi hasil bagi daerah-daerah yang tidak memiliki SDA juga terbatas. Kegiatan dekonsentrasi pemerintah pusat dapat mengurangi beban pemerintah daerah dalam membangun atau merehabilitasi prasarana dan sarana kota, namun nilai dan kontinuitasnya tidak dapat diandalkan, karena anggaran pembangunan pusat pun sangat berkurang.
Akses pemerintah daerah secara langsung terhadap dana pinjaman berbunga lunak dari lembaga keuangan internasional terbatas oleh ketentuan larangan melakukan pinjaman langsung. Peran Pemerintah Pusat dalam hal ini menyediakan skema pembiayaan, sering dikenal dengan istilah municipal development fund, dengan mana pemerintah kota dapat membuat pinjaman dana untuk membangun prasarana kota dengan waktu pengembalian yang panjang.
Dukungan kedua yang diperlukan adalah SDM yang profesional. Mengikuti proses desentralisasi, pemerintah daerah kini lebih leluasa untuk menentukan struktur maupun personalia lembaga-lembaga daerah. Hal ini di satu pihak memungkinkan pemerintah daerah untuk menempatkan orang-orang terbaik pada instansi-instansi pemerintah daerah, namun juga dapat terkondisikan untuk harus menempatkan orang-orang yang tidak sesuai dengan kapasitas yang dituntut. Pembangunan perkotaan adalah salah satu tugas pemerintah daerah yang menuntut kapasitas yang tinggi dan beragam, sesuai dengan kompleksitas permasalahan kota yang dihadapi. Dalam pembangunan kota, aparat pemerintah daerah dituntut untuk mengetahui tidak hanya masalah-masalah teknis pembangunan kota, namun juga berbagai aspek lain seperti kemampuan perencanaan dan pembangunan secara partisipatif, kemampuan manajerial yang sesuai dengan kultur kota, pengelolaan kota yang transparan, berorientasi kinerja dan accountable terhadap masyarakat, dll.
Dukungan ketiga adalah efisiensi pemerintah dalam pengelolaan kota. Pemerintahan kota yang efisien amat vital bagi tersedianya pelayanan yang dibutuhkan oleh warga kota dan bagi terselenggaranya kehidupan sosial, ekonomi, budaya dll. yang lestari. Ada dua strategi yang perlu dilakukan oleh pemerintah kota agar bertindak efisien. Pertama, menyesuaikan peran pemerintah kota dengan kemampuannya. Dalam hal ini pemerintah kota perlu meninjau kembali apa-apa yang perlu dilakukan, apa-apa yang tidak perlu dilakukan sendiri, dan bagaimana melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Kewajiban pemerintah yang utama secara umum adalah menjaga ketertiban, mendorong pertumbuhan ekonomi, membangun prasarana dan sarana kota, menyantuni kaum lemah dan melestarikan lingkungan kota. Strategi kedua, adalah meningkatkan kemampuan pemerintah kota dengan menyegarkan institusi publiknya. Ini artinya pemerintah perlu mengkaji ulang aturan-aturan yang mendistorsi mekanisme pasar, mengurangi kegiatan yang menyimpang dari peran dasar kepemerintahan, mengukur tingkat kegunaan dari setiap program pemerintah kota termasuk manfaat dari lembaga-lembaga yang dibentuknya, memasukkan unsur persaingan dalam meningkatkan produktivitas, mengajak dunia usaha dan masyarakat menangani masalah-masalah bersama.
Lebih dari sekedar menjalankan pemerintahan yang efisien, pemerintah juga perlu menjadi lebih cerdas dalam era persaingan global yang semakin keras sekarang ini. Tujuannya adalah untuk menyiapkan pengusaha-pengusaha nasional menjadi pemain yang handal di pasar global, dengan menjadikannya pemain handal di pasar lokal terlebih dahulu.
Untuk ini banyak yang perlu dilakukan di Indonesia. Pertama, mendorong penguasaan teknologi di semua bidang dengan membeli, meminta atau bekerjasama dengan pihak-pihak yang telah menguasainya. Dengan sumber manusia, alam dan pasar yang kita miliki, Indonesia mempunyai posisi bargaining yang cukup tinggi berhadapan dengan pengusaha dari negara yang memiliki teknologi tinggi. Kedua, menyebarluaskan hasil-hasil riset (dari dalam maupun luar negeri) sambil mencari cara-cara pemanfaatannya sehingga dapat digunakan langsung untuk membuat produk baru atau yang lebih baru, yang bernilai ekonomis dan strategis. Ketiga, mendorong perkembangan industri strategis tertentu dengan memberikan bantuan tangible and intangible yang terencana, dikaitkan dengan prestasi ekspor, dan dipantau dengan tingkat kinerjanya.
Keempat, memperkuat posisi pengusaha-pengusaha lokal kelas menengah-bawah agar secara kolektif pangsa pasarnya di dalam negeri meningkat, tanpa membuat mekanisme tata niaga baru yang dalam jangka panjang dapat membuat mekanisme pasar tidak berlangsung. Kelima, ikut aktif mendampingi pengusaha-pengusaha nasional menghadapi perang dagang yang terbuka maupun tersembunyi dengan pengusaha-pengusaha intemasional, yang secara de facto memiliki pengalaman dan kemampuan yang lebih dalam menyusun strategi-strategi bisnis didukung oleh pemerintah mereka secara terselubung maupun terang-terangan.
Ketidak-tertiban yang sudah parah akan sulit ditanggulangi, namun bukan tidak mustahil dapat dikendalikan. Dicontohkan bahwa tingkat kekerasan yang tinggi di kota Cali, Kolombia, dapat diturunkan secara drastis setelah walikota yang baru, yang terpilih karena program utama dalam kampanyenya adalah memerangi tindak kekerasan, melakukan berbagai cara serentak mengepung masalah ini. Tidak lama setelah menjabat walikota ia menyusun program terpadu: instansi-instansi yang terkait dengan ketertiban dan keamanan kota diorganisir kembali, aparat kepolisian diperhatikan kesejahteraan sosialnya, latihan keterampilan menghadapi serangan pelaku kejahatan dilakukan terus menerus, iklan pelayanan masyarakat diperbanyak antara lain berupa anjuran untuk menghargai nyawa dan harta milik orang lain, berlaku sopan tidak hanya di rumah namun juga diluar rumah, mentaati aturan lalu lintas, dan lain-lain.
Katalisator yang menimbulkan tindak kejahatan diberantas tuntas, seperti melarang orang membawa senjata, membatasi waktu penjualan minuman keras sehingga praktis anak-anak muda tidak mempunyai kesempatan untuk membeli. Hasilnya sangat menakjubkan, setelah tujuh tahun berturut-turut angka pembunuhan meningkat, ia menukik tajam, hanya 3 tahun setelah walikota baru memegang jabatan.

VI. KESIMPULAN
Mengatasi masalah perkotaan menuntut upaya lebih dari pemerintah kota. Salah satu solusi yang utama adalah perlunya pemerintah kota mempunyai aparat yang profesional dalam mengelola kota. Mencari tenaga-tenaga profesional untuk mengelola kota adalah di luar kemampuan rata-rata pemerintah kota. Dalam hal ini, pemerintah Pusat kiranya dapat mengerahkan tenaga-tenaga ahli yang bertumpuk di Jakarta untuk menjadi perencana dan pengelola pembangunan perkotaan di daerah-daerah. Dengan insentif yang menarik, tenaga-tenaga muda yang enerjetik maupun karyawan yang sudah berpengalaman diharapkan dapat terjun ke daerah-daerah, menyemarakkan perubahan politik yang terjadi saat ini.
Di waktu-waktu mendatang peran pemerintah kota perlu semakin nyata hadir di masyarakat, namun hal itu harus dilakukan secara cerdas, penuh perhitungan agar efisien, dan melakukannya bersama rakyat, tidak melakukan sendiri terlalu banyak hal dengan cara-cara yang ternyata kurang efektif.

--o0o--

DAFTAR PUSTAKA
Budhy Tjahjati Sugijanto Soegijoko et.al (eds); Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia Dalam Abad 21, 2005
Departemen Pekerjaan Umum, Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan (KSNP-Kota), 2005
Gilbert, Alan dan Gugler, Josef; Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga, 1996
Grand, Julian Le and Robinson, Ray; The Economics of Social Problems, 1984
Pradhan, Pushkar K; Manual for Urban Rural Linkage and Ruiral Development Analysis, 2003
Rondinelli, Dennis A.; Applied Methods of Regional Analysis, The Spatial Dimensions of Development Policy, 1985
Rydin, Yvonne, The British Planning System, an Introduction, 1993
World Bank, The State in a Changing World, 1997.

[1] Upaya ini juga harus dilakukan secara bersama di berbagai kota-kota, untuk memberikan solusi yang menyeluruh secara nasional.
[2] Teknologi mutakhir - remote sensing, satellite mapping, dll, - perlu dimanfaatkan untuk memahami dinamika pertumbuhan kota-kota sepanjang waktu.

[3] Secara absolut penduduk miskin berada terbanyak di kota-kota di pulau Jawa, sedangkan secara relatif terhadap jumlah penduduk total, penduduk miskin perkotaan di Kawasan Timur Indonesia lebih menonjol (rata-rata 16,26% di Maluku, Nusa Tenggara dan Papua, sedangkan di Jawa 9,28%).

No comments:

Post a Comment