Tuesday 18 September 2007

Postur Organisasi Perencanaan Pembangunan Nasional Untuk Mewujudkan Indonesia Yang Maju, Mandiri Dan Adil Tahun 2025

A B S T R A K
Masa depan suatu bangsa akan ditentukan oleh sejauhmana bangsa itu dapat menang dalam persaingan antar bangsa-bangsa. Bappenas sebagai institusi perencanaan pembangunan harus berpola pikir strategis untuk membangun daya saing guna mewujudkan Indonesia yang maju, adil dan mandiri tahun 2025. Bappenas perlu mempunyai peran yang lebih terfokus, dengan melepaskan fungsi-fungsi yang dapat dilakukan oleh pihak lain secara lebih baik. Bappenas perlu menjadi institusi yang memfasilitasi terbentuknya gagasan-gagasan strategis untuk diolah menjadi kebijakan pemerintah jangka panjang dan menengah.
Untuk menghasilkan produk yang berkualitas maka postur organisasi Bappenas perlu menjadi lebih efisien, berorientasi pada pelayanan, terbuka, berjiwa wirausaha dan desentralistik. Koordinasi yang baik antara bagian-bagian dalam Bappenas dicapai dengan menerapkan beberapa pendekatan komunikasi, partisipasi, fasilitasi, negosiasi, dll. Koordinasi dapat berjalan baik jika ada kerjasama yang baik antar bagian di lingkungan Bappenas didukung motivasi yang kuat dari seluruh staf Bappenas untuk secara bersama-sama menunjukkan kinerja yang prima bagi masyarakat Indonesia.
Dalam membantu Presiden agar berbagai upaya semua komponen bangsa berlangsung secara terpadu, maka Bappenas perlu secara aktif menyelenggarakan dialog dengan stakeholders, tidak hanya kepada instansi pemerintah lain tetapi juga dengan pihak-pihak lebih luas, seperti dunia usaha, perguruan tinggi, pemerintah daerah, dll. Bappenas perlu didukung oleh staf dalam jumlah yang memadai dan mempunyai kualitas yang tinggi. Kualitas SDM Bappenas yang diharapkan adalah yang mampu melihat persoalan bangsa jauh ke depan, mampu memberikan alternatif untuk diputuskan atau disarankan kepada Presiden, mampu mengantisipasi tantangan yang menyebabkan visi dan rencana yang ditetapkan dapat tidak terwujud, mampu berkomunikasi dengan isntansi pemerintah lain dan masyarakat luas, dan mampu bekerjasama dalam suatu team dengan konsisten pada kebenaran namun siap mengakui kebenaran orang lain.
Budaya organisasi Bappenas yang perlu dikembangkan antara lain adalah: pemahaman bahwa Bappenas telah berperan sejak awal kemerdekaan sebagai Dewan Perancang Nasional, mempunyai pola pikir yang berskala nasional untuk menjaga keutuhan bangsa, berorientasi mikro dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, cara bekerja yang rasional berbasis data, cara berkomunikasi yang dialogis untuk menyamakan visi dan strategi, memberi peluang bagi berbagai komponen bangsa untuk berpartisipasi dalam merumuskan visi jangka panjang.
Bappenas harus memiliki nilai-nilai inti yang perlu dipahami, diakui dan diwujudkan oleh setiap staf Bappenas dalam berperilaku sehari-hari. Nilai-nilai inti Bappenas a.l.: jujur, mendorong perubahan, obyektif, berpikir positif, berwawasan global, idealis, bermotivasi tinggi, enerjetik, intelektual, mempunyai spirit untuk maju.


DAFTAR ISI

Abstrak 1
Daftar Isi 2
1. Pendahuluan 3
2. Indonesia dalam Konstelasi Persaingan Dunia 4
3. Wujud Indonesia pada Era 2025 dan Persiapan yang Harus
Dilakukan Saat Ini 8
4. Peran Pemerintah dalam Era Globalisasi 11
5. Peran Organisasi Perencanaan Pembangunan Nasional Menuju
Indonesia 2025 15
6. Postur Organisasi Perencanaan Pembangunan Nasional 16

Referensi 21
1. PENDAHULUAN
Menurut Bank Dunia (1997), perkembangan yang terjadi dalam dasawarsa terakhir menunjukkan perlunya peran pemerintah di banyak negara ditinjau kembali. Beberapa hal yang menyebabkan hal itu harus dilakukan adalah: berakhirnya ekonomi komando model Uni Soviet, mencuatnya krisis fiskal (waktu itu) di negara-negara Eropa yang sebelumnya menganut paham negara kesejahteraan (welfare state), suksesnya beberapa negara Asia seperti Singapura, Korea, Taiwan, Malaysia, yang kemudian juga China dan India bahkan Vietnam, dalam menggerakkan ekonomi dan mengurangi kermskinan, dan terjadinya keadaan darurat politik dan sosial di beberapa negara Afrika/Asia/Eropa Timur akibat tidak terpenuhinya kebutuhan paling pokok penduduknya.
Sedangkan menurut Kotler, et.al. (1997) ada enam kekuatan fundamental yang mendasari perubahan seperti itu: (1) meluasnya saling ketergantungan global; (2) meluasnya proteksionisme dan pertumbuhan blok-blok ekonomi regional; (3) transnasionalisasi dari PMA; (4) kemajuan-kemajuan pesat dalam teknologi; (5) meningkatnya konflik politik nasional; dan (6) meningkatnya masalah lingkungan.
Kekuatan-kekuatan ini mempengaruhi negara-negara yang berbeda dengan cara-cara yang berbeda pula. Hal ini selanjutnya menimbulkan pertanyaan mengenai mengapa pemerintah gagal mengatasi masalah-masalah pokok bangsanya. Jika negara-negara tersebut gagal, maka apakah ada yang salah dalam rumusan rencana pembangunannya, atau peran apakah yang harus dilakukan oleh lembaga perencanaan pembangunan.
Makalah ini memfokuskan pembahasan pada peran Bappenas sebagai lembaga perencanaan pembangunan nasional. Pada bagian pertama akan diuraikan posisi Indonesia dalam peta persaingan global, untuk menunjukkan arah kemana bangsa Indonesia harus menuju pada dekade-dekade mendatang. Kemudian akan diuraikan bagaimana peran pemerintah dalam dunia yang sudah banyak berubah seperti diuraikan diatas, dilanjutkan dengan pembahasan mengenai postur Bappenas yang perlu dilembagakan dalam rangka mempersiapkan negara dan masyarakat Indonesia menuju tahun 2025, dimana bangsa Indonesia melalui RPJPN 2005-2025 telah sepakat untuk mencapai Indonesia yang maju, adil dan mandiri.
Pemikiran ini diharapkan dapat menjadi bahan renungan bagi siapa saja yang bermaksud membenahi institusi Bappenas sebagai salah satu organ pemerintahan yang berperan memikirkan langkah-langkah besar pembangunan bangsa dan negara.

2. INDONESIA DALAM KONSTELASI PERSAINGAN DUNIA
a. Indonesia dalam Peta Persaingan Global
Dalam konstelasi persaingan dunia, pada pertengahan dekade pertama abad ini, Indonesia berada pada posisi yang terbelakang. Indonesia berada pada peringkat kedua terbawah dari 61 negara menurut kriteria daya saing bangsa-bangsa (World Competitiveness Yearbook 2006, IMD). Ada 4 faktor yang dinilai dalam ukuran daya saing antar negara ini, yaitu: kinerja ekonomi, efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis, dan kondisi infrastruktur. Sebelumnya, Indonesia pernah berada pada peringkat 47 (2002), merosot menjadi peringkat ke 57 (2003), dan terus menurun hingga tahun 2006 ini. Hal ini karena beberapa negara berhasil menunjukkan kinerja yang lebih baik dari Indonesia sedangkan Indonesia justru menurun kinerjanya karena masalah-masalah politik ekonomi dalam negeri.
Dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia juga tertinggal cukup jauh. Negara tetangga, Singapura, tercatat sebagai negara berdaya saing paling tinggi ketiga dalam survei IMD tersebut. Sedangkan Malaysia berada pada peringkat 23, dan Filipina yang kerap mengalami gejolak politik berada pada peringkat 49. Jadi Indonesia dikelilingi oleh negara-negara yang sukses membangun ekonomi bangsanya.[1] Ini menyebabkan timbulnya pertanyaan: mengapa Indonesia tidak berhasil mencapai kemajuan ekonomi yang berarti seperti negara-negara tetangga?[2]

b. Masalah-masalah Mendasar Bangsa Indonesia
Saat ini, Indonesia menghadapi masalah-masalah mendasar yang menyebabkan tingkat kemajuan ekonominya lebih rendah daripada negara-negara sekitarnya. Tingkat stabilitas ekonomi nasional berkisar pada angka di atas 6%, misalnya inflasi selama tahun 2006 tercatat 8%. Sedangkan inflasi tahun 2005 mencapai angka yang sangat tinggi, yaitu 17%, akibat kebijakan penaikan harga BBM.[3]
Indonesia masih harus menghadapi masalah trade off antara inflasi dan nilai tukar dengan tingkat suku bunga.[4] Akibatnya tingkat pertumbuhan ekonomi berada pada tingkat 5-6%, sementara negara-negara lain dapat mencapai kemajuan ekonomi diatas 8%.[5] Pertumbuhan ekonomi yang rendah itu selama ini karena ekonomi Indonesia hanya didorong oleh sektor jasa-jasa seperti sektor pengangkutan dan komunikasi, konstruksi, keuangan, dan jasa-jasa lain. Sedangkan sektor penghasil barang yang memberi nilai tambah tinggi secara luas kepada banyak tenaga kerja, seperti industri, pertanian dan pertambangan, menunjukkan pertumbuhan yang rendah.[6]
Kinerja perdagangan dunia Indonesia sejak pada awal dekade ini lebih banyak disebabkan oleh melonjaknya harga komoditas ekspor berbasis sumber daya alam di pasar dunia. Kinerja ekspor Indonesia saat ini masih tergantung pada faktor harga komoditas tingkat dunia. Hal ini menyebabkan mudahnya perekonomian Indonesia mengalami fluktuasi jangka pendek yang berakibat langsung pada kesejahteraan masyarakat karena tingkat tabungan yang rendah.[7] Nilai ekspor yang menjadi target untuk tahun 2007 adalah 100 miliar dollar AS, namun angka ini masih lebih rendah dari negara-negara lain yang ekspornya sudah tinggi sejak lama.[8] Ditinjau lebih dalam, untuk mengenali kekuatan dan kelemahan Indonesia pada dekade ini, pangsa sektor industri manufaktur ternyata menurun, sedangkan tambang, migas, dan pertanian, sektor-sektor berbasis sumber daya alam yang tidak mempunyai nilai tambah tinggi, justru meningkat. Rendahnya pertumbuhan sektor manufaktur, terkait dengan bahan baku yang masih tergantung dari luar negeri.[9] Di pihak lain, barang konsumsi terus menyerbu pasar dalam negeri, menambah kesulitan industri lokal.[10]
Di pasar global, produk Indonesia pada awal dekade 2010an ini juga masih kalah bersaing dengan produk-produk dari China, Vietnam, India bahkan Banglades dan negara-negara ekonomi kecil lain. Salah satu akibat dari pertumbuhan ekonomi yang rendah adalah angka pengangguran yang tinggi, lebih dari 10% dari total jumlah tenaga kerja pada pertengahan dekade sekarang ini.
Indonesia juga menghadapi masalah pengangguran yang berat. Statistik menunjukkan bahwa pencari kerja ini berjumlah 11 juta orang (2006), lebih dari 6 juta orang diantaranya berada di perkotaan, dan sebagian besar berada di Jawa. Jumlah ini setiap tahun semakin bertambah jika ekonomi hanya tumbuh hanya 5-6 persen per tahun.

c. Memahami Kemajuan Pesaing Utama Indonesia
Sebagai negara berpenduduk banyak, Indonesia mempunyai potensi besar untuk tumbuh menjadi negara besar seperti India dan China. Kedua negara ini kini menjadi negara yang sangat prospektif menjadi negara maju dari Asia karena mempunyai visi masa depan yang jelas dan dilakukan secara konsisten. India adalah negara yang telah berhasil mewujudkan visinya menjadi negara pelaku bisnis tingkat dunia. Di bidang ini, pemain bisnis teknologi informasi dari banyak negara maju membuka usahanya di India, khususnya di Bangalore untuk memanfaatkan tenaga ahli teknologi informasi (TI) yang berlimpah dan berupah lebih murah. Di bidang manufaktur, kemajuan India ditunjukan oleh perusahaan baja Mittal Steel yang mengakuisisi banyak perusahaan baja di berbagai negara, sehingga menjadikannya perusahaan baja terbesar di dunia.
India adalah contoh kisah sukses negara Asia yang mempunyai visi yang jelas, yang dirancang oleh pemimpin dan sekelompok perencana dan pemikir. India melakukan liberalisasi dengan meregulasi License Raj pada tahun 1991. Hal itu dan langkah-langkah terencana lain menyebabkan pada periode tahun 2003-2005 pertumbuhan ekonomi India meningkat menjadi 8 persen. Visi dan strategi India bergerak dari strategi outsourcing menjadi strategi pembangunan TI yang kemudian terbukti dibutuhkan oleh bangsa-bangsa di dunia.
Sedangkan China. sejak Deng Xiaoping mencanangkan perubahan sistem ekonomi di tahun 1978, telah beralih dari high centrally planned economy ke managed market economy. Pendorong kemajuan China secara masif adalah kebijakan ekonomi berorientasi pasar yang dilakukan secara konsisten, terciptanya stabilitas politik dalam negeri dengan mempertahankan sistem satu partai, pengembangan sumber daya manusia yang terarah, dan birokrasi yang ramah terhadap bisnis. China pada mulanya menerapkan cost leadership strategy untuk menghasilkan produk jauh lebih murah dari produk buatan negara manapun. Strategi ini menjadikan produk China membanjiri pasar dunia. Dengan laba ekspor yang menumpuk, China kemudian melakukan banyak hal untuk membuat iklim bisnis menjadi sangat kondusif. Di bidang infrastruktur, misalnya, China membangun 20 zona ekonomi khusus dengan prasarana modern sehingga menjadi mesin pertumbuhan ekonomi negara.
Selain India dan China, negara pesaing utama Indonesia adalah Malaysia dengan sektor manufakturnya yang sudah lebih lanjut dibandingkan Indonesia, dan Jepang serta Korea Selatan yang sudah jauh bergerak menuju perekonomian berbasiskan industri jasa modern di samping industri manufaktur.

3. WUJUD INDONESIA PADA ERA 2025 DAN PERSIAPAN YANG HARUS DILAKUKAN SAAT INI
Indonesia harus berupaya membangun daya saing tinggi agar berhasil mensejajarkan posisinya dengan negara-negara sekelas seperti China dan India dan negara-negara pesaing terdekat yaitu Malaysia dan Thailand. Daya saing produk sektor industri di pasar dalam negeri maupun di pasar dunia harus ditingkatkan. Hal ini menuntut masalah-masalah suku bunga, biaya ekonomi tinggi, perburuhan, perpajakan, penyelundupan, dan sebagainya untuk diatasi terlebih dahulu. Diversifikasi produk dan pasar ekspor perlu dilakukan secara sistematis. Produk-produk hasil kerajinan rakyat perlu menembus pasar internasional, sebagaimana produk-roduk China dapat masuk ke seluruh pelosok negeri di Indonesia. Dengan cara-cara demikian maka Indonesia dapat meningkatkan pendapatan rakyat secara signifikan
Untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain, maka ekonomi Indonesia tersebut harus berbasiskan knowledge, dengan teknologi yang innovatif agar berbeda dengan produk sejenis yang dibuat oleh China, India, Malaysia, Thailand, dll. Pola ekonomi yang berbasis sumber daya alam (pertanian dan pertambangan tanpa mengalami pengolahan) harus diubah menjadi pola perekonomian berbasis pengetahuan. Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi maka pemerintah harus menciptakan kondisi sehingga R&D dilakukan oleh segenap perusahaan (swasta dan BUMN) dan juga oleh penduduk secara perorangan.[11]
Indonesia perlu memiliki visi yang lebih jelas di bidang pembangunan ekonomi. Visi strategis suatu bangsa harus diterjemahkan ke dalam garis-garis pedoman yang pragmatis dan konkrit untuk mengidentifikasi kebijakan yang spesifik untuk memperbaiki daya saing. Menurut Porter (1990), daya saing suatu bangsa terdiri dari daya saing mikro dan daya saing internasional. Daya saing mikro (keunggulan kompetitif) adalah kemampuan perusahaan-perusahaan domestik untuk menjual produk-produknya dalam pasasan global, berdasarkan daya tarik relatif dari harga dan mutu dibandingkan dengan pesaing asing mereka. Perusahaan yang mampu beroperasi dengan biaya rendah, termasuk tenaga kerja murah dan sumber daya alam yang melimpah, memiliki keunggulan kompetitif karena mereka bisa lebih bersaing dalam harga.
Di pihak lain, daya saing internasional suatu bangsa (keunggulan komparatif), menunjuk pada kemampuannya untuk mencapai penghasilan faktor yang tinggi dalam perekonomian global. Bila suatu bangsa bersaing hanya berdasarkan keunggulan tenaga kerja murah, maka bangsa itu harus mempertahankan agar tingkat upah dan kondisi hidup tenaga kerjanya selalu rendah. Karenanya, tujuannya bukanlah semata-mata ikut serta dalam perdagangan internasional tetapi ikut serta dengan tingkat, upah yang tinggi atas dasar keunggulan produktivitas, layanan, mutu, dan inovasi. Dalam hal ini kebijakan publik dapat memainkan peranan yang terpadu.
Pemerintah dengan demikian perlu menetapkan posisi Indonesia yang akan dikejar berdasarkan potensi keunggulan kompetitif dan komparatifnya, sebagaimana India menjadi pemimpin industri TI atau China menjadi negara pemasok produk murah. Indonesia perlu menetapkan visi menjadi negara maju berbasis produk olahan pertanian dan kelautan. Indonesia juga dikenal mempunyai keahlian membuat barang kerajinan dengan kualitas tinggi. Tidak semua bangsa memiliki kemampuan membuat barang dengan kandungan seni yang tinggi. Oleh karena itu Indonesia dapat menjadi penyumbang desain utama dunia untuk aneka produk kebutuhan rumah. Indonesia perlu tidak ketinggalan dari negara-negara Asia seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina yang sedang beranjak ke produk-produk berteknologi kompleks agar bernilai tambah tinggi. Singapura dan Korea Selatan telah mengarah pada teknologi informasi dan perancangan produk. Indonesia dapat mengungguli negara-negara itu dengan desain produk bernilai seni tinggi. Ini adalah kontribusi Indonesia pada ekonomi dunia.
Indonesia juga perlu dikenal dunia sebagai pemilik destinasi wisata yang indah di dunia, dengan Bali sebagai ikon. Indonesia dapat menjadi one stop shopping bagi wisatawan dunia karena variasi potensi wisatanya, a.l. budaya, alam (khususnya eco tourism), kuliner, religi, dll.
Pemerintah harus membuat tenaga kerja Indonesia dapat bersaing dengan tenaga kerja dari Vietnam, India, China, atau Sri Lanka. Untuk dapat menjadi negara sekelas China dan India, maka bangsa Indonesia perlu menghapuskan berbagai faktor penghambat kemajuan, seperti birokrasi pemerintah yang tidak efisien, infrastruktur yang tidak memadai, peraturan usaha yang tidak sensitif pada keperluan berusaha, korupsi yang luas, kualitas sumber daya manusia yang terbatas, dan instabilitas sosial politik.
Berbagai peraturan yang mendukung pertumbuhan ekonomi perlu ditetapkan sejak saat ini, agar setiap unit usaha Indonesia, besar maupun kecil, dapat bersaing di tingkat dunia. Pemerintah perlu membuat undang-undang yang menyangkut perkembangan sektor riel dan membenahi peraturan yang kontradiktif satu sama lain, yang menjelang akhir dekade awal ini masih ada walaupun sejak lama sudah dikenal luas. UU ini dibutuhkan untuk mendukung perkembangan iklim usaha di tengah kondisi yang masih menyulitkan, akibat menurunnya daya beli masyarakat, ekonomi biaya tinggi, birokrasi yang berbelit-belit dan hambatan investasi di daerah melalui perda-perda retribusi saat ini.
Untuk mempersiapkan bangsa Indonesia di masa depan, pemerintah sejak sekarang perlu mengakomodasi riset sebagai dasar maupun arah dari pengambilan kebijakan utamanya di sektor riil.[12] Keterbatasan dana seharusnya menjadi faktor pendorong dilakukannya kajian ini, bukan sebaliknya. Kelemahan kebijakan pemerintah yang tidak berdasar pada knowledge yang mendasar dibuktikan dengan banyaknya peraturan pemerintah daerah yang menghambat laju perekonomian daerah itu sendiri bahkan secara nasional. Hasil lembaga riset maupun institusi perguruan tinggi tidak boleh diabaikan oleh pengambil kebijakan karena hal itu dapat memperlemah daya saing nasional, yang berdampak pada semakin tidak berkembangnya industri lokal.
Pemerintah perlu merumuskan kebijakan-kebijakan strategis yang mengkondisikan agar setiap industri berskala tertentu melakukan riset teknologi dan kemudian melaksanakannya. Aspek legal perlindungan terhadap hasil penemuan harus diperkuat, untuk menghindari pembajakan oleh penduduk negara lain. Hasil kajian riset dari berbagai lembaga harus dapat dimanfaatkan oleh perusahaan besar maupun kecil maupun individu secara bertanggung jawab agar membawa manfaat bagi seluruh penduduk Indonesia.

4. PERAN PEMERINTAH DALAM ERA GLOBALISASI
Dalam menghadapi era persaingan yang lebih keras pada tahun 2020an yad. maka pemerintah dari setiap negara mempunyai peran yang penting. Tanpa peran pemerintah yang tepat, maka suatu bangsa akan menghadapi masalah yang lebih besar lagi karena tantangan yang semakin berat. Sebelum membahas peran apa yang dapat dan perlu dilakukan oleh pemerintah dalam mengantarkan bangsanya menuju era persaingan di dekade-dekade mendatang, terlabih dahulu penulis akan membahas faktor-faktor penentu keberhasilan pemerintah.

a. Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Pemerintahan
Ditunjukkan oleh riset Bank Dunia yang disinggung pada bagian awal, bahwa faktor penentu nasib yang berbeda-beda dari banyak negara tersebut adalah ketidakefisiensian pemerintah dalam menjalankan urusannya. Pemerintahan yang efisien amat vital bagi tersedianya barang dan jasa untuk warga negaranya serta bagi terselenggaranya pembangunan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan. Peran dasar pemerintah ini bukan tidak disadari oleh mereka yang sedang berkuasa, namun cara menyelenggarakan fungsi itu yang berbeda-bedalah yang menyebabkan terjadinya perbedaan nasib suatu negara. Menurut Bank Dunia, ada dua strategi yang perlu dilakukan oleh pemerintah negara-negara berkembang dan juga negara maju agar dapat lebih efisien. Yang pertama adalah menyesuaikan peran pemerintah dengan kemampuannya. Saran ini terutama ditujukan kepada negara-negara yang pemerintahnya mudah mengeluarkan anggaran pendapatannya (dan berbagai sumber) maupun kepada pemerintah yang tidak disiplin dalam menggunakan dana yang dimilikinya.[13]
Yang kedua adalah meningkatkan kemampuan pemerintah dengan menyegarkan institusi publiknya. ini artinya pemerintah perlu mengkaji ulang aturan-aturan yang mendistorsi mekanisme pasar, mengurangi kegiatan yang menyimpang dari peran dasar kepemerintahan, mengukur tingkat kegunaan dari setiap program pemerintah, memasukkan unsur persaingan dalam meningkatkan produktivitas, atau mengajak dunia usaha dan masyarakat menangani masalah-masalah bersama.[14]

b. Peran Pemerintah di Masa Depan
Pemerintah semakin disadari tidak mampu melakukan banyak peran dan oleh sebab itu harus memilih kegiatan apa yang perlu dan dapat ditanganinya, dan selebihnya ditangani bersama masyarakat. Kewajiban pemerintah, menurut Bank Dunia, hanyalah 5 hal: (1) menjaga ketertiban, (2) menstabilkan ekonomi, (3) membangun prasarana dan sarana dasar, (4) menyantuni kaum lemah dan (5) melestarikan lingkungan. Banyak pemerintah menganggap remeh kewajiban pertama dan kedua tersebut, yaitu ketertiban dan keamanan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Hampir 80 persen dari pengusaha yang diwawancara di Amerika Latin, Sub-Sahara Afrika, dan Asia Timur oleh Bank Dunia menganggap bahwa pemerintahnya telah tidak mampu melindungi diri mereka dan harta miliknya dari tindakan kriminal. Sebanyak 70 persen menyatakan bahwa ketidakpercayaan terhadap lembaga pengadilan adalah masalah utama dalam menjalankan usaha.
Kekurang-percayaan terhadap sikap pemerintah yang adil kepada semua pihak menyebabkan pengusaha mencari cara-cara informal yang tidak produktif atau menyingkir dari negara itu. Di Indonesia saat ini dan di masa depan, kedua hal tersebut masih merupakan kewajiban pemerintah yang utama. Pemerintah yang tidak kredibel mempunyai ongkos sendiri. Berbagai survei membuktikan bahwa pertumbuhan GDP per kapita mempunyai korelasi positif dengan indeks kredibilitas pemerintah. Ketidak-tertiban yang sudah parah akan sulit ditanggulangi, namun bukan tidak mustahil dapat dikendalikan.
Selanjutnya pemerintah yang akan berhasil menghadapi persaingan di masa depan adalah pemerintah yang mentransformasi diri sehingga mempunyai ciri-ciri wirausaha dalam menjalankan peranannya. Prinsip dari pemerintah yang berjiwa wirausaha adalah: (1) mengarahkan dan bukan mengayuh, (2) milik masyarakat, (3) kompetitif, (4) berorientasi misi, (5) hasil, dan (6) pelanggan; (7) menghasilkan pendapatan, (8) antisipatif, (9) terdesentralisasi, dan (10) berorientasi pasar.[15] Jika sikap wirausaha ini dapat ditanamkan dalam organisasi publik, maka melaksanakan peran-peran pemerintah sebagaimana diuraikan sebelumnya akan menjadi lebih efektif, yaitu mencapai sasarannya yaitu mensejahterakan kehidupan warga negaranya.

c. Tantangan Pemerintah dalam Menjalankan Peran Baru
Lebih dari sekedar menjadi pemerintah yang baik, pemerintah juga perlu menjadi lebih pintar dalam era persaingan global yang semakin keras sekarang ini. Tujuannva adalah untuk menyiapkan pengusaha-pengusaha nasional menjadi pemain yang handal di pasar global, lebih-lebih di pasar lokal. Beberapa hal pokok yang perlu dilakukan pemerintah adalah sebagai berikut.
Pertama, mendorong penguasaan teknologi informasi dengan membeli, meminta atau bekerjasama dengan pihak-pihak yang telah menguasainya.[16] Dengan jumlah penduduk yang besar, tersebar di ribuan pulau, sumber alam yang dimiliki, Indonesia mempunyai posisi bargaining yang cukup tinggi untuk berkembang menjadi negara maju jika teknologi informasi tersebar luas. Kedua, adalah menyebarluaskan hasil-hasil riset (dari dalam maupun luar negeri) agar dapat digunakan langsung untuk membuat produk baru atau yang lebih baru, yang bernilai ekonomis dan strategis. Ketiga, adalah mendorong perkembangan industri strategis tertentu dengan memberikan bantuan tangible and intangible yang terencana, dikaitkan dengan prestasi ekspor, dan dipantau dengan tingkat kinerjanya. Keempat, memperkuat posisi pengusaha-pengusaha lokal kelas menengah-bawah agar secara kolektif pangsa pasarnya di dalam negeri meningkat, tanpa membuat mekanisme tata niaga baru yang dalam jangka panjang malah membuat mekanisme pasar tidak berlangsung. Kelima, ikut aktif mendampingi pengusaha-pengusaha nasional menghadapi perang dagang yang terbuka maupun tersembunyi dengan pengusaha-pengusaha intemasional, yang secara de facto memiliki pengalaman dan kemampuan yang lebih dalam menyusun strategi-strategi bisnis didukung oleh pemerintah mereka secara terselubung maupun terang-terangan. Upaya ke dua sampai ke lima tersebut dilaksanakan dalam kerangka pengembangan klaster industri sebagaimana digagas dan dipromosikan oleh Michael Porter.[17]
Selanjutnya agar pemerintah dapat lebih efisien berperan maka perlu ada kerjasama antara berbagai pihak di negara itu: pemerintah dengan swasta, pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antarpemerintah daerah, antarpemerintah kota, antara pemerintah itu dengan pemerintah negara lain, antara swasta-swasta, antara pemerintah-swasta-masyarakat, dan lain-lain. Jaringan kerjasama ini merupakan sumber penting untuk mendapatkan informasi dan teknologi, kepercayaan, aliran dana, dll. yang akan bermanfaat untuk menyelesaikan sesuatu masalah, menembus pasar ekspor, mencapai kemajuan seperti yang dicapai pihak lain, dan lain-lain.
Di waktu-waktu mendatang peran pemerintah perlu semakin nyata hadir di masyarakat, namun hal itu harus dilakukan secara terencana dan penuh perhitungan agar efektif, tanpa bermaksud menjadi penentu atau pengarah seperti yang selama ini dilakukan.
Dalam era persaingan global pemrintah harus menyiapkan pengusaha-pengusaha nasional menjadi pemain yang handal di pasar global, lebih-lebih di pasar lokal. Untuk ini banyak yang perlu dilakukan di Indonesia, antara lain: mendorong penguasaan teknologi di semua bidang, menyebarluaskan hasil-hasil riset (dari dalam maupun luar negeri) sambil mencari cara-cara pemanfaatannya, mendorong perkembangan industri strategis tertentu dengan memberikan bantuan tangible and intangible yang terencana, memperkuat posisi pengusaha-pengusaha lokal kelas menengah-bawah agar secara kolektif pangsa pasarnya di dalam negeri meningkat, ikut aktif mendampingi pengusaha-pengusaha nasional menghadapi perang dagang yang terbuka maupun tersembunyi.

5. PERAN ORGANISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL MENUJU INDONESIA 2025
Sebagai institusi yang bertanggung jawab pada perencanaan bagi pemerintahan dari suatu negara yang demokratis, dengan sistem pemerintahan yang desentralistik, maka organisasi perencanaan pembangunan nasional (selanjutnya disebut Bappenas) akan harus mempunyai peran yang berbeda dari peran yang dijalakannya pada saat ini.
Sejalan dengan fungsi pemerintah yang bergeser dari pelaksana menjadi pengarah, maka peran Bappenas juga menyesuaikan dengan peran pemerintah itu. Bappenas perlu menjadi institusi yang merumuskan tindakan-tindakan pokok pemerintah sebagai pengarah dari kegiatan-kegiatan utama yang dilakukan oleh pemerintah sendiri, pada berbagai tingkatan, dan masyarakat, khususnya dunia usaha. Bappenas perlu memberi masukan kepada Presiden, mengenai hal-hal apa yang sudah harus dilepaskan ke tangan masyarakat, dan sebaliknya menyarankan hal-hal apa yang harus dilakukan secara lebih intensif lagi oleh pemerintah. Terhadap hal-hal yang menjadi urusan pemerintah, maka Bappenas perlu merumuskan kebijakan-kebijakan strategis yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam jangka menengah.
Masa depan suatu bangsa akan ditentukan oleh sejauhmana bangsa itu dapat memenangkan dalam persaingan antar bangsa-bangsa, maka Bappenas perlu menjadi institusi yang dapat memberi masukan strategis dan berkualitas kepada Presiden selaku pengambil kebijakan utama bangsa. Masukan oleh Bappenas itu harus berdasar pada pengetahuan yang mendalam, karena persaingan masa depan adalah persaingan berbasis pengetahuan bukan berbasis endowments semata-mata. Oleh sebab itu Bappenas perlu mengutamakan fungsi perencanaan yang strategis daripada perencanaan yang lebih rutin dan berjangka pendek.
Untuk menyiapkan Indonesia memasuki dekade 2020an maka Bappenas harus melakukan transformasi dari lembaga penyusun rencana jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek (tahunan) menjadi lembaga perumus tindakan strategis bangsa dalam jangka menengah berdasarkan pandangan jangka panjang. Sedangkan fungsi perencanaan tahunan perlu diserahkan kepada institusi pelaksana pembangunan (departemen dan lembaga/badan) bersama Departemen Keuangan.
Bappenas perlu menyerahkan fungsi pemantauan pelaksanaan pembangunan kepada institusi yang khusus dibentuk untuk itu (semacam BPKP namun untuk kegiatan implementasi pembangunan). Dengan demikian Bappenas benar-benar hanya berfungsi memikirkan tindakan-tindakan strategis yang harus dilakukan oleh pemerintah bersama masyarakat (khususnya dunia usaha dan lembaga penelitian) dengan tujuan menjaga agar bangsa Indonesia tidak kalah bersaing dengan bangsa-bangsa lain.
Bappenas juga perlu melepaskan fungsi koordinasi perencanaan pembangunan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sesuai dengan tujuan utama kebijakan desentralisasi yang dituangkan dalam UU 32/2004, maka Bappenas perlu memberi kebebasan sepenuhnya kepada setiap pemerintah daerah untuk merencanakan aktivitas pembangunan daerahnya sendiri-sendiri. Sedangkan untuk urusan-urusan yang menjadi kewenangan pusat, maka Bappenas perlu mempunyai kewenangan untuk menentukan dapat tidaknya usulan kebijakan dan program serta kegiatan utama jangka menengah dilaksanakan oleh instansi teknis. Hal ini untuk menjaga keselarasan antara rencana strategis pembangunan bangsa dengan rencana tindak instansi pelaksana pembangunan pusat.
Dalam menjalankan fungsi yang baru tersebut, Bappenas perlu mengikutsertakan lebih banyak pihak dalam merumuskan rencana-rencana strategis. Dunia usaha, perguruan tinggi/lembaga riset, masyarakat profesional, dll. perlu mendapat kesempatan secara formal untuk membahas rencana tindak sebelum ditetapkan sebagai kebijakan nasional oleh Presiden. Dengan demikian, Bappenas berfungsi sebagai institusi yang memfasilitasi terbentuknya gagasan-gagasan strategis untuk diolah menjadi kebijakan pemerintah.
Peran Bappenas akan diakui oleh Presiden selaku konsumen utama produk Bappenas dan oleh masyarakat luas jika produk-produk Bappenas berkualitas, disampaikan pada waktu yang tepat, tidak ada produk-produk pengganti, dikomunikasikan secara efektif.

6. POSTUR ORGANISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
a. Pola Koordinasi dan Integrasi antar Bidang dan Fungsi Pembangunan di dalam Organisasi
Sebagaimana diuraikan di bagian terdahulu, peran pemerintah yang sesuai dengan tuntutan masa depan adalah efisien, berorientasi pada pelayanan, terbuka, berjiwa wirausaha dan desentralistik. Maka Bappenas sebagai organisasi perencanaan pembangunan nasional yang merupakan bagian dari pemerintah juga harus menunjukkan peran yang sama. Untuk menghasilkan suatu produk rencana strategis yang berkualitas, maka Bappenas harus mampu memadukan berbagai elemen yang ada dalam organisasinya secara terpadu. Koordinasi yang baik antara bagian-bagian dalam Bappenas (yang juga mencerminkan fungsi-fungsi pembangunan) merupakan kondisi yang diperlukan agar peran sebagai lembaga perencanaan nasional dapat terlaksana secara efisien. Koordinasi yang baik dicapai dengan menerapkan satu atau beberapa pendekatan sesuai dengan situasi yang dihadapi. Beberapa pendekatan tersebut adalah: komunikasi, partisipasi, fasilitasi, negosiasi, manipulasi, dan koersi.[18]
Pendekatan komunikasi dilakukan dengan memberikan informasi tentang kebijakan yang ditetapkan, disertai alasan-alasan yang rasional, dengan cara seminar, diskusi atau komunikasi informal seperti coffee morning sebagaimana yang sudah berlangsung di Bappenas. Partisipasi dilakukan dengan mengajak bagian-bagian dalam organisasi Bappenas, terutama yang resisten terhadap kebijakan yang ditetapkan, untuk terlibat memikirkan dan mengambil keputusan. Komitmen dari kelompok yang lebih luas diperlukan agar pihak-pihak yang resisten kemudian bersedia melakukan misi utama Bappenas. Bilamana diperlukan, maka kepada bagian-bagian yang sulit untuk dikoordinasi difasilitas untuk melakukan perubahan sikap sehingga bersedia mematuhi kebijakan yang ditetapkan. Jika koordinasi masih sulit dilakukan maka proses negosiasi dengan dapat diselenggarakan secara formal atau informal. Cara-cara lain dapat dilakukan jika masalah koordinasi akan menyebabkan fungsi utama Bappenas tidak bisa berjalan.
Koordinasi dapat berjalan baik jika ada kerjasama yang baik antar bagian di lingkungan Bappenas. Kerjasama yang baik didukung motivasi yang kuat dari seluruh staf Bappenas untuk secara bersama-sama menunjukkan kinerja yang prima bagi masyarakat Indonesia. Dari sisi staf, motivasi untuk bekerjasama muncul dari keinginan untuk mengabdi kepada negara melalui organisasi pemerintah yaitu Bappenas, untuk mendapatkan pekerjaan yang menyenangkan, untuk memperoleh gaji yang memadai, dll. Motivasi ini perlu mendapat perhatian dari manajemen Bappenas.

b. Pola Koordinasi dan Integrasi antar Bidang dan Fungsi Pembangunan dengan Pemangku Kepentingan
Koordinasi yang baik dengan stakeholders juga diperlukan agar visi pembangunan jangka panjang yaitu membangun Indonesia yang maju, mandiri dan adil terwujud. Koordinasi dengan pihak-pihak lain tentunya merupakan tugas dan kewenangan Presiden, walau demikian Bappenas dapat berperan agar koordinasi tersebut dapat berjalan baik. Dalam hal ini Bappenas perlu menyediakan informasi yang lengkap mengenai visi Indonesia 2025 tersebut, serta sasaran-sasaran yang akan dituju. Bappenas juga perlu menginformasikan posisi Indonesia saat ini, sebagaimana yang dibahas di bagian terdahulu, serta konsekunsi yang dihadapi jika semua komponen bangsa, khususnya instansi-instansi pelaksana jika tidak bertindak secara tidak terkoordinasi. Informasi yang perlu disampaikan kepada pihak-pihak lain tersebut juga termasuk data, kemajuan-kemajuan yang telah dicapai negara-negara lain, visi jangka panjang yang akan mereka tuju, dsb.
Dalam membantu Presiden agar berbagai upaya semua komponen bangsa berlangsung secara terpadu, maka Bappenas perlu secara aktif menyelenggarakan dialog dengan stakeholders, tidak hanya kepada instansi pemerintah lain tetapi juga dengan pihak-pihak lebih luas, seperti dunia usaha, perguruan tinggi, pemerintah daerah, dll. Dialog tidak berhenti dengan selesainya RPJPN, namun berlangsung terus sehingga visi Indonesia 2025 menjadi visi bersama. Indikator bahwa visi Indonesia 2025 telah menjadi shared vision adalah jika setiap instansi pemerintah dan non-pemerintah mempunyai pandangan yang sama dan dapat menjelaskan secara tepat apa visi bersama tersebut.[19]

c. Kuantitas dan Kualitas SDM Bappenas
Untuk dapat mewujudkan visi Indonesia yang maju, adil dan mandiri pada tahun 2025, maka Bappenas perlu didukung oleh staf dalam jumlah yang memadai dan mempunyai kualitas yang tinggi. Jumlah staf yang perlu dimiliki Bappenas tidak harus banyak, karena Bappenas tidak harus melakukan semua pekerjaan perencanaan secara sendiri, namun dapat dioutrsourcingkan kepada BPS, LIPI, perguruan tinggi, dsb. Bappenas cukup mempunyai staf dalam jumlah 60-100 orang, namun dengan kualitas yang prima. Kualitas SDM Bappenas yang diharapkan adalah yang mampu melihat persoalan bangsa jauh ke depan, mampu memberikan alternatif untuk diputuskan atau disarankan kepada Presiden, mampu merumuskan solusi secara cepat dengan menggunakan peralatan teknologi maju, mampu mengantisipasi tantangan yang menyebabkan visi dan rencana yang ditetapkan dapat tidak terwujud, mampu berkomunikasi dengan instansi pemerintah lain dan masyarakat luas, seperti KADIN, perguruan tinggi, pemerintah daerah, dll; mampu bekerjasama dalam suatu team dengan konsisten pada kebenaran namun siap mengakui kebenaran orang lain.

d. Budaya Organisasi Bappenas
Budaya organisasi Bappenas adalah norma-norma perilaku, sosial dan moral yang mendasari setiap tindakan di lingkungan Bappenas dan dibentuk oleh kepercayaan, sikap, dan prioritas staf Bappenas.[20] Budaya organisasi terbentuk oleh elemen-elemen budaya yang dapat dikelompokkan dalam budaya yang terlihat dan budaya tidak terlihat. Elemen-elemen dalam budaya terlihat adalah: lambang, slogan, ritual, kegiatan protokoler, cara berperilaku termasuk cara berbusana. Sedangkan elemen-elemen dalam budaya tak terlihat adalah antara lain: nilai-nilai pokok, filosofi, asumsi, kepercayaan, proses berpikir dan bekerja, dan sejarah organisasi. Bappenas sebagai organisasi yang berorientasi pada kemajuan telah memiliki sebagian dari elemen-elemen budaya organisasi tersebut. Namun beberapa elemen belum ada atau belum dikenal oleh setiap staf Bappenas.
Budaya organisasi Bappenas yang perlu dikembangkan antara lain adalah: pemahaman bahwa Bappenas telah berperan sejak awal kemerdekaan sebagai Dewan Perancang Nasional, kemudian menjadi Bappenas dengan menghasilkan Repelita-Repelita yang telah berhasil mengantarkan Indonesia menjadi salah satu negara berkembang yang dihormati dari segi ekonomi dan politik internasional, pola pikir Bappenas yang berskala nasional untuk menjaga keutuhan bangsa namun berorientasi mikro dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, cara bekerja yang rasional berbasis data, cara berkomunikasi yang dialogis untuk menyamakan visi dan strategi, memberi peluang bagi berbagai komponen bangsa untuk berpartisipasi dalam merumuskan visi jangka panjang.
Secara keseluruhan Bappenas perlu menampilkan bentuk organisasi yang mengarahkan potensi bangsa untuk mencapai tujuan jangka panjang, bertanggung jawab pada Presiden maupun kepada masyarakat, mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi bangsa, dan terlibat aktif membangun daya saing bangsa.
Sedangkan budaya organisasi terlihat yang dapat dikembangkan oleh Bappenas adalah sebuah slogan seperti berikut.[21]
Datanglah kepada rakyat
Hiduplah bersama rakyat
Belajarlah dari rakyat
Rencanakanlah bersama rakyat
Bekerjalah bersama rakyat
Mulailah dengan apa yang diketahui rakyat
Bangunlah apa yang dimiliki rakyat
Ajarilah dengan contoh
Belajarlah dengan bekerja


e. Nilai-nilai Inti Bappenas
Untuk dapat berfungsi secara maksimal sebagai lembaga perencanaan pembangunan nasional yang berperan merumuskan tindakan-tindakan strategis mencapai masyarakat maju, adil dan mandiri pada tahun 2025, maka Bappenas harus memiliki nilai-nilai inti yang perlu dipahami, diakui dan diwujudkan oleh setiap staf Bappenas dalam berperilaku sehari-hari. Nilai-nilai inti Bappenas diusulkan sebagai berikut: jujur, mendorong perubahan, obyektif, berpikir positif, berwawasan global, idealis, bermotivasi tinggi, enerjetik, intelektual, mempunyai spirit untuk maju. Nilai-nilai inti Bappenas tersebut diyakini akan menjadikan Bappenas menjadi organisasi pemerintah yang menyelesaikan masalah, membawa perubahan yang positif bagi bangsa Indonesia, dan menjadi bawahan sekaligus mitra yang dapat diandalkan oleh Presiden.

--o0o--



REFERENSI
Deepa Narayan (ed), Empowerment and Poverty Reduction, 2002.
Hartarto Sastrosoenarto, Industrialisasi serta Pembangunan Sektor Pertanian dan Jasa Menuju Visi Indonesia 2030, Gramedia Pustaka Utama, 2006.
Kotler, Philip, et.al., Pemasaran Keunggulan Bangsa (terjemahan), Prenhallindo, 1997.
Muhammad Najib, Mencoba Mewujudkan Indonesia yang Lebih Demokratis melalui Perencanaan Pembangunan Bersama Masyarakat, dalam Haryo Winarso et.al. (ed), Pemikiran dan Praktek Perencanaan dalam Era Transformasi di Indonesia, 2002.
Osborne, David dan Ted Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi, Mentransformasi Semangat Wirausaha ke dalam Sektor Publik (terjemahan), PPM, 1992.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025.
Rhenald Kasali, Change !, Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Porter, Michael E., The Competitive Advantages of Nations, 1990.
World Bank, The Quality of Growth, 2000.
World Bank, The State in a Changing World, 1997.


[1] Ekonomi menjadi indikator kemajuan bangsa, namun tidak berarti hal-hal lain (seperti budaya dan politik) dari kehidupan bangsa tidak penting. Pada umumnya, tingkat kemajuan ekonomi sejalan dengan kemajuan pada bidang-bidang lain.
[2] Penilaian terburuk Indonesia adalah terutama pada kinerja ekonomi dan kualitas infrastruktur. Sedangkan aspek infrastruktur yang dinilai adalah kualitas infrastruktur dasar, infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi, dan infrastruktur kesehatan dan lingkungan. Dalam kinerja ekonomi, hasil survei yang rendah untuk Indonesia terkait dengan kinerja industri manufaktur yang lemah. Kinerja perdagangan dunia (ekspor-impor) menunjukkan kinerja cukup baik karena terbantu oleh harga produk pertanian dan pertambangan yang sedang membaik.
[3] Sebagai perbandingan, inflasi yang sehat bagi pertumbuhan ekonomi adalah di bawah 5%.
[4] Keinginan menurunkan inflasi, yang berpengaruh pada nilai tukar rupiah, harus mengorbankan tingkat suku bunga, yang membawa konsekuensi buruk bagi sektor riil.
[5] Misalnya China yang mencapai pertumbuhan 10% lebih secara ajeg sejak akhir tahun 1990an.
[6] Sektor manufaktur, misalnya, pernah tumbuh hanya 2% pada awal tahun 2006. Hal ini menyebabkan pengangguran meningkat secara akumulatif. Pertumbuhan investasi yang rendah (2,9% pada saat itu) dan impor bahan baku dan barang modal yang rendah menjadi penyebab mengapa sektor industri yang menjadi tulang punggung perekonomian setiap bangsa menjadi lemah.
[7] Indonesia memang penghasil utama beberapa komoditas seperti CPO dan karet, tetapi harga komoditas ini di pasar dunia justru ditentukan oleh negara lain yang mempunyai kekuatan beli tinggi sehingga menentukan harga jual yang harus diterima Indonesia.
[8] Thailand misalnya, yang pada beberapa tahun lalu nilai ekspornya lebih rendah dari Indonesia, kini sudah di atas 100 miliar dollar AS, jauh melampaui Indonesia yang lebih kaya SDA dan SDM.
[9] Bahan baku masih sangat mendominasi impor Indonesia, yaitu 78,25 persen (2005) dan 75,75 persen (2006). Tingginya porsi bahan baku impor ini menimbulkan kerentanan ekonomi Indonesia pada nilai tukar mata uang asing, terutama dolar AS.
[10] Pasar domestik terus-menerus diserbu produk manufaktur impor yang legal maupun ilegal, menyebabkan produsen barang sejenis, baik skala besar menengah, apalagi skala kecil, mengalami penurunan omzet dan selanjutnya keuntungan menurun, PHK meningkat, dan daya beli masyarakat melemah.
[11] Brazil dapat menjadi contoh bagaimana pemerintah yang serius membangun kemampuan iptek dapat meningkatkan kinerja perekonomian. Setelah memberlakukan undang-undang perindustrian baru pada tahun 1996, Brazil mendorong penelitian dan pengembangan inovasi baru yang terbukti mampu mendongkrak investasi asing dari 4,4 miliar dollar AS tahun 1995 menjadi 32,8 miliar dollar AS pada tahun 2000.
[12] Setiap pengambilan kebijakan strategis dalam mengurangi subsidi BBM, harus didahului dengan riset ilmiah, sehingga tujuan kebijakan itu dapat secara efektif tercapai tanpa akibat samping yang berat dan berkepanjangan seperti pada kebijakan pengurangan subsidi BBM bulan Oktober 2005 yang berakibat pada kemunduran ekonomi sampai tahun 2007.
[13] Prinsip jangan ”besar pasak daripada tiang” ini dilakukan oleh banyak pemerintahan pada berbagai tingkatan, terutama yang menganut paham bahwa pemerintah mempunyai banyak kewajiban yang harus dipenuhi untuk membangun negara, kendati kemampuannya tidak memadai. Kepada mereka disarankan agar meninjau kembali apa-apa yang perlu dilakukan, apa-apa yang tidak perlu dilakukan sendiri, dan bagaimana melakukan apa yang seharusnya dilakukan.
[14] Dua prinsip sederhana itu rupanya banyak dilanggar. Nigeria adalah contoh dari pemerintah yang ”kedodoran” dalam kebijakan fiskalnya ketika rejeki minyaknva langsung habis dipergunakan untuk membiayai berbagai program, sementara Indonesia disebutkan sebagai contoh pemerintah yang lebih bijaksana (pada waktu itu) karena penggunaan rejeki nomploknya lebih terencana. Nigeria telah ceroboh menggunakan dananya yang cukup berlimpah, akibatnya kini Nigeria tidak lebih maju dari negara-negara di Afrika yang tidak mempunyai sumber minyak.

[15] Osborne dan Gaebler dalam bukunya yang terkenal Mewirausahakan Birokrasi (1992).
[16] ICT memungkinkan perkuatan posisi ekonomi, sosial dan politik penduduk miskin sehingga kesejahteraan rakyat dapat meningkat cepat secara signifikan (Deepa, et.al. 2002).
[17] Antara lain dalam Porter, Michael E., The Competitive Advantages of Nations, 1990.
[18] Menurut Kotter dan Schlesinger, 1979 sebagaimana dikutip dari Rhenald Kasali (2005).
[19] Munculnya Visi Indonesia jangka panjang yang dicetuskan oleh berbagai pihak menunjukkan proses koordinasi dalam mengkominikasikan dan mewujudkan RPJPN 2005-2025 masih perlu dilakukan secara lebih intensif dan efektif.
[20] Mengacu pada Turner 1992, sebagaimana dikutip dari Rhenald Kasali (2005).
[21] Dari James Y.C. Yen, 1920, sebagaimana dikutip Muhammad Najib (2002).

No comments:

Post a Comment