Tuesday 18 September 2007

Pelaku Pembangunan Rumah Sederhana Sehat



PENDAHULUAN
Setiap orang selalu mendambakan rumah yang nyaman, dekat dengan tempat-tempat anggota keluarga melakukan kegiatan, dalam lingkungan permukiman yang aman, indah, bersih dan damai. Setiap orang berusaha memiliki rumah yang memenuhi syarat-syarat tersebut. Kebutuhan ini kemudian disambut oleh pengusaha yang membangun dan menjual rumah. Terbentuklah pasar perumahan. Pasar perumahan tidak selamanya dapat memenuhi permintaan setiap orang yang berbeda satu sama lain dalam kemampuan membayar.
Bagi masyarakat berpenghasilan tinggi pasar perumahan menawarkan berbagai jenis rumah untuk dipilih. Bagi masyarakat berpenghasilan rendah pilihan itu sangat sedikit atau bahkan tidak ada. Dalam hal ini pemerintah melakukan campur tangan dalam pasar perumahan, agar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dapat memiliki rumah, yang merupakan kebutuhan dasar yang pemenuhannya merupakan tanggung jawab pemerintah.[1]
Pemerintah bersama berbagai pihak menyediakan rumah bagi semua golongan masyarakat. Pelaku usaha ini terdiri dari penjual lahan, pembangun bangunan, pengembang perumahan, bank pemberi kredit, broker yang mengantarai penjual dan pembeli rumah, pengusaha bahan bangunan, dll. Pembangunan perumahan merupakan salah satu cabang kegiatan ekonomi yang melibatkan banyak pihak, yang dilihat dari fungsi pokok rumah dalam konteks membangun manusia dan peradaban, mempunyai peran strategis dalam kehidupan bangsa.
Prinsip dasar pembangunan perumahan pada hakekatnya bertolak dari pemikiran bahwa pembangunan rumah didasarkan atas prakarsa dan swadaya masyarakat. Namun karena pemenuhan kebutuhan atas dasar swadaya masyarakat masih sangat terbatas maka diperlukan peran pemerintah dan sektor swasta, baik pengembang maupun perbankan untuk membantu memenuhi kebutuhan perumahan tersebut.
Makalah ini membahas para pelaku pembangunan perumahan khususnya rumah sederhana sehat (RSH). Para pelaku itu terdiri dari masyarakat, pemerintah (dan parlemen), pengembang dan perbankan.

PERAN PARA PELAKU
a. Masyarakat
Setiap warga negara, tidak terkecuali MBR, mempunyai peran sentral dalam pengadaan rumah dengan menyediakan lahan, bahan bangunan, ongkos tenaga kerja, dsb. Jika tidak akan membangun sendiri, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian besar orang, maka setiap orang perlu menyediakan dana untuk membeli rumah, apakah secara tunai atau secara mengangsur, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian besar pembeli rumah. Jika dilakukan secara mengangsur, maka setiap orang perlu menyediakan uang muka dan uang angsuran per bulannya.
Selanjutnya setelah rumah dihuni, maka setiap orang perlu memelihara atau merenovasi rumahnya sesuai dengan kebutuhan yang umumnya selalu meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga, atau bertambahnya kegiatan atau keperluan lain. Pada saat yang sama setiap orang, secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, sebagaimana yang dilakukan di sebagian besar permukiman, melakukan pemeliharaan lingkungan sehingga menghadirkan suasana lingkungan yang indah, aman, bersih dan damai.
b. Pemerintah
Karena tidak semua orang mampu menyediakan uang untuk membayar uang muka dan cicilan karena pendapatan yang terbatas, sebagaimana dialami oleh sebagian besar masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia, maka pemerintah dituntut untuk memberikan bantuan kepada mereka mengingat fungsi rumah yang penting dalam membangun watak pribadi dan bangsa.
Selain itu, pemerintah juga berperan penting dalam hal-hal berikut.
1. Menjaga stabilitas ekonomi, terutama menekan inflasi, karena inflasi yang tinggi mengundang otoritas perbankan untuk menerapkan strategi uang ketat yang menyebabkan suku bunga tinggi, sehingga beban bunga pinjaman perumahan bagi peminjam KPR meningkat.
2. Menjaga kepastian hukum, yaitu memberantas praktek spekulasi lahan, membenahi instansi pertanahan dan lembaga peradilan, meminimalisasi jalur birokrasi, mempermudah perizinan, memberantas pungutan liar, dll. jika hal-hal tersebut masih terjadi.
3. Mendukung sumber permodalan dalam pembangunan dan pembelian rumah seperti melalui Secondary Mortgage Facility (SMF).
4. Menciptakan iklim investasi yang produktif, antara lain memperpendek birokrasi penanaman modal di sektor properti dan memberikan fleksibilitas kepemilikan properti kepada semua pihak.
5. Menetapkan peraturan tentang perumahan berupa Undang-undang dan peraturan pelaksanannya untuk menjamin kelancaran masyarakat memperoleh rumah dan menjawab tuntutan perubahan yang muncul.
6. Menrumuskan kebijakan pembiayaan pembangunan perumahan untuk mengintegrasikan pembiayaan antara sistem pasar dengan sistem subsidi agar tidak terpisah dan saling berbenturan.
7. Melakukan penyempurnaan pada pola penyampaian bantuan kepada MBR dalam membayar uang muka dan membayar cicilan sehingga bantuan tersebut dapat diterima secara cepat dan tepat.
c. Pengembang
Peran utama pengembang adalah antara lain:
1. Membangun perumahan bagi masyarakat.
2. Menyediakan modal yang sehat dan dengan mengelola keuangannya secara akuntabel.
3. Melakukan rekayasa teknik untuk menekan biaya bahan bangunan dan untuk inovasi produk.
4. Bekerjasama dengan pemilik lahan atau melakukan joint venture dalam memanfaatkan lahan untuk membangun perumahan dan properti lain.
5. Membentuk sistem pengelolaan permukiman.
d. Perbankan
Perbankan berperan dalam:
1. Menyediakan fasilitas kredit yang terkait dengan pembiayaan untuk pembelian rumah yaitu KPR dan kredit konstruksi untuk pembangunannya.
2. Menyediakan kredit untuk industri yang terkait dengan industri bahan bangunan (genteng, batu bata, penambangan pasir, dsb) dalam bentuk kredit investasi maupun kredit modal kerja.
3. Meningkatkan pelayanan di sektor properti dengan bekerjasama dengan pengembang dalam memasarkan produk properti.
4. Meningkatkan alokasi kredit ke sektor properti dan mempercepat prosedur pengurusan KPR sehingga hemat waktu dan biaya.

HAMBATAN YANG DIHADAPI
Para pelaku pembangunan RSH menghadapi berbagai hambatan dalam melaksanakan kegiatannya. Kendala-kendala tersebut diuraikan berikut ini berdasarkan pelaku utama pembangunan RSH, yaitu pengembang, konsumen, pemerintah, dan pihak perbankan.
a. Pengembang
Bagi pengembang, banyaknya instansi yang terlibat baik di tingkat pusat maupun daerah dalam memberikan perijinan, persetujuan, dan sertifikasi mengakibatkan lamanya proses pembangunan perumahan. Sebagai contoh, sertifikat induk untuk wilayah seluas lebih dari 10 hektar dikeluarkan oleh BPN Pusat di Jakarta sehingga hal ini menyulitkan pengembang yang berada di daerah yang jauh dari Jakarta.
Selain itu, tingginya persentase biaya untuk ijin lokasi, ijin bangunan, pengalihan hak atas tanah dll. terhadap harga RSH merupakan hambatan lain yang dihadapi para pengembang. Peraturan daerah yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain juga menyulitkan pengembang yang ingin mengembangkan usahanya ke luar wilayah suatu kota atau kabupaten. Keterbatasan kredit konstruksi dan kredit pembebasan lahan juga menyulitkan pengembang skala kecil. Pajak yang beragam atau berganda pada satu obyek pajak sangat memberatkan pengembang, walaupun kemudian sebagian diantaranyya diteruskan kepada konumen.
Prasarana dan sarana dari pemerintah tidak ada lagi diperoleh seperti masa dahulu, kecuali untuk permukiman PNS. Termasuk dalam prasarana dan sarana ini adalah listrik dan air bersih. Kejelasan mengenai ada tidaknya subsidi, kapan dana tersedia, besarnya bantuan yang ditetapkan menyulitkan pengembang untuk merencanakan usahanya. Harga bahan bangunan yang meningkat akibat kenaikan tarif, upah, harga bahan baku dan kelangkaan barang adalah hambatan lain yang harus diatasi pengembang, walaupun hal ini juga dihadapi oleh pengusaha pada umumnya.
b. Konsumen
Bagi konsumen secara keseluruhan, terbatasnya jumlah subsidi KPR dibandingkan kebutuhan yang jauh lebih banyak merupakan hambatan bagi sebagian besar konsumen RSH. Walaupun rumah merupakan kebutuhan individu, namun jika ada bantuan dari Pemerintah dalam bentuk kemudahan dalam perolehan KPR yang murah, maka hal itu akan sangat membantu sebagian besar masyarakat berpenghasilan rendah.
Bantuan uang muka hanya terbatas pada sekelompok MBR (bagi PNS tersedia uang muka dari Bapertarum, pekerja swasta tertentu dari Jamsostek, anggota Polri/TNI dari instansinya). Masyarakat di luar kelompok itu tidak harus mengupayakan pembiayaan perumahan dengan kemampuannya sendiri. Bagi mereka, akumulasi tabungan rumah tidak dapat dapat mengejar biaya uang muka yang selalu meningkat akibat kenaikan harga rumah yang tinggi, yaitu sekitar 5 - 20 % per tahun. Selain itu persyaratan KPR bersubsidi yang berat bagi kebanyakan MBR menyulitkan mereka untuk membeli RSH.
c. Pemerintah Pusat dan Daerah
Tidak seperti masa-masa sebelumnya, saat ini Pemerintah Pusat menghadapi keterbatasan dana yang lebih berat untuk memberikan pelayanan yang sama bagi masyarakat. Hal ini karena beban membayar hutang yang lebih tinggi, subsidi yang masih besar untuk BBM dll, transfer dana kepada pemerintah daerah. Seharusnya subsidi KPR diberikan oleh Pemerintah Daerah, namun Pemda juga kesulitan dana untuk menyediakannya karena berbagai keperluan yang juga penting. Namun, jika Pemerintah Pusat maupun Daerah mempunyai perhatian yang besar untuk memberikan bantuan bagi MBR dalam pengadaan rumah, maka hal itu tentunya dapat diprioritaskan.
Pemda sering menghadapi kendala manajemen sehingga menyebabkan kurang efektifnya pengawasan dan konsistensi dalam mengarahkan pembangunan perumahan, seperti perijinan pembangunan perumahan yang tidak sesuai dengan arahan tata ruang. Pemda dengan aparatnya yang mungkin masih belum berpengalaman banyak, sering harus menghadapi berbagai kendala seperti tiadanya rencaana tata ruang yang detil, permintaan pengembang yang perlu diselesaikan segera, keterbatasan peta, dll. Rendahnya kualitas tata pemerintahan yang baik dari staf pemerintah daerah berimplikasi pada mahal dan/lamanya proses perijinan pembangunan rumah. Sehingga walaupun seorang kepala daerah mempunyai kemauan politik yang tinggi untuk memberikan bantuan untuk pengadaan rumah bagi MBR, namun hal itu tidak terwujud karena tidak mendapat dukungan dari aparat pemda seperti yang diharapkannya.[2]
Penyediaan perumahan sering tergantung pada komitmen pengembang dan bantuan pendanaan dari pemerintah pusat sehingga inisiatif pemerintah daerah tidak berkembang. Selain itu, koordinasi antar instansi sering sulit dilakukan karena terdapat beberapa instansi pelaksana horizontal dan vertikal yang mengatur pembangunan perumahan.
d. Perbankan
Bagi perbankan, volume kredit yang dapat disediakan untuk KPR-RSH relatif kurang efisien bila dibandingkan biaya proses akuisisi, biaya pemeliharaan dan monitoring yang relatif tinggi, keterbatasan staf dan jumlah kantor cabang yang dapat menjangkau calon debitur, dll. Selain itu kurang ditegakkannya hukum yang adil dan transparan dalam penyelesaian kasus-kasus pertanahan, dapat membuat pihak pelaksana di kalangan perbankan tidak mudah memberikan kredit untuk pembangunan dan kepemilikan rumah. Adalah merupakan kontribusi aparat penegak hukum dalam pemenuhan kebutuhan rumah bagi seluruh masyarakat jika dapat mengatasi masalah ini.

KESIMPULAN
Berbagai pihak yang terlibat secara langsung dengan pembangunan perumahan khususnya RSH telah dibahas dalam makalah ini. Dalam melakukan fungsi masing-masing sering dijumpai beberapa kendala. Kemenpera dibentuk guna mengarahkan dan mengkondisikan pihak-pihak lain untuk secara bersama-sama memberikan kontribusi dalam penyediaan RSH. Pemerintah juga menyediakan bantuan kredit jangka panjang untuk pembelian RSH, yang dikelola oleh BTN dll. Selanjutnya skema SMF dibentuk untuk menyediakan dana jangka panjang bagi perbankan sehingga perbankan tidak kesulitan mengatasi masalah pendanaan penyediaan perumahan bagi masyarakat.

--o0o--

DAFTAR PUSTAKA
Winarso, Haryo dan Kombaitan, B.; Public Intervention in the Formal Housing Market in Indonesia: Who Gets the Benefits?, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 15, No. 2, Juli 2004
Menteri Negara Perumahan Rakyat, Kebijakan Dan Strategi Pembangunan Perumahan Rakyat, paparan pada Acara Rakernas II/2005 ASPERSI dan Saresehan Nasional Perumahan Rakyat, Jakarta, 28 Nopember 2005.
Teguh Kinarto, Rumah Sederhana, Sebuah Impian? (Kiat Pengembang Dalam Meningkatkan Pembangunan RSS), paparan pada Acara Rakernas II/2005 ASPERSI dan Saresehan Nasional Perumahan Rakyat, Jakarta, 28 Nopember 2005.
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, paparan pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas), Real Estat Indonesia 2005, Jakarta, 27-29 Nopember 2005.

[1] Ini tidak berarti pemerintah harus menyediakan rumah bagi semua warga negaranya. Pemerintah berpern membantu mempermudah masyarakat memperoleh rumah dan memelihara pemukimannya.
[2] Hal ini bisa terjadi karena keterbatasan pemahaman aparat daerah terhadap eksternalitas ekonomi dan manfaat sosial yang muncul dengan adanya kegiatan pembangunan perumahan di daerah masing-masing.

No comments:

Post a Comment