Tuesday 18 September 2007

Peran Lembaga Pemerintah Dalam Pembangunan

Ada beberapa instansi di kalangan pemerintahan selain Kementerian Perumahan Rakyat yang secara langsung mempunyai peran penting dalam penyediaan RSH dan perumahan pada umumnya. Pihak-pihak yang dibahas dalam makalah ini adalah BPN, Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Pemerintah Daerah dan DPR/D.

1. BADAN PERTANAHAN NASIONAL
Secara garis besar penyelenggaraan tugas di bidang pertanahan menurut sifatnya dapat dikelompokkan dalam lima hal, yaitu: kebijakan, pra-pelayanan, pelayanan, penataan, dan pengendalian/penertiban. Kelima hal tersebut meliputi 168 jenis pelayanan di bidang pertanahan yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional kepada masyarakat. Ke 168 jenis pelayanan itu dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional Pusat sebanyak 28 jenis, oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi sebanyak 40 jenis, dan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota sebanyak 100 jenis pelayanan.
Salah satu bentuk pelayanan BPN kepada masyarakat terkait dengan perumahan adalah pemberian sertifikat hak atas tanah. Sertifikat ini menunjukkan telah legalnya lahan yang dimiliki/digunakan oleh seseorang. Lahan yang tidak ada sertifikat hak atasnya kurang mempunyai kekuatan hukum dibandingkan yang memiliki sertifikat. Pada saat ini masih sangat besar persentase lahan yang belum memiliki sertifikat. Hampir di setiap daerah, proses jual beli lahan menjadi tidak berlangsung lancar dengan tidak adanya sertifikat hak atas tanah ini. Dalam rangka mengatasi kendala dan hambatan dalam penyelesaian penerbitan sertifikat hak atas tanah BPN telah ditempuh berbagai kebijakan yang bersifat deregulasi maupun simplifikasi prosedur, antara lain yaitu (Chairul Basri Achmad, 2005):
Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 15 Tahun 1997 tentang Perubahan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1997 tentang Pemerian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS);
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor I Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan (SPOPP) di bidang pertanahan yang berisi antara lain tentang dasar hukum, persyaratan, biaya dan jangka waktu pelayanan termasuk pelayanan pengukuran dan pemetaan bidang tanah, pemberian hak atas tanah, dan pendaftaran tanah (penerbitan sertifikat hak atas tanah).
Selain pelayanan pemberian sertifikat hak atas tanah tersebut, BPN juga ikut mengusulkan pengenaan BPHTB nihil untuk pendaftaran tanah pertama kali termasuk dalam rangka program perumahan sederhana sehat; pengembangan penyediaan dana lunak untuk jangka menengah dan panjang melalui Pembiayaan Sekunder Perumahan (Secondary Mortgage Facility-SMF); dan penyederhanaan sistem pendaftaran tanah, pengukuran dan pemetaan bidang tanah, dan penerbitan sertifikat hak atas tanah.
Kontribusi lain dari BPN dalam pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat adalah komputerisasi pelayanan kantor pertanahan, yang dirintis antara lain melalui Proyek Land Office Computerization dan pembangunan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) yang dihubungkan dengan e-Government, e-Payment, dan e-Procurement. Saat ini sudah 41 kantor pertanahan yang sudah terkomputerkan, yakni Sumatera (8 kantor), Jawa (28 kantor), Kalimantan (2 kantor), Sulawesi (1 kantor), Bali (1 kantor) dan Nusa Tenggara Timur (1 kantor). Dengan program komputerisasi ini sebanyak 9.000.000 dari 34.000.000 sertifikat yang telah didigitalkan, atau 25% dari buku tanah atau sertifikat total. Jika komputerisasi ini telah berhasil dilaksanakan di semua daerah, maka pelayanan pertanahan oleh pemerintah kepada masyarakat akan semakin mudah, cepat dan murah.

2. DEPARTEMEN KEUANGAN
Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan mempunyai kontribusi penting dalam pemenuhan kebutuhan rumah bagi MBR dengan cara memberikan fasilitas pembebasan pajak terkait dengan pembangunan dan pemilikan RSH. Pajak-pajak yang terkait dengan pembangunan dan pemilikan rumah adalah PPn, PPN, PBB dan BPHTB (Direktorat Jenderal Pajak, 2005).

a. Pajak Penghasilan (PPh)
Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan adalah:
1. UU PPh No. 7/1983 stdd UU 17/2000;
2. PP No. 48/1994 stdtd PP No. 79/1999 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
3. PP No. 131/2000 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.

PP No. 48/1994 stdtd PP No. 79/1999 mengatur tentang:
1. PPh sebesar 5% (lima per seratus) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, bersifat final.
2. Bagi WP OP yang jumlah penghasilannya melebihi PTKP, dan pengalihan hak atas tanah dan/bangunan yang jumlah bruto kurang dari Rp. 60.000.000, bersifat final.
3. Bagi WP Badan termasuk koperasi yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pengenaan PPh-nya berdasarkan Pasal 17 UU PPh.
Adapun PP No. 131/2000 mengatur tentang pajak atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia, bersifat final. Bunga tabungan pada Bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan rumah sangat sederhana, kaveling siap bangunan untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri, tidak dikenakan pemotongan pajak.

b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dasar hukum PPN adalah:
1. UU PPN No. 8/1983 stdd UU 18/2000;
2. PP No. 146 Tahun 2000 tentang Penyerahan BKP Tertentu dan atau Penyerahan JKP Tertentu stdtd PP No. 38 Tahun 2003.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.03/2005 tentang Perubahan keempat atas KMK Nomor 524/KMK.03/2001 tentang Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar serta Perumahan Lainnya yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN.
Peraturan-peraturan ini menetapkan bahwa PPN tidak dikenakan atas RS dan RSS, yaitu Rumah Sederhana Sehat dan Rumah Inti Tumbuh yang perolehannya dibiayai melalui fasilitas KPR bersubsidi maupun tidak bersubsidi; dan atau Rumah Sederhana Sehat dan Rumah Inti Tumbuh kepada Bank dengan tujuan dijual kembali dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; dan harga jual tidak melebihi ketentuan yang ditetapkan (awal tahun 2006 sebesar Rp. 42 juta).

c. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Dasar hukum PBB adalah:
1. UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB.
2. Pasal 19 ayat (1) huruf a bahwa Menteri Keuangan dapat memberikan pengurangan pajak yang terhutang karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dari/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya.
3. Pasal 19 ayat (2) bahwa Ketentuan mengenai pengurangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut diatur oleh Menkeu.
Beberapa ketetapan Menteri Keuangan mengenai PBB adalah:
1. KMK Nomor 1336/KMK.04/1989: keringanan PBB sebesar 50% untuk Rumah Susun Sederhana yang dibangun oleh Perum Perumnas.
2. KMK Nomor 683/KMK.04/1990: keringanan PBB sebesar 50% untuk Rumah Susun Sederhana yang dibangun oleh selain Perum Perumnas.
3. KMK Nomor 362/KMK.04/1999: pengurangan PBB paling tinggi 75% dapat diberikan kepada WP orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi.


d. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Dasar hukum BPHTB adalah:
1. UU No. 20 Tahun 2000 tentang BPHTB
2. Pasal 20 ayat (1) huruf a bahwa atas permohonan WP Menkeu dapat memberikan pengurangan BPHTB yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
3. Pasal 20 ayat (2): Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur oleh Menkeu.
Melalui KMK Nomor 561/KMK.03/2004 Menkeu menetapkan bahwa pengurangan BPHTB sebesar 25% dimungkinkan bagi Wajib Pajak yang memperoleh hak atas Tanah dan atau Bangunan Rumah Sederhana, Rumah Susun Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana. Tata caranya adalah wajib pajak mengajukan permohonan kepada Kepala KPPBB dalam jangka waktu maksimal 3 bulan sejak BPHTB terutang dengan alasan yang jelas.

3. DEPARTEMEN DALAM NEGERI
Sebelum era reformasi, Departemen Dalam Negeri juga ikut serta memberikan perhatian besar pada masalah perumahan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Beberapa peraturan Departemen Dalam Negeri yang terkait dengan pembangunan perumahan adalah:
PERMENDAGRI No. 1 Tahun 1987 tentang penyerahan Prasarana Lingkungan, Fasum dan Fasos Perumahan Kepada Pemerintah Daerah yang menjamin adanya kriteria prasarana lingkungan fasum dan fasos yang harus diserahkan kepada Daerah,
PERMENDAGRI No. 3 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan, yang menjamin kepastian hukum dalam pembangunan perumahan (terrnasuk ijin lokasi),
PERMENDAGRI No. 4 Tahun 1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan, yang mengatur pemanfaatan lahan yang harus berazaskan keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum, dengan mengutamakan kepentingan masyarakat golongan ekonomi lemah,
INMENDAGRI No. 7 Tahun 1989 tentang Pengaturan dan Pengendalian secara Proporsional Pembangunan Rumah Tinggal di Wilayah Perkotaan, yang mengatur dan mengendalikan pembangunan rumah tinggal di perkotaan secara tertib dan serasi yang menyangkut luas tanah dan luas bangunannya.
INMENDAGRI No. 12 Tahun 1996 mengenai pembebasan biaya-biaya bagi pembangunan RS dan RSS.
Dengan diserahkannya urusan perumahan dan permukiman kepada pemerintah daerah, maka peran Departemen Dalam Negeri menjadi berkurang. Salah satu peran yang dapat dilakukan adalah memfasilitasi pelayanan satu atap di daerah-daerah, sehingga proses perijinan untuk pembebasan lahan, pembangunan rumah, pembayaran pajak, dll. dapat dilakukan secara cepat dan murah.

4. PEMERINTAH DAERAH
Dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah urusan perumahan termasuk salah satu urusan pemerintahan yang diserahkan dan menjadi tanggung jawab dan urusan rumah tangga daerah. Untuk mewujudkan tercapainya pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak huni bagi masyarakat sekaligus mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi daerah, setiap pemerintah daerah perlu memfasilitasi pengadaan dan penyediaan RSH dengan antara lain melakukan pemberian bantuan pendanaan dan modal usaha yang bersifat stimulan, bantuan pembinaan sumber daya manusia dan penyediaan pendampingan, bantuan sarana dan prasarana teknologi, bantuan penguatan kelembagaan masyarakat dalam penyelenggaraan kegiatan perumahan swadaya; dan secara tidak langsung menyediakan jalan, jembatan, prasarana kesehatan dan pendidikan, dll.
Menurut Bupati Kuningan (2005), dukungan yang dapat diberikan oleh pemerintah daerah untuk pengadaan perumahan bagi MBR dapat dikelompokkan ke dalam kebijakan regulasi di bidang perumahan dan kebijakan tata ruang wilayah. Selain itu, kebijakan lain secara tidak langsung dapat berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan rumah rakyat, antara lain kebijakan pemerataan pembangunan ekonomi, dan kebijakan peningkatan daya beli masyarakat.
(1) Kebijakan Regulasi
Untuk keperluan operasional, dengan merujuk pada KEPPRES No. 37/1996 tentang Badan Pengendalian Pembangunan Perumahan Nasional (BKP4N), yang diperbaharui dengan KEPPRES No. 101/1999, setiap pemerintah daerah diharapkan mempunyai unit kerja yang menangani penyelenggaraan pembangunan perumahan di daerah masing-masing dan lembaga yang berperan mengkoordinasikan penyusunan program dan pengendalian pelaksanaan pembangunan perumahan.
Unit kerja ini bertugas mengimplementasikan kebijakan daerah mengenai perumahan rakyat dengan membuat kebijakan dan peraturan yang diperlukan, melaksanakan program-program pembangunan sarana permukiman, dsb.
Agar penyelenggaraan pembangunan perumahan berjalan optimal, tertib dan terorganisasi, maka diperlukan suatu Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan Daerah (RP3D). RP3D ini mengakomodasi berbagai kepentingan, berbagai rencana sektor, berbagai aturan dan peraturan serta berbagai hal yang perlu dipedomani.
Prosedur perijinan perlu diarahkan untuk dilakukan pemangkasan mekanisme perijinan dan dilakukan secara koordinatif antar perangkat daerah yang terkait, yaitu akan dilakukan melalui mekanisme satu pintu sebagai bentuk pelayanan prima kepada masyarakat.
Perusahaan daerah pembangunan perumahan didasarkan pada pertimbangan masih rendahnya minat pengembang dalam penyediaan rumah di daerah-daerah sehubungan dengan rendahnya kegiatan ekonomi wilayah tersebut. Keberadaan perusahaan perumahan daerah tersebut dimaksudkan pula untuk membangun kerjasama dengan pengembang dalam rangka pengembangan kawasan permukiman seperti Kawasan Siap Bangun /Lingkungan Siap Bangun (Kasiba/Lisiba).
(2) Kebijakan Tata Ruang Wilayah
Penyusunan tata ruang wilayah harus memperhatikan perkembangan, pertumbuhan penduduk dan kebutuhannya. Dalam kebijakan tata ruang wilayah, lokasi bagi perumahan akan harus tersedia di setiap kecamatan, agar masyarakat khususnya pengembang tidak sulit untuk melakukan investasi, karena ketersediaan lahan yang cukup untuk RSH.
Pemerintah daerah perlu siap memfasilitasi pembebasan lahan untuk pembangunan RSH dan perumahan lain. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan pembangunan dapat diakomodasikan secara terpadu dengan kegiatan lain.

5. DPR/DPRD
Pengadaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan juga menjadi tanggungjawab pembuat peraturan yaitu DPR/DPRD (Alni Ahmad, 2005). Secara umum peran DPR/DPRD adalah mewakili rakyat dalam membuat peraturan perundang-undangan, mengalokasikan anggaran untuk bantuan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dan melakukan pengawasan terhadap kebijakan dan kegiatan pembangunan pemerintah.
Sebagai contoh, peran DPR/DPRD dalam pengadaan perumahan dapat berupa memberikan dorongan kepada pemerintah/pemda untuk membentuk suatu instansi perumahan yang berfungsi mengimplementasikan kebijakan perumahan untuk MBR, mendesak pemerintah untuk mempercepat berfungsinya secondary mortgage facilities, meninjau ulang
peraturan-peraturan yang menambah biaya tinggi dalam pengadaan perumahan bagi MBR. Fungsi DPR yang lain yang dapat dilakukan adalah memberikan pertimbangan dan rekomendasi mengenai peran yang tepat dari Perum Perumnas/Perumda, apakah sebagai BUMN yang mempunyai kewajiban memberikan keuntungan bagi pemerintah, ataukah sebagai badan layanan umum yang bertugas membangun RSH dan Rusunawa. DPR/DPRD juga berperan dalam mengevaluasi pelaksanaan kebijakan dan program-program pemerintah/pemda secara periodik, apakah sasaran-sasaran yang ditetapkan telah tercapai, ataukah ada kendala-kendala yang membuat sasaran-sasaran itu tidak tercapai.
Untuk dapat menjalankan fungsinya, anggota DPR/DPRD perlu mempunyai informasi yang akurat dan mutakhir mengenai hal-hal terkait dengan perumahan sederdana sehat, memahami aspirasi dan kepentingan MBR dengan bertatap muka dan meninjau lapangan guna merasakan penderitaan rakyat, meningkatkan komitmennya dalam mengupayakan rumah yang layak huni bagi MBR yang semuanya itu untuk dituangkan dalam peraturan mengenai perumahan dan peraturan-peraturan lain yang memberi dampak pada pengadaan RSH, menetapkan alokasi APBN/APBD, dll.
--o0o--


DAFTAR PUSTAKA
Alni Achmad, Komisi V DPR-RI, Dukungan Legislasi Dalam Mendukung Percepatan Pembangunan Perumahan Rakyat, paparan pada Acara Rakernas II/2005 ASPERSI dan Saresehan Nasional Perumahan Rakyat, Jakarta, 28 Nopember 2005.
Bupati Kuningan, Kebijakan Pemda Kota Dalam Penetapan Regulasi Yang Berkaitan Dengan Pembangunan Perumahan Rakyat, paparan pada Acara Rakernas II/2005 ASPERSI dan Saresehan Nasional Perumahan Rakyat, Jakarta, 28 Nopember 2005.
Chairul Basri Achmad, Kebijakan Pelayanan Pertanahan Dalam Mendukung Program Pembangunan Rumah Sederhana Sehat, paparan pada Acara Rakernas II/2005 ASPERSI dan Saresehan Nasional Perumahan Rakyat, Jakarta, 28 Nopember 2005.
Direktur Jenderal Pajak, Pelayanan Perpajakan Terhadap Usaha Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana, paparan pada Acara Rakernas II/2005 ASPERSI dan Saresehan Nasional Perumahan Rakyat, Jakarta, 28 Nopember 2005.
Menteri Dalam Negeri, paparan pada Acara Rakernas II/2005 ASPERSI dan Saresehan Nasional Perumahan Rakyat, Jakarta, 28 Nopember 2005.
Menteri Negara Perumahan Rakyat, Kebijakan Dan Strategi Pembangunan Perumahan Rakyat, paparan pada Acara Rakernas II/2005 ASPERSI dan Saresehan Nasional Perumahan Rakyat, Jakarta, 28 Nopember 2005.

No comments:

Post a Comment