Tuesday 18 September 2007

Peran BUMN Dalam Pembangunan Rumah Sederhana Sehat

Ada banyak pihak di kalangan pemerintahan yang secara langsung mempunyai peran penting dalam penyediaan RSH dan perumahan pada umumnya. Piak-pihak yang dibahas di sini adalah PERUMNAS, BAPERTARUM, Bank. BTN, JAMSOSTEK, dan Sarana Multi Finance. Makalah ini membahas peran lembaga-lembaga tersebut dalam membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memiliki rumah sendiri.

1. PERUMNAS
Perum Perumnas didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 29/1974 tertanggal 18 Juli 1974 yang disempurnakan dengan PP No.12/1988 dan terakhir PP No.15/2004 diundangkan 10 Mei 2004 mengacu pada UU No.19/2003 dan PP No.13/1998. Perumnas adalah sebuah BUMN yang tugasnya mengemban misi pelaksanaan kebijakan dan program Pemerintah di bidang pembangunan perumahan rakyat menengah kebawah beserta sarana dan prasarananya, yang mampu mewujudkan lingkungan permukiman sesuai rencana pengembangan wilayah perkotaan.
Tugas Perum Perumnas adalah menyediakan perumahan dan permukiman bagi masyarakat luas yang layak dan terjangkau, meliputi perumahan sederhana bagi Golongan Masyarakat Berpenghasilan Menengah Bawah dengan sasaran Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI/POLRI dan karyawan swasta beserta sarana prasarana lingkungan dan perumahan susun sederhana, baik untuk dijual maupun disewakan untuk buruh karyawan industri, mahasiswa, masyarakat umum dari lingkungan kumuh.
Selain tugas utama tersebut, Perumnas juga melakukan kegiatan bisnis komersil dalam rangka mencari dana untuk subsidi silang dan meningkatkan pertumbuhan perusahaan dengan sasaran perumahan untuk golongan berpenghasilan menengah atas dan pengembangan fasilitas komersial dengan pola kerjasama operasi.[1]
Selama Periode 1974-1982, Perumnas telah membangun ribuan rumah berikut sarana dan prasarana lingkungannya di daerah Depok, Klender, Bekasi, Cirebon, Semarang, Surabaya, Medan, Padang dan Makasar. Pada Periode 1982-1991, penyertaan modal negara untuk pembangunan RS/RSS dikurangi atau mulai distop, pelbagai proteksi tidak lagi diperoleh Perumnas. Iklim deregulasi dan debirokratisasi yang diluncurkan oleh Pemerintah tahun 1983 dan baru efektif setelah tahun 1988 menciptakan sistem perekonomian yang lebih berorientasi pada pasar. Fasilitas KPR-BTN mulai dibatasi. Perumnas beralih ke orientasi pasar, menuntut hasil pemasaran jangka pendek karena dalam situasi keuangan yang sulit. Pada Periode 1992-2003, Perumnas melakukan kegiatan usahanya bermodalkan dana sendiri. Ketika krisis moneter melanda, orientasi produk dan pasar sekaligus dipadukan dan pemasaran serta penjualan sediaan (stock) terpaksa dilakukan untuk mempertahankan pangsa pasar.
Dari tahun 1974 s/d 2004 Perumnas telah membangun perumahan dan pemukiman sebanyak 500.000 unit di 350 lokasi yang tersebar di 180 kota dan 30 propinsi. Terobosan strategis pemasaran dilakukan Perumnas antara lain dengan bekerjasama dengan banyak pihak seperti TNI/Polri dan Pemerintah Kabupaten/Kota maupun swasta. Dari terobosan strategi ini dihasilkan penjualan 35.318 unit rumah, terdiri atas 16.910 untuk PNS dan 18.408 non PNS.




Tabel 1. Kontribusi Perum Perumnas Dalam Pembangunan Perumahan
Periode
Pembangunan (Unit)
Kontribusi (%)
Total (Unit)
Pelita II
51.655
97
53.354
Pelita III
80.606
27
296.694
Pelita IV
69.128
24
288.436
Pelita V
65.095
17
375.832
Pelita VI
147.254
22
653.995
Tahun 1999
12.404
10
120.000
Tahun 2000
8.998
7
130.000
Tahun 2001
6.177
5,1
120.000
Tahun 2002
7.059
5,4
130.000
Tahun 2003
10.907
7,3
150.000
Sumber: www.perumnas.co.id

Selain melaksanakan pembangunan perumahan secara horizontal, Perum Perumnas juga melaksanakan pembangunan perumahan secara vertikal (rumah susun), terutama di kota-kota besar yang lahan tanahnya makin terbatas. Selain untuk mengatasi keterbatasan lahan di kota besar, pembangunan rumah susun juga dilaksanakan untuk mendukung program peremajaan perkotaan, memberikan kemudahan tempat tinggal bagi karyawan dan para mahasiswa.
Dalam peranannya sebagai pengarah pertumbuhan dan perkembangan di sejumlah kota besar, Perum Perumnas telah menempatkan diri sebagai pelopor pengembang kawasan permukiman baru di sejumlah Kawasan Siap Bangun (Kasiba).[2] Dengan adanya kasiba tersebur, maka perkembangan perumahan di kota yang bersangkutan akan lebih teratur karena tahapan dan arahan pembangunan telah diatur sejak awal.
Perumnas saat ini memiliki lahan seluas 2.400 hektar yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebanyak 1.200 hektar di antaranya dikembangkan melalui kerja sama Asosiasi Pengembang Perumahan & Pemukiman Seluruh Indonesia (ASPERSI) dan Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI). Lahan-lahan strategis yang kemudian didirikan bangunan komersial itu diharapkan dapat memberikan subsidi silang untuk RSH atau dapat juga dimanfaatkan untuk menutup biaya yang harus dikeluarkan dalam rangka mengemban tugas pemerintah dalam melayani masyarakat (Public Service Obligation, PSO). Bentuk dari PSO itu diantaranya biaya untuk rusunawa. Perum Perumnas menargetkan membangun rumah sebanyak 134.581 unit untuk jangka waktu 2004 sampai dengan 2008, atau rata-rata sekitar 33.645 unit. Dari jumlah itu sebanyak 80% merupakan RSH.
Saat ini berbagai pemikiran muncul sehubungan dengan peran yang lebih sesuai bagi Perum Perumnas. Berdasarkan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) Perumnas, Perumnas akan membangun RSH sebanyak 15-18 ribu unit pada tahun 2006. Target sebesar ini tidak sejalan dengan program Pemerintah dalam RPJM yang mentargetkan pembangunan 275 ribu unit RSH per tahun. Oleh sebab itu muncul pemikiran agar Perum Perumnas diubah menjadi badan layanan umum yang bertugas membangun RSH dan rusunawa saja, tanpa dibebani keharusan mencari keuntungan untuk menambah penerimaan pemerintah.

2. BANK TABUNGAN NEGARA (BANK BTN)
Bank BTN berawal dari lembaga yang bernama “POSTSPAARBANK” yang didirikan tahun 1897 pada masa pendudukan Belanda. Pada tahun 1963 Bank Tabungan Negara dibentuk dan sejak 1976 Bank BTN ditunjuk oleh Pemeriintah sebagai penyalur KPR bersubsidi. Pada awalnya Bank BTN hanya menyalurkan kredit KPR saja, namun mulai tahun 1992 untuk menjamin kelancaran pasokan perumahan, Bank BTN juga menyalurkan kredit untuk pembangunan rumah bagi pengembang yaitu kredit konstruksi perumahan atau Kredit Yasa Griya (KYG). Disamping itu, Bank BTN juga menyediakan kredit yang diperuntukkan bagi industri-industri yang terkait dengan industri perumahan, yaitu Kredit Pendukung Perumahan (KPP), dan sejak tahun 2005 memberikan fasilitas kredit lahan bagi pengembang RSH, yaitu Kredit Pengembangan Lahan (KPL). KPP dapat diberikan dalam skim kredit investasi maupun modal kerja kepada pengusaha industri perumahan (seperti industri genteng, batu bata, batako, semen, penggalian pasir, kayu, dll.) baik industrinya maupun perdagangannya.
Untuk mendorong realisasi KPR bersubsidi khususnya bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Bank BTN mengadakan kerja sama dengan Bapertarum dalam rangka pemberian pinjaman uang muka dan pemberian KYG untuk pengembang yang membangun RSH bagi PNS. Kerja sama tersebut diharapkan dapat meringankan PNS dalam mengambil KPR bersubsidi dan pengembang yang membangun RSH untuk PNS. Untuk pegawai swasta peserta Jamsostek, Bank BTN menyalurkan pinjaman uang muka pembelian rumah sebesar Rp. 7,5 juta dengan bunga 3% (flat) per tahun.
Sampai Oktober 2005, KPR bersubsidi yang berhasil disalurkan oleh Bank BTN telah mencapai lebih dari 1,76 juta unit rumah dengan nilai Rp. 14,261 triliun. Sedangkan kredit perumahan dengan bunga komersial sejak tahun 1990 sampai Oktober 2005 yang berhasil disalurkan adalah Rp. 14,167 triliun untuk 560 ribu unit rumah. Pada tahun 2005 Bank BTN membiayai RSH sebanyak 78.287 unit dengan pengucuran KPR mencapai Rp. 2,21 triliun.[3] Untuk konstruksi perumahan, Bank BTN menganggarkan kredit sebesar Rp. 750 miliar. Sementara untuk kredit pendukung perumahan disiapkan anggaran sebesar Rp. 860 miliar. Sisanya adalah kredit yang dianggarkan untuk mendukung industri kecil. Total kredit yang dianggarkan adalah sebesar Rp. 4,08 triliun. KPR bersubsidi yang ditargetkan untuk tahun 2006 adalah untuk sebanyak 100.000 unit.
Bank BTN sebagai BUMN pernah dipertimbangkan untuk digabung dengan bank nasional lain, namun ide ini tidak berlanjut karena banyak pihak mengkhawatirkan misi untuk mendukung program perumahan khususnya bagi MBR akan menjadi hilang. Beberapa gagasan untuk memperkuat Bank BTN adalah memanfaatkan investor syariah melalui penerbitan obligasi syariah, chanelling KPR ke SMF, mengembangkan produk lain secara kreatif, dll. (Aries Muftie, 2005).

3. BAPERTARUM
Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di seluruh Indonesia sampai Juli 2005 tercatat 3.576.740 orang, terdiri dari 82.582 golongan I, 929.491 golongan II, 2.096.604 orang golongan III, dan 467.241 golongan IV. Dari jumlah itu yang belum memiliki rumah mencapai 1.173.873 orang. Hal itu memberi gambaran bahwa 20% dari kebutuhan rumah nasional tersebut adalah kebutuhan PNS.
Bagi PNS golongan bawah, kendala yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan perumahan adalah terbatasnya kemampuan untuk membangun rumah dengan biaya sendiri maupun untuk membayar uang muka KPR. Untuk itu, pemerintah membuka Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (TAPERUM-PNS). Untuk mengelola TAPERUM-PNS tersebut diatas dibentuk Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (BAPERTARUM-PNS) dengan KEPPRES RI No. 14 Tahun 1993.
Bantuan yang difasilitasi BAPERTARUM-PNS adalah:
a. Bantuan Uang Muka
Bantuan ini bertujuan untuk membantu PNS dalam penyediaan uang muka dan merupakan hak PNS (tidak dikembalikan).
b. Pinjaman Uang Muka (PUM)
Pinjaman ini bertujuan untuk membantu PNS dalam menambah penyediaan uang muka. Besaran dana uang muka tergantung dari golongan PNS. Golongan I: Rp. 1.200.000,-; Golongan II: Rp. 1.500.000,-; Golongan III: Rp. 1.800.000,-; Golongan IV/a dan IV/b: Rp. 2.100.000,-. Jangka waktu pinjaman adalah maksimal 5 tahun, dengan bunga maksimal 8,5% per tahun anuitas. PNS dapat mengajukan Bantuan Uang Muka ditambah Pinjaman Uang Muka sekaligus. Melalui Permen No. 02/2006 tentang Pemberian Pinjaman/Pembiayaan Uang Muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bagi PNS, Pemerintah menetapkan bahwa bantuan uang muka untuk Golongan I ditingkatkan menjadi Rp. 2,1 juta, dari sebelumnya Rp. 1,2 juta. Demikian juga untuk Golongan yang lebih tinggi. Pinjaman maksimal PNS juga diperpanjang menjadi 10 tahun dengan bunga 7% per tahun.
c. Kredit Kontruksi (KK)
Kredit ini bertujuan untuk membantu pembiayaan konstruksi rumah. Besar dana adalah 70% dari biaya kontruksi dengan bunga maksimal 11% per tahun efektif, jangka waktu 12 bulan. Kredit ini disalurkan ke pengembang untuk perumahan PNS secara masal.
Adapun syarat PNS yang berhak mendapatkan bantuan TAPERUM-PNS adalah:
1. Belum memiliki rumah[4]
2. Belum pernah memanfaatkan TAPERUM-PNS.
3. Masa kerja minimal 5 (lima) tahun sejak diangkat menjadi PNS tetap.
4. PNS aktif gol. I, II, III, IV/A dan IV/B.
Mekanisme Pencairan
Pencairan bantuan uang muka dan pinjaman uang muka adalah sebagaimana ditunjukkan dalam diagram berikut.

Diagram 1. Mekanisme Pencairan Bantuan Uang Muka dan Pinjaman Uang Muka

Sumber: Toeti Ariati, 2005.

Sedangkan mekanisme pencairan kredit konstruksi adalah sebagai berikut.




Diagram 2. Mekanisme Pencairan Dana Kredit Konstruksi

Sumber: Toeti Ariati, 2005.

Selama ini PNS dipotong gajinya sebesar Rp. 3.000 per bulan untuk pegawai golongan I, Rp. 5.000 per bulan golongan II, Rp. 7.000 per bulan golongan III, dan Rp. 10.000 untuk golongan IV. Peraturan yang dibuat tahun 1993 tersebut adalah di mana harga rumah Rp. 6 juta. Jika potongan PNS tetap senilai itu, PNS golongan rendah akan sangat lama bisa mendapatkan rumah. Dalam upaya mempercepat PNS mendapatkan rumah pemerintah perlu menaikkan potongan gaji pegawai negeri sipil.[5]
Pada tahun 2004, dana yang disalurkan oleh Bapertarum mencapai Rp. 380 miliar, sementara iuran yang berhasil dihimpun Rp. 162 miliar dan bunga yang diperoleh Rp. 102 miliar. Dari Rp. 1,6 triliun dana yang dikelola Bapertarum, hanya 60% yang dipegang oleh Bapertarum, sementara 40% lagi di tangan Menteri Keuangan. Hal ini membuat penyaluran dan pengelolaan dana tidak bisa dilakukan optimal.[6]
Dalam penyaluran bantuan, Bapertarum menggalang kerjasama dengan pemerintah daerah untuk merealisasi target membantu pendanaan rumah untuk PNS, yang pada tahun 2006 ditargetkan sebanyak 60.000 unit. Bapertarum juga menjalin kerja sama dengan sejumlah bank untuk mempermudah penyaluran kredit, antara lain BTN, BNI, BKE, BPI, Bukopin, dan Bank Pembangunan Daerah. Skema pengadaan perumahan secara bersama yang dimotori Bapertarum adalah sebagai berikut.







Diagram 3. Skema Pengadaan Perumahan PNS
Sumber: Toeti Ariati, 2005.

4. PT. JAMSOSTEK (Persero)
PT. Jamsostek melalui PP No.36/1995 ditetapkan sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat resiko sosial. PT Jamsostek (Persero) memberikan perlindungan 4 program, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya. Selain itu, PT. Jamsostek juga membentuk Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) yang merupakan dana yang dihimpun dan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan peserta program Jamsostek yang diambil dari sebagian dana hasil keuntungan PT. Jamsostek. Pelaksanaan program DPKP ini berlandaskan pada Surat Menteri Keuangan No. S-521/MK.01/2000, tanggal 27 Oktober 2000 tentang Pedoman Umum Dana Peningkatan Kesejahteraan Pekerja (DPKP).
Hingga saat ini jumlah peserta aktif Jamsostek kurang lebih 8 juta orang, sedang yang terdaftar mencapai 26 juta unit sejak dibentuk tahun 1977. Dalam menggarap program bantuan perumahan ini, dana yang dianggarkan adalah senilai Rp 5 triliun untuk membiayai sekitar 200 ribu rumah pekerja anggota. Untuk tahun 2006, Jamsostek menargetkan membiayai 15 ribu unit rumah. Dana bantuan berasal dari dana kelola Jamsostek yang mencapai Rp 39 triliun.
Skim program perumahan yang disediakan oleh Jamsostek ada empat, yaitu:
1. Kredit Pemilikan Rumah Sederhana Sehat Jamsostek (KPRSHJ)
2. Kredit Pemilikan Rumah Jamsostek (KPRJ)
3. Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP)
4. Kredit Konstruksi Jamsostek (KKJ)
Penjelasan masing-masing program adalah sbb.
Program Kredit Pemilikan Rumah Sederhana Sehat Jamsostek (KPRSHJ) diperuntukkan bagi peserta yang be1um memiliki rumah dan ingin memiliki RSH. Progam KPRSHJ ini merupakan program baru sebagai wujud kepedulian dalam meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja peserta Jamsostek, dari sebelumnya hanya memiliki program Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP) dan bantuan Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP). Dengan program ini peserta akan mendapatkan subsidi tidak hanya dari Jamsostek, tetapi juga bisa dari Kementerian Perumahan Rakyat, disamping dari Program PUMP. Para peserta akan memperoleh rumah dengan bunga cicilan yang lebih rendah dibanding KPR biasa. Terdapat dua kelompok dari KPRSHJ ini.
Kelompok I, adalah peserta Jamsostek yang berpenghasilan di atas Rp 1,4-2 juta/bulan. Mereka mendapatkan subsidi bunga dari Jamsostek sebesar 2% selama tiga tahun, ditambah subsidi dari pemerintah yang kalau ditotal mencapai Rp 5 juta se1ama 6 tahun masa cicilan (maksimal cicilan 10 tahun). Maksimal nilai KPR yang bisa diambil mengacu harga rumah maksimum yang ditetapkan pemerintah yaitu Rp 42 juta. Kelompok II adalah mereka yang berpenghasilan lebih rendah dari Kelompok I yaitu Rp 800 ribu-l,4 juta. Mereka mendapatkan subsidi bunga dari Jamsostek 2% se1ama lima tahun, dan subsidi dari pemerintah yang lebih besar yaitu Rp 7 juta dengan masa cicilan maksimal yang lebih lama, yaitu 10 tahun. Namun nilai kredit KPR maksimal lebih rendah dari Kelompok I yaitu Rp 30 juta.
Program Kredit Pemilikan Rumah Jamsostek (KPRJ) ditujukan bagi peserta anggota yang berpenghasilan di atas Rp 2 juta/bulan. Untuk program ini peserta mendapatkan subsidi bunga 2% selama setahun dengan maksimal nilai KPR Rp 75 juta dan masa cicilan maksimal 15 tahun.
Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP) adalah pinjaman untuk sebagian Uang Muka Perumahan yang diberikan kepada tenaga kerja peserta Jamsostek untuk pemenuhan kebutuhan perumahan melalui fasilitas KPR dari perbankan. Tujuan dari PUMP ini adalah untuk membantu tenaga kerja peserta program Jamsostek dalam rangka pemilikan rumah melalui KPR perbankan. PUMP ini diberikan kepada tenaga kerja yang memenuhi persyaratan, dengan dana maksimal sebesar Rp. 7.500.000,-/orang. Tingkat suku bunga yang dikenakan oleh PUMP adalah 3%/tahun. Jangka waktu PUMP maksimal 5 tahun dan tipe rumah yang mendapat dukungan PUMP-Jamsostek maksimal sampai dengan rumah sederhana (T36).
Program Kredit Konstruksi Jamsostek (KKJ), untuk dimanfaatkan bagi pengembang peserta Jamsostek. Kredit ini dimaksudkan untuk membiayai maksimal 70% dari biaya konstruksi RSH selama maksimal empat tahun. Pengembang harus membangun minimal 70% perumahan bagi peserta Jamsostek, sisanya bisa untuk warga masyarakat lain.
Syarat memperoleh bantuan Jamsostek adalah peserta aktif membayar iuran Jamsostek, telah lima tahun menjadi peserta Jamsostek, dan usia maksimal 40 tahun. Selanjutnya peserta menghubungi Bank mitra untuk mengajukan KPR Jamsostek.
Nilai lebih dari KPR Jamsostek ini adalah bahwa ia dibiayai dengan dana jangka panjang sehingga lebih aman dari resiko funding mismatch yang berpotensi menimbulkan masalah perbankan. Adapun mekanisme pemberian bantuan adalah sbb. (lihat Diagram 4). Pekerja/peserta Jamsostek menabung di Bank dengan harapan akan mendapat KPR bila memenuhi syarat tertentu (gaji, lama menabung, jumlah tabungan, dsb). Pekerja tersebut menyewa atau membeli RSH/rusun dari pengembang yang telah menjalin kerjasama dengan Jamsostek. Hasil penjualan rumah/rusun akan digunakan untuk melunasi pembiayaan konstruksi dan obligasi yang diterbitkan oleh Perumnas/pengembang.
Diagram 4. Program Kepemilikan Perumahan Peserta





Sumber: Iwan Pontjowinoto, 2005.

Selain program pemilikan rumah, PT. Jamsostek juga melaksanakan program pembangunan perumahan pekerja (Lihat Diagram 5). Jamsostek mengadakan kerjasama dengan bank dan pengembang untuk membangun Perumahan Peserta Jamsostek, baik berupa Rusuna maupun RS/RSH. Jamsostek akan membeli Obligasi Mudharabah Muqayyadah yang diterbitkan oleh bank. Bank akan memberikan Pembiayaan Konstruksi kepada pengembang untuk pembangunan perumahan peserta. Bila pengembang membangun rusunawa, maka pengembang dapat menerbitkan Obligasi Ijarah. Jamsostek juga dapat mengadakan kerjasama dengan mitra pemda/perusahaan/ kawasan-industri dimana mitra memberi penyertaan berupa lahan.



Diagram 5. Program Perumahan Peserta

Jual/Sewa

Pembiayaan

Konstruksi


Bank

Peserta

Program

Jamsostek


KPR


Rumah/Rusun

Sewa/Angsuran

Menabung

Pengembang







Sumber: Iwan Pontjowinoto, 2005.

PT. Jamsostek menganggarkan Rp. 5 triliun untuk fasilitasi kredit pemilikan rumah (KPR) bagi pesertanya. Jamsostek menggandeng PT Bank Tabungan Negara dan PT Bank Negara Indonesia Tbk sebagai penyalur pinjaman dan REI dan ASPERSI untuk pembangunan unit perumahan. Alokasi dana sebesar Rp. 5 triliun itu diharapkan mampu membangun 200 ribu unit RSH dan rumah susun pada tahun 2006. Hingga lima tahun mendatang, dana itu akan dikembangkan menjadi Rp. 25 triliun guna membangun satu juta unit rumah.

5. PT. SARANA MULTIGRIYA FINANCE (SMF)
Masalah dasar pembiayaan perumahan adalah belum terpenuhinya azas keterjangkauan bagi kebanyakan masyarakat Indonesia untuk memiliki rumah yang layak terutama karena inefisiensi pasar primer, adanya funding mismatch karena KPR berjangka panjang didanai sumber dana jangka pendek, dan masalah kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio) karena perbankan terus menyalurkan KPR dan menyimpan port folio sebagai asetnya.
Untuk mengatasi kelemahan sistem pembiayaan perumahan tersebut Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah nomor 5 tahun 2005 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan Terbatas (Persero) di Bidang Pembiayaan Sekunder Perumahan, dan Peraturan Presiden nomor 19 tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan. Kedua peraturan ini kemudian diikuti dengan pembentukan PT. (Persero) Sarana Multigriya Finance (SMF).
Pembentukan PT. SMF merupakan upaya untuk menarik modal yang ada di pasar agar berpartisipasi dalam pembiayaan dan pembangunan perumahan. Diharapkan PT. SMF juga akan menjembatani disparitas sumber-sumber pembiayaan antardaerah sehingga terjadi aliran kredit antar daerah di bidang perumahan. Daerah-daerah dengan potensi sumber pembiayaan tinggi namun memiliki pasar perumahan yang belum berkembang dapat melakukan investasi melalui portfolio yang diterbitkan oleh PT. SMF. PT. SMF selanjutnya dapat memenuhi kebutuhan dana untuk pembiayaan perumahan bagi daerah-daerah dengan pasar perumahan yang berkembang namun memiliki keterbatasan dalam sumber-sumber pembiayaan, melalui pembelian mortgage yang dikeluarkan oleh bank-bank penyalur KPR. Sebagai modal awal, pemerintah menyiapkan dana sebesar Rp. 1 triliun dari APBN.
Adapun sistem kerja SMF adalah sebagai berikut. PT. SMF mengeluarkan surat utang untuk membeli kredit KPR dari perbankan. Pembelian itu termasuk pengalihan hak tanggung atas sertifikat KPR yang akan diserahkan ke wali amanat/kustodian. PT. SMF kemudian membeli KPR yang dapat dialihkan ke pihak ke tiga. Jadi KPR yang diterbitkan oleh bank akan dibeli oleh SMF sehingga bank memperoleh dana segar kembali tanpa harus menunggu pelunasan KPR yang diberikan dalam jangka panjang.[7] Untuk menjalankan sistem ini, berbagai peraturan sudah dan akan dibuat, seperti peraturan yang menyangkut pertanahan masalah hak tanggungan, sekuritisasi aset berupa tanah dan rumah, perpajakan, dll.
Dalam pengoperasiannya, dituntut keberadaan pasar primer yang efisien, baik di sisi pasokan maupun permintaan. Dari sisi pasokan, untuk meningkatkan efisiensi pasar perumahan dilakukan dengan pemberian kemudahan perizinan, sertifikasi lahan yang cepat, dan kemudahan memproses eksekusi hak tanggungan atas KPR yang macet. Sedangkan dari sisi permintaan, efisiensi pasar KPR dilakukan dengan standarisasi dokumen dan desain KPR, seleksi nasabah, serta penilaian real estat secara cermat.
SMF berpotensi memberikan manfaat bagi pemerintah dan masyarakat, bagi pemodal, dan bagi perbankan. Bagi pemerintah dan masyarakat, SMF bermanfaat mengurangi angka pengangguran dengan menciptakan lapangan kerja melalui pembangunan perumahan dan infrastuktur penunjang program perumahan, mengembangkan industri properti dan industri pendukungnya, dan mengembangkan pasar modal, serta menarik investor (perorangan atau badan usaha) lokal maupun internasional. Bagi perbankan, manfaat SMF adalah sebagai sumber dana jangka panjang yang dapat digunakan untuk memperkecil maturity gap antara asset dan liability, dan sebagai sarana untuk meningkatkan pendapatan dan lending capacitynya.
Hal yang sangat penting adalah PT. SMF perlu memfokuskan pembelian KPR untuk RSH agar lebih banyak lagi MBR yang dapat memiliki rumah yang layak dan terjangkau. Jika KPR yang dibeli PT. SMF adalah yang bernilai tinggi, maka SMF tidak banyak bermanfaat bagi MBR.

--o0o--


DAFTAR PUSTAKA
Aries Muftie, Berpartisipasi Pada Program Perumahan Rakyat, paparan pada Acara Rakernas II/2005 ASPERSI dan Saresehan Nasional Perumahan Rakyat, Jakarta, 28 Nopember 2005.
Erica Soeroto, Peran Rei Dalam Mendukung Aplikasi System Pembiayaan Perumahan Modern, paparan pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas), Real Estat Indonesia 2005, Jakarta, 27-29 Nopember 2005.
Iwan Pontjowinoto, Program Perumahan Peserta Jamsostek, paparan pada Acara Rakernas II/2005 ASPERSI dan Saresehan Nasional Perumahan Rakyat, Jakarta, 28 Nopember 2005.
Kodradi, Kebijakan Bank BTN Dalam Pembiayaan Perumahan Rakyat Dan Penyediaan KPR Bersubsidi Untuk Mendukung GNSPR, paparan pada Acara Rakernas II/2005 ASPERSI dan Saresehan Nasional Perumahan Rakyat, Jakarta, 28 Nopember 2005.
Toeti Ariati. SS, Penyediaan Skim Pembiayaan Perumahan Bagi Pegawai Negeri Sipil, paparan pada Acara Rakernas II/2005 ASPERSI dan Saresehan Nasional Perumahan Rakyat, Jakarta, 28 Nopember 2005.
Lainnya: www.perumnas.co.id, www.btn.co.id, www.jamsostek.co.id.
[1] Selain membangun rumah sederhana, Perumnas juga menyediakan komponen-komponen pendukung dalam usaha di bidang perumahan dan permukiman, yaitu poduksi komponen bahan bangunan, seperti pengolahan kayu dan pembuatan komponen rumah, dan estate manajemen, yaitu pengelolaan lingkungan perumahan dan rusunawa dan melayani jasa konsultasi dan advokasi dibidang perumahan dan permukiman.

[2] Antara lain di Medan (Pesona Laguna-Martubung), Surabaya (Driyorejo) dan Cengkareng Jakarta
[3] Angka ini termasuk dalam total KPR yang disiapkan sebesar Rp. 2,9 triliun untuk mendukung kredit perumahan tahun 2005.
[4] Apabila suami dan isteri keduanya adalah PNS, maka yang berhak mendapatkan bantuan perumahan hanya salah seorang, sedangkan tabungan yang lain dikembalikan pada saat pensiun.

[5] Tahun 2006 direncanakan pemotongan itu sebesar 2,5% gaji pokok.
[6] Disisihkannya sebagian dana Bapertarum di Depkeu karena waktu pertama kali dibentuk ada kekhawatiran dari Depkeu tentang akuntabilitas penyaluran dana.
[7] Dengan demikian, likuiditas bank tidak terganggu dan semakin banyak masyarakat yang akan dapat memperoleh KPR dengan biaya yang lebih murah, karena sumber dananya lebih pasti dan berjangka panjang.

No comments:

Post a Comment