Tuesday 18 September 2007

Kebijakan Mendukung Pengembangan Agropolitan

I. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam yang tersebar di seluruh pelosok nusantara. Keanekaragaman itu merupakan potensi yang perlu digali dan dikembangkan untuk kemakmuran penduduk setempat khususnya dan untuk seluruh penduduk Indonesia pada umumnya. Adalah menjadi tujuan setiap pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional dan pada saat bersamaan mengurangi kesenjangan perkembangan antar daerah tersebut.
Dalam rangka melaksanakan pembangunan, penggunaan sumber daya alam dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab, dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya, dengan mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, serta dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungkan hidup serta keanekaragaman hayati guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
Sehubungan dengan itu, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (selanjutnya disingkat RTRWN) yang berwawasan nusantara dijadikan pedoman bagi perencanaan pembangunan agar penataan lingkungan hidup serta keanekaragaman hayati guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Dalam RTRWN diidentifikasi kawasan andalan di seluruh tanah air untuk dikembangkan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi daerah. Kawasan-kawasan andalan ini berbasis pada sektor pertanian, sehingga dapat dan perlu dikembangkan dengan model agropolitan.[1]
Makalah ini disusun dengan urutan sebagai berikut. Bagian pertama menguraikan tujuan, cakupan dan operasionalisasi RTRWN. Bagian kedua menguraikan prinsip-prinsip dasar konsep agropolitan. Bagian terakhir merangkum pembahasan bagian-bagian sebelumnya.

II. RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
RTRWN diamanatkan oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang menetapkan bahwa pada tingkat nasional disusun Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang merupakan strategi nasional pengembangan pola tata ruang wilayah nasional yang memuat strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional.

2.1. Tujuan RTRWN
RTRWN ditujukan untuk mencapai:
(a) pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Berdasarkan fungsi utama kawasan, ruang wilayan nasional dibagi atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung direncanakan untuk mewujudkan pemanfaatan ruang yang memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, serta optimasi dalam penggunaan sumber daya alam sesuai dengan daya dukung lingkungan hidup untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan.
(b) Keseimbangan perkembangan antar wilayah. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor.
(c) Keterkaitan antar wilayah. Pendekatan wilayah pada prinsipnya memandang wilayah sebagai suatu sistem. Keseluruhan unsur pembentuk wilayah yang meliputi sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan manusia beserta kegiatannya yang meliputi politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan negara berinteraksi membentuk suatu wujud ruang.

2.2. Cakupan RTRWN
RTRWN berisikan hal-hal sebagai berikut:
a. Pola pelestarian kawasan lindung
Pengelolaan kawasan lindung dilakukan dengan hati-hati untuk melestarikan kawasan-kawasan yang berfungsi lindung bagi daerah bawahannya, daerah setempat, suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya untuk menghindari kegiatan di daerah rawan bencana.
Pengelolaan kawasan lindung adalah bagian dari kegiatan penataan wilayah nasional untuk kawasan berfungsi lindung meliputi perencanaan, pemanfaatan dan pegendalian.
b. Pola pengembangan kawasan budidaya
Pengelolaan kawasan budidaya adalah bagian dari kegiatan pemanfaatan ruang nasional untuk kegiatan budidaya meliputi perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian.
Pengelolaan kawasan budidaya bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pemanfaatan ruang dan sumber daya untuk menyerasikan pemanfaatan ruang dan kelestarian hidup. Pengelolan kawasan budidaya dilakukan secara seksama dan berdaya guna sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan budidaya dengan mempertimbangkan aspek-aspek teknis seperti daya dukung dan kesesuaian lahan, aspek sosial serta aspek-aspek kerugian seperti synergi kegiatan–kegiatan dan kelestarian lingkungan.
c. Pola pengembangan kawasan tertentu dan kawasan andalan
Kawasan Tertentu
Pengelolaan kawasan tertentu bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemanfaatan ruang kawasan yang bersifat strategi secara serasi, selaras dan seimbang serta menjamin pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam kawasan tertentu disusun berdasarkan pada nilai strategis penetapana kawasannya dilihat dari segi pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan hidup, dan pertahanan keamanan serta prioritas pengembangan kawasan dalam skala nasional. Pengembangan kawasan tertentu diselenggarakan secara serasi dan selaras dengan kawasan sekitarnya.
Penataan kawasan tertentu diselenggarakan untuk mengembangkan kawasan yang strategis dan diprioritaskan dalam rangka penataan wilayah nasional atau penataan ruang wilayah daerah propinsi atau penataan ruang wilayah daerah kabupaten/kota.
Kawasan Andalan
Untuk keperluan penyiapan investai pembangunan yang bersifat nasional yang merupakan salah satu aspek penting dalam penataan ruang wilayah nasional, perlu ditentukan kawasan yang diprioritaskan pengembangannya.
Dalam pemantapan pencapaian sasaran pembangunan jangka panjang, yang perlu diprioritaskan adalah kawasan-kawasan andalan yang dapat segera berperan sebagai kawasan pertumbuhan untuk mendorong pengembangan sekotro-sektor yang ada didalamnya maupun di daerah sekitarnya, yang a.l. dapat berupa kawasan agropolitan.
d. Sistem Pusat Perkotaan
Sistem perkotaan di wilayah nasional adalah suatu sistem yang menggambarkan sebaran kota, fungsi kota-kota dan hirarki fungsional kota-kota yang terkait dengan pola transportasi dan prasarana wilayah lainnya dalam ruang wilayah nasional.
Hierarki fungsional kota dalam ruang wilayah nasioal adalah sebagai berikut :
Pusat Kegiatan Nasional (PKN), dengan kriteria penentuan:
1. Pusat yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional dan mempunyai potensi untuk mendorong daerah sekitarnya.
2. Pusat jasa pemerintahan untuk nasional atau meliputi beberapa propinsi
3. Pusat jasa-jasa kemasyarakatan yang lain untuk nasional atau meliputi beberapa propinsi.
4. Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani nasional atau melayani beberapa propinsi.
5. Pusat pengolahan/pengumpul barang secara nasional atau meliputi beberapa propinsi.
6. Simpul transportasi secara nasional atau untuk beberapa propinsi.
Pusat Kegiatan Wilyah (PKW), dengan kriteria penentuan:
1. Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani propinsi atau beberapa kabupaten.
2. Pusat pengolahan/pengumpul barang yang melayani propinsi atau beberapa kabupaten.
3. Simpul transportasi untuk satu propinsi atau beberapa kabupaten.
4. Pusat jasa pemerintahan untuk satu propinsi atau beberapa kabupaten.
5. Pusat jasa-jasa yang lain untuk satu propinsi atau beberapa kabupaten.
Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dengan kriteria penentuan:
1. Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani satu kabupaten atau beberapa kecamatan.
2. Pusat pengelolaan/pengumpul barang untuk satu kabupaten atau beberapa kecamatan.
3. Simpul transportasi untuk satu kabupaten atau beberapa kecamatan.
4. Pusat jasa pemerintahan untuk satu kabupaten atau beberapa kecamatan.
5. Bersifat khusus karena mendorong perkembangan sektor strategis atau kegiatan khusus lainnya di wilayah kabupaten.

e. Struktur Ruang Nasional
Struktur ruang wilayah nasional adalah suatu struktur yang memperlihatkan rencana struktur pengembangan jaringan transportasi, kelistrikan, telekomunikasi dan air dalam mendukung sistem permukiman dan kawasan-kawasan andalan di darat maupun di laut serta kawasan-kawasan kerjasama dengan negara tetangga.
2.3. Operasionalisasi RTRWN
RTRWN diwujudkan melalui beberapa skema pokok sebagai berikut.
Penentuan lokasi program sektoral
Mencakup sektor-sektor di seluruh kawasan yang dapat mewujudkan keterpaduan, keterikatan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor.
Arahan untuk rencana tata ruang daerah
Penataan ruang wilayah daerah propinsi dan wilayah daerah kabupaten/kota, di samping meliputi ruang daratan, juga mencakup ruang lautan dan ruang udara sampai batas tertentu yang diatur dengan peraturan perundang-undangan. Dengan ini dimaksudkan bahwa RTRWN menjadi acuan bagi instansi pemerintah tingkat pusat dan daerah serta masyarakat untuk mengarahkan lokasi dan pemanfaatan ruang dalam menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang.. Hal ini berarti bahwa dalam pemanfaatan ruang untuk menyusun rencana pembangunan, perlu selalu diperhatikan RTRWN.
Pengembangan kawasan-kawasan
Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Di dalam kawasan budidaya terdapat kawasan yang memiliki potensi tertentu baik yang sudah berkembang maupun yang prospektif untuk dikembangkan. Kawasan ini strategis bagi pembangunan serta pengembangan ruang wilayah nasional, sehingga dapat disebut sebagai kawasan andalan.
Kawasan andalan yang sudah berkembang mempunyai potensi untuk lebih dikembangkan karena didalamnya terdapat antara lain aglomerasi kota, aglomerasi kegiatan sektor produksi yang didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia, sumber daya alam, kedekatan lokasi terhadap pusat-pusat pertumbuhan regional dan mempunyai infrastruktur yang mendukung.
Kawasan andalan yang prospektif untuk berkembang mempunyai peluang untuk dikembangkan karena didalamnya terdapat sumber daya alam, mempunyai akses terhadap pusat pertumbuhan, dekat dengan dan dapat menjadi pusat-pusat permukiman dan dimungkinkan untuk pengadaan prasarana pendukung.
Untuk mendorong pertumbuhan, pemerataan, dan kesatuan wilayah nasional, kawasan–kawasan andalaan diupayakan dalam ruang nasional baik di ruang daratan maupun ruang lautan dan saling terkait satu sama lain.
Fungsi kawasan didasarkan pada pengamatan dominasi kegiatan atau sifat tertentu dari suatu kawasan. Dalam kaitan ini ruang wilayah nasional dapat terdiri dari atas kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu.
Arahan pengendalian pemanfaatan lahan
Pengendalian pemanfaatan lahan kawasan budidaya sepenuhnya menjadi wewenang daerah sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 7 ayat 2. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonomi dan karenanya di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan daerah otonom.[2]

III. PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN
Menurut RTWN, ada 111 kawasan yang memiliki prospek untuk berkembang lebih cepat dari kawasan-kawasan lain. Kawasan-kawasan andalan ini sangat strategis bagi wilayah sekitarnya, sehingga dengan mengembangkan kawasan andalan ini, wilayah sekitarnya diperkirakan dapat juga ikut berkembang.
Beberapa kawasan andalan yang komoditi unggulannya pertanian membentuk agropolitan-agropolitan dalam sistim tata ruang nasional. Sistim kota-kotanya menjadi basis pelayanan bagi pengembangan pertanian. Sistim pelayanan infrastrukturnya mendukung kegiatan pertanian, dalam arti luas, dari hulu sampai hilir.

3.1. Unsur-unsur Pembentuk Agropolitan
Unsur-unsur pembentuk agropolitan adalah sektor unggulan, pusat-pusat perkotaan, potensi pemasaran dan prasarana wilayah.
Sektor unggulan
Penetapan perencanaan pengembangan wilayah agropolitan ditetapkan ditingkat atas adalah untuk menjamin adanya kepastian keterpaduan pembinaan oleh sektor dan pemasaran produk unggulan paling tidak untuk pasar nasional.[3]
Pusat-pusat kegiatan agribisnis
Kota-kota pusat pertanian yang terdapat di dalam kawasan-kawasan andalan yang berbasis pertanian merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pembangunan pertanian secara terintegrasi.
Potensi pemasaran
Efisiensi ekonomis produksi dipengaruhi oleh jenis komoditas unggulan yang dikembangkan, besaran produksi, skala usaha dan pemasaran. Efisiensi meningkatkan spesialisasi yang makin tinggi dan diversifikasi pekerjaan berdasarkan strategi pengembangan komoditas pertanian, dengan demikian maka dapat pula terjadi keragaman yang makin efisien.
Prasarana minimal pendukung kegiatan
Sarana dan prasarana transportasi wilayah antara daerah produksi pertanian dan simpul-simpul jasa perdagangan dalam suatu kawasan merupakan syarat dapat dikembangkannya suatu wilayah menjadi wilayah ekonomi yang maju. Pada umumnya sarana dan prasarana dasar wilayah ini sudah terdapat cukup lengkap di setiap kawasan andalan.

3.2. Kebijakan Pengembangan Agropolitan
Adanya kesenjangan yang persisten antara wilayah timur Indonesia dengan wilayah barat menuntut pemerintah untuk memberikan perhatian yang khusus bagi wilayah KTI. Wilayah KTI dicirikan dengan kegiatan pertanian yang menonjol dan pengembangannya diupayakan melalui pemberian insentif dan pembangunan infrastruktur.
Perangkat insentif investasi
Untuk mendorong investasi baik yang dilakukan oleh pengusaha nasional maupun asing, Pemerintah mengembangkan perangkat insentif. Insentif fiskal adalah antara lain: pembebasan pajak pertambahan nilai dan pengurangan pajak penghasilan atas deviden. Sedang insentif non-fiskal adalah kemudahan-kemudahan investasi yang secara khusus dirancang sehingga lebih menarik bagi investasi di KTI daripada di KBI.
Pembangunan infrastruktur
Pembangunan daerah tidak dapat berlangsung tanpa adanya infrastruktur yang memadai. Pembangunan infrastruktur yang mendukung kegiatan ekonomi yang berbasis sumber daya alam seperti jalan, pelabuhan, telekomunikasi, energi, dan sebagainya.

IV. PERANGKAT INSENTIF
Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 1996 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1998, maka pengusaha yang beroperasi di suatu kawasan andalan termasuk kawasan agropolitan dapat diberikan insentif dan kemudahan tertentu sebagai berikut:
Pembebasan dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terhadap :
pembelian dalam negeri dan/atau impor barang modal dan peralatan lain oleh pengusaha di kawasan andalan (KAPET) yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi
Impor Barang Kena Pajak untuk diolah lebih lanjut antara pengusaha di KAPET untuk diolah lebih lanjut antara pengusaha di KAPET atau oleh pengusaha di KAPET lain kepada pengusaha di KAPET tersebut.
Penyerahan Barang Kena Pajak untuk diolah lebih lanjut oleh pengusaha di KAPET kepada pengusaha di Kawasan Berikat atau oleh pengusaha di KAPET kepada pengusaha di daerah pabean lainnya dan hasil pekerjaan tersebut diserahkan kembali kepada pengusaha di KAPET
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean oleh pengusaha di KAPET sepanjang Jasa Kena Pajak tersebut mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang dilakukan di KAPET tersebut.
Pembebasan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang modal, bahan baku dan peralatan lain yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi
Penyusutan dan/atau amortasi yang dipercepat dibidang PPh..
Kompensasi kerugian di bidang Pajak Penghasilan, mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai paling lama 10 (sepuluh) tahun
Pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas deviden, sebesar 50% dari jumlah yang seharusnya dibayar.
Pengecualian sebagai biaya produksi atas :
Kenikmatan berupa natura yang diperoleh karyawan dan tidak diperhitungkan sebagai penghasilan bagi karyawan. Biaya pembangunan dan pengembangan daerah setempat yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang fungsinya dapat dinikmati oleh umum
Kepada pengusaha yang melakukan kegiatan usaha di dalam KAPET diberikan kemudahan di bidang administrasi dan pengurusan perijinan yang dilakukan di KAPET.
Kepada pengusaha yang melakukan kegiatan usaha di kawasan agropolitan seyogyanya diberikan perlakukan kepabean berupa tidak dipungutnya Bea Masuk atas impor barang modal, perlatan dan bahan lain yang diperlukan dan perhubungan langsung dengan kegiatan produksi.

V. CONTOH KAWASAN AGROPOLITAN
Pengembangan agropolitan yang selama ini dilakukan adalah melalui program pengembangan transmigrasi. Dalam pola ini, program transmigrasi dikaitkan langsung dengan pembangunan pertanian, khususnya sub-sektor perkebunan, melalui pengembangan agro-estate yang menerapkan prinsip-prinsip agribisnis modern. Dalam program ini dikembangkan komoditas unggulan, yang ditentukan berdasarkan analisis kesesuaian agroekosistem setempat, serta tentu saja, analisa peluang pasar.
Pengembangan agropolitan tersebut telah dimulai sejak tahun 1986. Melalui pola ini, telah berhasil dibangun perkebunan kelapa sawit dan kelapa hibrida, masing-masing seluas 530 ribu hektar dan 55 ribu hektar, yang terdiri dari kebun plasma dan kebun inti. Program ini didukung oleh sekitar 150 ribu KK transmigran dan berlokasi tersebar di 12 propinsi.
Salah satu kawasan agropolitan yang dikembangkan oleh swasta saat adalah kawasan agropolitan terpadu di Kecamatan Pulokerto, Palembang. Di kawasan agropolitan itu telah terbangun pertanian, perikanan, dan perkebunan, sehingga kawasan tersebut akan menjadi wilayah yang lebih hidup. Melengkapi kawasan agropolitan ini, di sepanjang Sungai Musi telah dibangun keramba ikan patin dan bawal. Selain itu, di pesisir Sungai Musi juga akan dibangun warung yang menyediakan sembako dan dikelola koperasi.
Kawasan agropolitan Pulokerto ini didukung oleh Departemen Perikanan dan Kelautan. Listrik juga akan disediakan oleh PLN. Bantuan permodalan diberikan oleh perbankan dan instansi terkait. Masyarakat Agribisnis Indonesia (MAI) Sumatera Selatan menjadi mediator antara petani dengan pihak-pihak lain.
Contoh lain adalah kawasan agropolitan yang sedang dikembangkan di Kabupaten Kutai Timur. Struktur wilayah agropolitan Kutai Timur akan terdiri dari (1) kota agropoli­tan sebagai pusat dan sekaligus menjadi titik penghubung antar agropolitan; (2) distrik-distrik agribisnis; dan (3) lokalita-­lokalita agribisnis. Wilayah agropolitan ini dibentuk oleh beberapa dis­trik-distrik agribisnis. Sementara distrik agribisnis dibentuk oleh lokalita-lokalita agribisnis. Sedangkan suatu lokalita agri­bisnis terbentuk oleh suatu hamparan usaha agribisnis individu dan terorganisir dalam bentuk kelompok usaha agribisnis. Dengan pertimbangan ekonomi dan efektivitas, beberapa aktivitas akan dikembangkan pada skala lokalitas agribisnis, ada yang akan dikembang­kan pada level distrik agribisnis dan ada yang pada level agropolitan.
Berdasarkan potensi sumberdaya, kebijakan tata ruang dan antisipasi perkembangan masa depan itulah, Kutai Timur akan terorganisir menjadi lima wilayah agropolitan. Masing-masing Wilayah Agropolitan Muara Wahau; Muara Ancalong; Sangkulirang; Sangatta; serta Wilayah agropolitan Pesisir Timur dengan kota agropolitan Kaliorang. Dengan pengembangan kawasan agropolitan ini, diharapkan bukan hanya fisik Kutai Timur yang maju pesat tetapi, masyarakat Kutai Timur akan hidup jauh lebih makmur dari agribinis dan agroindustri.

VI. KESIMPULAN
Ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dengan letak dan kedudukan yang strategis sebagai negara kepulauan merupakan sumber daya alam yang perlu dikelola secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang merupakan pedoman perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang wilayah nasional, dan pengembangan kawasan-kawasan strategis.
Pengembangan agropolitan merupakan basis dari pembangunan daerah. Pembangunan daerah yang memperhatikan sektor pertanian menuntut penerapan konsep agropolitan, sebagai salah satu upaya pengintegrasian secara terpadu pengembangan sektor-sektor kegiatan ekonomi khususnya pertanian dalam suatu ruang wilayah.
Kawasan agropolitan Pulokerto dan kawasan-kawasan agropolitan di Kutai Timur adalah beberapa kawasan agropolitan yang sedang dikembangkan di Indonesia. Kawasan ini dikembangkan oleh pemerintah dan pengusaha. Diharapkan kawasan agropolitan seperti ini dapat dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia.

-o0o-

DAFTAR PUSTAKA
Apul D. Maharadja (ed), Membangun Batam, 2003
Departemen Pekerjaan Umum, Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan (KSNP-Kota), 2005
Fadel Muhammad, Industrialisasi & Wiraswasta, Masyarakat Industri ‘Belah Ketupat’, 1992
Kamaluddin, Rustian; Pengentar Ekonomi Pembangunan, 1999
Masyhuri dan Syarif Hidayat, Menyingkap Akar Persoalan Ketimpangan Ekonomi di Daerah, 2001
Narayan, Deepa (ed); Empowerment and Poverty Reduction, 2002
Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Pradhan, Pushkar K; Manual for Urban Rural Linkage and Ruiral Development Analysis, 2003
Rondinelli, Dennis A.; Applied Methods of Regional Analysis, The Spatial Dimensions of Development Policy, 1985
Rydin, Yvonne, The British Planning System, an Introduction, 1993
Sarundayang, Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara, 2001
Sri Rum Giyarsih; Perwilayahan Layanan Sosial Ekonomi untuk Pengembangan Wilsyah Perdesaan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Perencanaan Kota dan Daerah, Vol 1, No 1, Edisi 1 2006
Todaro, Michael P; Pembangunan Ekonomi (terjemahan), Edisi ke 6, 1999
Winarso, Haryo e.al (eds); Pemikiran dan Praktek Perencanaan dalam Era Transformasi di Indonesia, 2002



[1] Pengenalan konsep agropolitan dengan demikian merupakan langkah yang strategis untuk mengembangkan sebagian besar kawasan-kawasan andalan, yang merupakan salah satu upaya dalam rangka mewujudkan tata ruang nasional yang diharapkan.

[2] Walau demikian, pemanfaatan ruang di daerah perlu memperhatikan arahan dan kebijakan penataan ruang nasional agar tercapai keseimbangan dan keselarasan perkembangan antar wilayah di seluruh wilayah tanah air.
[3] Diberlakukannya otonomi daerah memberikan harapan bagi daerah yang telah memiliki komoditas pertanian unggulan, untuk makin insentif mengoptimalkan keuntungan komparatifnya secara terencana dan berkelanjutan untuk tercapainya keserasian, kesesuaian dan keseimbangan antara pengembangan komoditas unggulan dengan struktur dan skala ruang yang dibutuhkan.

No comments:

Post a Comment