Wednesday 7 November 2007

Ekonomi Thailand Di Tengah Gejolak Politik Dalam Negeri

Indonesia (250 juta orang) dan Thailand (65 juta orang) adalah dua negara yang segolongan dalam perekonomian: sama-sama negara berkembang, mantan macan Asia pada tahun 1990an, pernah mengalami krisis mata uang, sama-sama berada di jalur demokrasi walau dengan gaya berbeda, dan kini sama-sama ingin menjadi negara maju berikutnya setelah tertinggal dari Malaysia (26 juta orang) apalagi Singapura (4,5 juta orang). Lihat Tabel 1. Thailand bersama Indonesia juga sama-sama menempati posisi terburuk kedua dalam peringkat korupsi di Asia (survei PERC 2007).

Tabel 1. PDB/kapita 4 Negara ASEAN (US Dolar)
Tahun Singapura Malaysia Thailand Indonesia
2001 20,897 3,746 1,863 775
2002 21,251 3,974 2,027 932
2003 21,974 4,254 2,263 1,092
2004 25,161 4,753 2,539 1,150
2005 26,997 5,159 2,749 1,263
Sumber: UN Statistics, 2007

Di tengah upaya memacu pertumbuhan ekonominya, Thailand menghadapi perubahan politik dalam negeri. Dua hal ini, ekonomi dan politik, saling berkaitan dan memberi pengaruh yang luas pada tingkat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Makalah ini membahas perkembangan ekonomi Thailand, dengan fokus pada upaya pemerintah Thailand mengatasi krisis moneter tahun 1997, outlook perkembangan ekonomi setelah pergantian pemerintahan, hubungan ekonomi luar negeri dan program-program menarik yang dapat menjadi pembelajaran bagi pengambil kebijakan bidang ekonomi di Indonesia.


THAILAND SETELAH KRISIS 1997
Dalam upaya mengakhiri krisis mata uang tahun 1997, Thailand sejak awal telah berupaya meningkatkan ekspornya. Pertumbuhan ekspor tahun 2002 Thailand tercatat sudah mengalami kenaikan sebesar 2,8%. Ekspor mengkontribusi sekitar 60% dari total nilai PDB Thailand, sehingga pertumbuhan ekonomi Thailand turut terangkat cepat. Pada tahun itu juga Thailand telah membayar lunas utangnya sebesar 17 miliar USD ke IMF. Pertimbangannya, Thailand tidak ingin terbebani bunga pinjaman dari IMF yang sekitar 2,9% per tahun. Alasan lain adalah bahwa perekonomian Thailand semakin tumbuh mantap dan investasi asing sudah berdatangan, sehingga tidak memerlukan bantuan dana IMF.

Untuk memacu pertumbuhan ekonomi, Thailand mengalokasikan pengeluaran yang lebih besar daripada penerimaannya. Anggaran defisit pemerintahan Thailand pada tahun 2002 sekitar 3,4%, sengaja ditingkatkan dari 0,8% pada tahun 2001. Kebijakan ekspansif sektor fiskal itu memungkinkan permintaan domestik pada perekonomian Thailand meningkat, karena porsi belanja modal lebih tinggi daripada belanja untuk keperluan lain, dan belanja modal itu lebih banyak dialokasikan untuk pembangunan prasarana yang menyerap lapangan kerja banyak sehingga mengurangi pengangguran sekaligus meningkatkan kesejahteraan penduduk termasuk petani yang produknya mengalami peningkatan permintaan.

Hanya empat tahun setelah krisis, Thailand telah berada di urutan ke-5 dari 10 besar negara di Asia Pasifik yang menerima aliran investasi asing langsung terbanyak, setelah Cina, Hongkong, Singapura, dan Taiwan. Saat itu, Thailand menerima aliran FDI masuk sebesar 3,8 miliar USD, cukup signifikan untuk mengembalikan perekonomian Thailand seperti sebelum krisis. Namun laju ekonomi Thailand kemudian melambat. Seperti halnya Indonesia, pertumbuhan ekonomi Thailand sangat sensitif terhadap gejolak harga minyak. Harga BBM meningkatkan inflasi dan suku bunga. Tahun 2006 ekonomi Thailand mencatat pertumbuhan sekitar 4,2% tidak jauh berbeda dengan 4,5% pada tahun 2005. Pertumbuhan ini adalah yang paling lambat dalam kurun waktu lima tahun terakhir.


DRAMA POLITIK THAILAND
Thailand adalah negara yang sudah terbiasa dengan perubahan pemerintahan. Kudeta pertama di Thailand dilakukan oleh perwira-perwira Thai pada tahun 1932, yang mengakhiri sistem monarki absolut menjadi monarki konstitusional. Sejak itu percobaan kudeta terjadi sebanyak 17 kali sampai tahun 1991. Pada tahun itu Jenderal Sunthon Kongsomphong menggulingkan PM Chatchai Choonhavan karena krisis politik sebelumnya telah menyebabkan ketidakstabilan jalannya pemerintahan. Sejak itu militer berusaha menjaga jarak dengan hiruk pikuk sektor politik. Namun kudeta tahun 1991 itu ternyata hanya tercatat sebagai kudeta terakhir pada abad ke-20.

Pada awal tahun 2006 Thailand mengalami keonaran politik cukup ramai. Ketidakpuasan publik terhadap kinerja PM Thaksin Shinawatra disulut oleh kebijakan penjualan 49% saham Shin Corp kepada Temasek Holdings dari Singapura. Perusahaan tersebut dijual hanya dua hari setelah Pemerintah mengubah peraturan rasio kepemilikan saham perusahaan asing dari 25% menjadi 49%. Pelaksanaan tender itu oleh masyarakat dinilai bernuansa KKN. Sejak itu rakyat Thailand berulang kali mengecam PM Thaksin Shinawatra. Gelombang aksi unjuk rasa besar menyebabkan pengunduran diri PM Thaksin pada bulan April 2005. Namun, tidak lama kemudian Thaksin Shinawatra menyatakan kembali menjabat sebagai PM. Sejak kembalinya PM Thaksin Shinawatra, situasi politik di Thailand mengalami ketidakpastian terus menerus. Berbagai persoalan mulai dari investasi yang tersendat hingga kasus korupsi dan narkoba menjadi penyebab masalah pokok ekonomi dan politik di Thailand.

Pada tanggal 19 September 2006, Dewan Reformasi Demokrasi mengumumkan pengambil-alihan kekuasaan dari tangan PM Thaksin Shinawatra. Sejumlah alasan bagi dilancarkannya kudeta tersebut a.l. meluasnya perpecahan di dalam negeri dan masalah dalam pemerintah yang dipicu oleh ketidakpercayaan masyarakat, tuduhan korupsi, dan penyelewengan kekuasaan. Militer kemudian menetapkan keadaan darurat perang, membekukan konstitusi 1997, membubarkan parlemen dan Mahkamah Agung. Kudeta ini mengagetkan banyak pengamat politik asing.


PRAKARSA STRATEGIS YANG MENGEJUTKAN
Pengaruh ekonomi dunia dan reaksi spontan pemerintah juga menimbulkan goncangan ekonomi Thailand pada akhir tahun 2006. Sebelumnya, pada pertengahan tahun 2006, muncul outlook bahwa The Fed akan menurunkan tingkat suku bunganya karena laju inflasi tahunan menurun dari 3,82% (Agustus 2006) ke 1,31% (Oktober 2006). Sementara itu, Bank Sentral Eropa baru saja menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin ke level 3,5% karena inflasi yang tinggi. Ekspektasi akan terjadinya penurunan suku bunga di AS di tengah semakin tingginya suku bunga di Eropa menyebabkan Dolar AS melemah terhadap Euro dan sebagian besar mata uang dunia. Ini menyebabkan Baht juga mengalami penguatan dari 37,6 per Dolar AS di awal bulan Oktober 2006, menjadi 35,1 per Dolar AS pada tanggal 18 Desember 2006.

Dalam waktu kurang dari tiga bulan nilai Baht mengalami penguatan sebesar 6,4%. Penguatan ini lebih cepat dari penguatan mata uang negara lain. Penguatan Baht yang terlalu cepat ini menimbulkan kekhawatiran yang cukup mendalam. Baht yang terlalu kuat akan mengurangi daya saing produk-produk Thailand di pasar dunia. Jika hal ini dibiarkan terus, maka Baht akan melampaui nilai fundamentalnya. Koreksinya dikhawatirkan akan dapat menimbulkan ketidakstabilan di pasar mata uang.

Bank of Thailand (BoT) kemudian membuat sejumlah kebijakan. Pada Desember 2006, BoT mengharuskan perbankan memberlakukan ketentuan bahwa 30% dari deposito mata uang luar negeri akan bebas bunga selama satu tahun. Kebijakan itu untuk mencegah investor berspekulasi terhadap Baht. Para investor yang ingin menarik investasi dalam waktu kurang dari satu tahun diharuskan membayar penalti sebesar 33% dari jumlah yang diinvestasikan. Peraturan yang berlaku juga mengharuskan investasi dilindungnilaikan terhadap perubahan mata uang selama 12 bulan dan aliran investasi jangka pendek harus dihedge sepanjang umur investasi tersebut. Kebijakan pemerintah lain adalah investor asing harus mengurangi kepemilikan sahamnya menjadi maksimal 50% (sebelumnya tidak dibatasi) di perusahaan domestik dalam tempo paling lambat dua tahun. Saat ini terdapat 14.000 perusahaan asing yang telah menanamkan modalnya di Thailand. Jika mereka harus mendivestasi sahamnya, investor domestik belum tentu dapat menyerap saham yang akan dilepas. Kemungkinan ini menyebabkan banyak kalangan meragukan stabilitas ekonomi Thailand. Bisa jadi Thailand kembali memicu krisis finansial di Asia.

Kebijakan itu juga tidak memerhatikan dampak negatif terhadap pasar modal. Akibatnya, kebijakan kapital kontrol yang diambil tidak hanya membuat Baht berhenti menguat, tetapi juga membuat bursa saham di Thailand terkoreksi dengan tajam. Reaksi para pemodal adalah menarik dananya sehingga Baht melemah, seperti yang diharapkan pemerintah. Pelemahan itu diikuti merosotnya indeks SET yang mengalami koreksi 15%, level terburuk selama 16 tahun terakhir. Efek domino terasa di negara-negara Asia lain. Pengendalian modal itu telah memindahkan dana dari pasar modal senilai 23 miliar USD ke luar negeri. Menghadapi kenyataan itu, Menteri Keuangan Thailand kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengecualikan keperluan untuk transaksi saham dari kebijakan pengendalian modal tersebut. Pembatalan kebijakan capital control itu telah dapat menenangkan kembali investor di pasar modal. Bursa saham Thailand pun kembali mengalami penguatan. Kebijakan BoT tidak sepenuhnya gagal karena tujuan untuk mencegah penguatan Baht yang berlebihan dapat dinilai cukup berhasil. Bagaimanapun, BoT sudah mengirim pesan dengan tegas ke pasar bahwa ia tidak menginginkan Baht yang terlalu kuat.

Saat ini gejolak Baht dan bursa saham Thailand sudah tenang. Kekhawatiran terjadinya krisis moneter jilid 2 tidak terbukti. Bursa regional kembali bangkit setelah Filipina, Malaysia dan Indonesia menegaskan tidak akan mengeluarkan kebijakan serupa. Indeks harga saham di Asia kemudian merangkak naik kembali. Walaupun sempat menimbulkan kepanikan sesaat di negara-negara tetangga, namun keterpurukan pasar saham di Thailand sebetulnya memberi berkah bagi mereka.


PERKIRAAN EKONOMI 2007
Tahun 2007 ini pertumbuhan ekonomi Thailand diperkirakan akan berada pada kisaran 5–6%. Kinerja ini tergantung pada produktivitas ekonomi, daya saing komoditas ekspor, dan jadi tidaknya pembangunan beberapa megaproyek, dan ada tidaknya kemajuan dalam reformasi struktural. APBN ditetapkan sebesar 1.48 triliun Baht. Utang negara dibatasi tidak lebih dari 50% PDB, kebijakan ini diumumkan secara luas kepada publik sehingga masyarakat dapat ikut mengontrolnya. Pembayaran utang sebanyak 16% dari pengeluaran APBN, sehingga tersedia cukup banyak anggaran untuk membangun negara.

Penghapusan subsidi BBM pada tahun 2005 dan program-program penghematan energi akan mengurangi besarnya impor BBM tahun ini. Pertumbuhan ekspor diramalkan sebesar 15.3%, hampir sama dengan tahun 2006. Elektronika, komponen komputer, mobil, dan produk pertanian merupakan komoditas ekspor utama Thailand. Ekspor jasa, utamanya pariwisata, dipastikan akan terus menguat sejak bencana tsunami tahun 2004. Defisit neraca perdagangan akan sekitar $ 4.6 billion–4.9 billion atau 2.5% dari PDB. Defisit ini tidak akan menjadi masalah jika ekonomi berada di jalur pertumbuhan tinggi, dengan ekspor yang terus mendatangkan Dolar ke dalam negeri.

Strategi peningkatan ekspor dilakukan secara bersamaan dengan strategi peningkatan permintaan domestik. Permintaan domestik didorong dengan a.l. program pembangunan prasarana pedesaan yang menunjukkan multiplier effect yang tinggi. Dana untuk pembangunan lebih dari 30,000 desa telah ditingkatkan dari 9.4 triliun Baht (2005) menjadi 19 triliun Baht (2006). Tampak bahwa kebijakan alokasi anggaran pemerintah tidak menganut sistem perubahan yang pro rata.

Karena modal swasta domestik yang diperlukan untuk mengurangi tekanan pada keuangan pemerintah terbatas, maka keikutsertaan swasta asing dalam pembangunan didorong dengan public-private partnership. Pengutamaan pembiayaan untuk infrastruktur fisik menuntut peningkatan kapasitas SDM. Studi Bank Dunia mengenai iklim investasi Thailand menemukan bahwa keterbatasan SDM adalah cukup signifikan di Thailand. Pengeluaran untuk tenaga kerja menyedot sekitar 15% dari rata-rata biaya produksi. Jika kemampuan SDM dapat ditingkatkan maka biaya produksi dapat ditekan.

Agar investasi asing meningkat, Pemerintah Thailand menawarkan insentif pajak untuk reinvestasi selama 3 tahun, dan memberikan insentif untuk perusahaan eksisting jika melakukan proses peningkatan nilai tambah pada produk mentahnya, seperti melakukan pengolahan hasil pertanian.

Thailand menjadikan program privatisasi sebagai salah satu bentuk reformasi strukturalnya. Privatisasi BUMN dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan menambah penerimaan pemerintah, sekaligus untuk mengurangi pengeluaran pemerintah. Master plan privatisasi telah membuat garis besar dan komisi provatisasi juga telah bekerja untuk mengatur, menerapkan, dan mengaudit proses penjualan BUMN. BUMN yang akan diprivatisasi antara lain maskapai penerbangan dan perusahaan minyak. Meletakkan program privatisasi kembali pada jalurnya akan mendorong pertumbuhan pasar modal, membantu pembiayaan investasi infrastruktur, dan meningkatkan kepercayaan investor. PMA diharapkan akan datang dalam jumlah yang lebih banyak, dan ini berarti menambah lapangan kerja.

Namun program privatisasi terhambat oleh protes dari serikat buruh yang khawatir akan terjadi gelombang PHK. Lembaga konsumen juga cenderung anti privatisasi karena harga produk-produk dapat menjadi lebih mahal setelah privatisasi walau biasanya menurun terlebih dahulu. Privatisasi juga terganjal oleh belum adanya peraturan atau keputusan penting, seperti berapa penerimaan negara yang wajar dari penjualan suatu BUMN. Rakyat Thailand tentu tidak ingin BUMN yang ada dijual murah kepada pembeli yang biasanya dari luar negeri.

Selama ini tingkat inflasi Thailand dapat dipertahankan menjadi rata-rata satu dijit angka. Tekanan inflasi tahun ini diduga akan berkurang sejalan dengan kebijakan moneter ketat yang akan memperlambat hasrat belanja konsumen, yang mungkin juga terpengaruh oleh ketidak-pastian dalam sektor politik. Kebijakan perdagangan pemerintah Thailand yang utama adalah secara bertahap mengendalikan kenaikan harga 26 barang pokok dan 150 barang dan bahan bangunan yang sebelumnya dikendalikan secara ketat, untuk mengimbangi peningkatan biaya produksi akibat kenaikan harga BBM. Dengan cara demikian, masyarakat tidak mengalami kesulitan memperoleh bahan-bahan pokok dan pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk mengkompensasi kenaikan harga-harga akibat pengurangan subsidi BBM, misalnya.

Keterlambatan dalam realisasi APBN dan melunaknya hasrat belanja konsumen merupakan faktor penurun inflasi pada awal-awal tahun anggaran. Sedangkan kenaikan pendapatan petani merupakan faktor sebaliknya. Jika Departemen Perdagangan dapat mengendalikan kenaikan harga barang-barang konsumsi pada bulan-bulan berikutnya, maka tingkat inflasi akan sekitar 3-4% di 2007. Tahun 2006 yang lalu tingkat inflasi adalah 3.5%. Untuk mengendalikan inflasi, BoT mungkin dapat menaikkan tingkat suku bunga beberapa kali dalam setahun sehingga BoT rate mencapai tingkat 4-5.0% . Dengan mengendalikan faktor-faktor utama penyebab kenaikan harga-harga (harga BBM, gaji dan tingkat suku bunga) yang semuanya memberi pengaruh pada biaya produksi, maka inflasi akan terjaga tetap rendah. Konsumsi swasta diharapkan akan meningkat dengan menurunnya tingkat pajak pendapatan pribadi yang diterapkan sejak Agustus 2006.

Ekspor Thailand cukup prospektif sebagai mesin pertumbuhan ekonomi jika harga komoditas di pasar dunia tetap baik dan slowdown dalam perekonomian AS tidak berpengaruh banyak pada ekspor Thailand. Target ekspor Pemerintah Thailand adalah 14%. Jika ekspor tercapai seperti yang ditargetkan maka defisit neracara perdagangan pada tahun 2007 akan sekitar 2% dari PDB. Pertumbuhan PDB tergantung juga pada apakah musim kemarau panjang akan muncul lagi. Namun Departemen Pertanian telah melakukan banyak upaya untuk memperbaiki sistem irigasi, yang diharapkan akan mampu mengatasi kekeringan di pedesaan. Sektor industri diharapkan tumbuh baik pada tingkat 7%, didukung a.l. oleh tingginya pertumbuhan industri permesinan, kendaraan bermotor, dan tekstil.


RESIKO KEGAGALAN
Resiko pertumbuhan ekonomi Thailand datang dari berhasil tidaknya pelaksanaan investasi megaproyek. Walaupun perkiraan pertumbuhan ekonomi Thailand cukup cerah tahun 2007 ini dengan kondisi fiskal yang sehat, pertumbuhan ekspor baik, dan cadangan devisa cukup banyak, namun adanya ketidak-pastian di sektor politik akan mengikis kepercayaan konsumen dan investor dalam dan luar negeri. Kemungkinan ketegangan sosial di Thailand selatan akan memberikan resiko tambahan bagi perkembangan ekonomi Thailand. Mungkinkan Thailand mengikuti jejak Indonesia dalam memecahkan masalah serupa?

Harga minyak yang meningkat dapat menyebabkan masalah baru, sebab ekonomi Thailand sangat sensitif terhadap harga BBM dunia. Penghapusan subsidi BBM pada tahun 2005 adalah langkah untuk mengurangi konsumsi BBM impor. Langkah lain adalah mempromosikan penggunaan bahan bakar nabati (BBN), seperti bio-diesel dan gas-alam untuk kendaraan. Upaya pemerintah dalam hal ini adalah a.l. mengurangi bea cukai atas produksi BBN dan mengkonversi kendaraan dinas dan taksi sehingga dapat menggunakan BBN.

Ketidakstabilan sektor politik dapat menyebabkan pelaksanaan pembangunan investasi infrastruktur juga mundur dari jadual yang ditetapkan. Ditambah dengan kemungkinan harga minyak dunia yang tinggi, maka pertumbuhan jangka pendek mungkin akan tidak sebesar yang diharapkan. Jika ini terjadi maka akan ada keterlambatan dalam pemanfaatan dana 42 miliar USD untuk infrastruktur megaproyek. Sifat pemerintahan sementara saat ini juga dikhawatirkan menyulitkan pengambilan keputusan strategis yang mempengaruhi realisasi APBN, implementasi kebijakan dan program, dan penundaan proyek infrastruktur lain, seperti 3 jalur subway di Bangkok yang telah menyebabkan dana sekitar 4.3 miliar USD urung mengalir ke perekonomian Thailand pada waktunya. Investasi megaproyek berpotensi menyumbang 0.5–0.7% pertumbuhan PDB setiap tahun karena ada faktor multiplier effect. Jika investasi ini batal, maka perekonomian akan tumbuh sedang-sedang saja. Kalaupun pemerintahan baru dapat dibentuk, pemerintah diduga masih harus memusatkan perhatian pada pembenahan kembali sendi-sendi pokok kenegaraan seperti amandemen konstitusi dan bukan pada berbagai masalah ekonomi.


KEBIJAKAN DAN PROGRAM TERTENTU
Kemiripan ekonomi Thailand dan Indonesia memungkinkan kebijakan yang sama dapat diterapkan di negara lain dengan modifikasi seperlunya. Beberapa kebijakan dan progran pembangunan ekonomi Thailand yang menarik untuk diamati adalah sbb.

a. FTA dengan Jepang
Untuk meningkatkan ekspor, Thailand menjalin hubungan dagang khusus dengan Jepang melalui kesepakatan perdagangan bebas (Free Trade Agreement). Segera setelah FTA ditetapkan, sedikitnya 20 perusahaan Jepang, yang mayoritas bergerak di sektor otomotif, merencanakan menanamkan modal baru di Thailand senilai 1,15 miliar USD. Menurut Departemen Promosi Industri Thailand, total modal yang ditanamkan perusahaan-perusahaan tersebut diperkirakan mencapai 40 miliar Baht. Perusahaan asal Jepang merupakan penanam modal terbesar di Thailand, dengan kontribusi mencapai 43% dari total modal asing yang ditanam di negara itu. Saat ini terdapat sekitar 1.300 perusahaan Jepang yang beroperasi di Thailand yang mempekerjakan sedikitnya 50.000 karyawan lokal. Thailand telah menjadi home base bagi banyak perusahaan Jepang untuk melakukan ekspor ke negara-negara lain di samping membidik konsumen lokal. Sebagai contoh, Toyota Motor Thailand Ltd. pada bulan Maret 2007 berhasil menjual 22.813 unit dari total penjualan mobil sebanyak 56.021 unit. Isuzu berada di peringkat kedua dengan angka penjualan 13.922 unit. Produksi mobil ini melampaui produksi mobil di Indonesia. Lihat Tabel 2.

Tabel 2. Penjualan Mobil baru Thailand dan Indonesia (Unit)
T a h u n Thailand Indonesia
Okt-2005 57.399 35.112
Okt-2006 51.390 20.694
Sumber : Pusat Data Bisnis Indonesia, diolah


b. Insentf Investasi
BKPM Thailand telah menawarkan insentif kepada seluruh perusahaan yang ada di Thailand untuk penanaman modal baru. Perusahaan yang berminat mengajukan rencana investasi dan produksi kepada Badan itu. BKPM antara lain telah menyetujui rencana pengembangan mobil hemat bahan bakar. Para pengusaha harus melengkapi rencana pembangunan fasilitas produksi baru termasuk rencana memproduksi mesin dan komponen untuk mendapatkan insentif. Pengusaha juga harus membuat paling sedikit 100.000 unit mobil dalam lima tahun operasi, dan mobil yang dihasilkan harus bisa dikendarai sejauh lebih dari 20 kilometer dengan satu liter bensin saja. BKPM sebelumnya sudah mengurangi pajak impor untuk meningkatkan daya tarik investasi untuk membangun pabrik otomotif di Thailand.

c. Dukungan untuk UKM
Pemerintah Thailand mendorong UKM dengan berbagai cara yang efektif. Salah satunya adalah dengan melakukan pameran dagang di berbagai negara. Sejumlah 46 perusahaan meramaikan Thailand Exhibition 2007 pada bulan Maret 2007 di Jakarta. Pameran ini diselenggarakan oleh Office of Commercial Affairs Kedubes Thailand di Jakarta mewakili Department of Export Promotion, Departemen Perdagangan Thailand. Produk yang ditampilkan pada pameran meliputi makanan dan minuman, garmen dan tekstil, aksesori, produk kesehatan dan kecantikan serta pariwisata. Mereka juga menampilkan berbagai varietas buah segar, seperti kelengkeng, rambutan, mangga hijau, mangga kuning, buah pum, apel merah mawar dan tamarin manis. Pameran dagang ini merupakan bagian penting dari program One Tampon One Product.

Pemerintah Thailand juga mendirikan BUMN nirlaba Allied Retail Trade Co. untuk melakukan pembelian barang dari pabrik kemudian menyalurkannya ke jaringan toko-toko kecil dan warung tradisional lainnya. Perbankan Thailand, tidak hanya bank-bank BUMN, mendorong pergerakan sektor riel dengan memberi kemudahan kredit bagi pengusaha toko tradisional yang memodernisasi toko masing-masing, yang dengan demikian mempunyai prospek baik untuk mengembalikan poinjaman. Toko-toko tradisional juga diberikan keringanan pajak apabila masuk ke dalam jaringan suplai barang BUMN nirlaba tersebut.

d. Penataan Zona Perdagangan Eceran
Seperti halnya Indonesia, di Thailand jumlah peritel dalam berbagai jenis berkembang pesat sejak ekonomi pulih dari krisis moneter. Sebagian besar peritel di Thailand adalah toko tradisional dan sebagian kecil (dari segi jumlah) adalah convenient store. Supermarket pernah hampir mencapai 500 toko, tetapi kemudian berkurang menjadi 438 toko (2005), sedang hipermarket tumbuh konstan mencapai 29 unit (2005). Lihat Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Peritel di Thailand (unit)
Keterangan 2003 2004 2005
Toko tradisional 273.314 278.278 282.705
Convenience store* 3.861 3.988 5.026
Supermarket 499 474 438
Hipermarket 107 120 135
Pusat perkulakan 23 29 29
Sumber : AC Nielsen, 2006

Pemerintah Thailand sangat serius menangani masalah ritel dan memberlakukan undang-undang ritel Royal Decree for Retail Act yang berisi aturan zona, jam buka, harga barang, dan jenis ritel. Dengan adanya UU tersebut maka Pemkot Bangkok Metropolitan menetapkan zona-zona perdagangan eceran. Misalnya zona barat daya, zona tenggara, dan zona timur laut ditetapkan, kemudian dengan menarik garis vertikal dan horizontal ditentukanlah zona satu, dua, tiga, empat dan lima. Setiap zona diperuntukkan bagi ritel kelompok tertentu agar tidak terjadi ketimpangan persaingan usaha, yang berakibat sekelompok pedagang ritel menurun omzetnya karena keberadaan ritel jenis lain didekatnya, seperti yang terjadi di Jakarta. Persisnya, UU Ritel itu mengatur penerapan zona atau tempat usaha satu jenis ritel, seperti hipermarket berada pada zona empat atau lima, sedangkan zona satu hingga tiga hanya diperuntukkan untuk warung tradisional, grosir dan supermarket. Aturan zona juga melarang pusat perbelanjaan atau toko berskala besar pada daerah padat arus lalu lintas.


PENUTUP
Thailand dikenal sebagai negara tujuan investasi yang menarik dalam beberapa tahun terakhir ini. Namun pandangan kestabilan politik di Thailand yang mendukung masuknya modal asing telah memudar menyusul terjadinya gejolak politik pada tahun 2006. Reputasinya sebagai negara tujuan investasi mengalami kemunduran. Thailand saat ini membutuhkan langkah yang tepat untuk memulihkan iklim investasinya yang memburuk. Membangkitkan kepercayaan investor agar kembali menanamkan modalnya diperlukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi. Pemerintah Thailand menawarkan berbagai insentif kepada perusahaan domestik dan asing yang berniat menambah modal.

Thailand mengandalkan ekspor komponen elektronik/komputer/mobil dan produk-produk pertanian lainnya, di samping pariwisata, untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Utang pemerintah dijaga tidak melebihi 50% PDB dan pembayaran utang dipertahankan rendah agar ada ruang untuk membiayai pembangunan.

Kebijakan dan program pembangunan prasarana, sektor pertanian, peningkatan ekspor, upaya mendorong UKM dan dukungan pada ritel lokal patut mendapat perhatian bagi pembuat kebijakan ekonomi Indonesia dalam rangka membangkitkan sektor riil yang saat ini stagnan.

--o0o--



Penulis adalah Ahli Perencana Madya pada Kedeputian Ekonomi Bappenas.

Ekonomi Thailand Di Tengah Gejolak Politik Dalam Negeri

Indonesia (250 juta orang) dan Thailand (65 juta orang) adalah dua negara yang segolongan dalam perekonomian: sama-sama negara berkembang, mantan macan Asia pada tahun 1990an, pernah mengalami krisis mata uang, sama-sama berada di jalur demokrasi walau dengan gaya berbeda, dan kini sama-sama ingin menjadi negara maju berikutnya setelah tertinggal dari Malaysia (26 juta orang) apalagi Singapura (4,5 juta orang). Lihat Tabel 1. Thailand bersama Indonesia juga sama-sama menempati posisi terburuk kedua dalam peringkat korupsi di Asia (survei PERC 2007).

Tabel 1. PDB/kapita 4 Negara ASEAN (US Dolar)
Tahun Singapura Malaysia Thailand Indonesia
2001 20,897 3,746 1,863 775
2002 21,251 3,974 2,027 932
2003 21,974 4,254 2,263 1,092
2004 25,161 4,753 2,539 1,150
2005 26,997 5,159 2,749 1,263
Sumber: UN Statistics, 2007

Di tengah upaya memacu pertumbuhan ekonominya, Thailand menghadapi perubahan politik dalam negeri. Dua hal ini, ekonomi dan politik, saling berkaitan dan memberi pengaruh yang luas pada tingkat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Makalah ini membahas perkembangan ekonomi Thailand, dengan fokus pada upaya pemerintah Thailand mengatasi krisis moneter tahun 1997, outlook perkembangan ekonomi setelah pergantian pemerintahan, hubungan ekonomi luar negeri dan program-program menarik yang dapat menjadi pembelajaran bagi pengambil kebijakan bidang ekonomi di Indonesia.


THAILAND SETELAH KRISIS 1997
Dalam upaya mengakhiri krisis mata uang tahun 1997, Thailand sejak awal telah berupaya meningkatkan ekspornya. Pertumbuhan ekspor tahun 2002 Thailand tercatat sudah mengalami kenaikan sebesar 2,8%. Ekspor mengkontribusi sekitar 60% dari total nilai PDB Thailand, sehingga pertumbuhan ekonomi Thailand turut terangkat cepat. Pada tahun itu juga Thailand telah membayar lunas utangnya sebesar 17 miliar USD ke IMF. Pertimbangannya, Thailand tidak ingin terbebani bunga pinjaman dari IMF yang sekitar 2,9% per tahun. Alasan lain adalah bahwa perekonomian Thailand semakin tumbuh mantap dan investasi asing sudah berdatangan, sehingga tidak memerlukan bantuan dana IMF.

Untuk memacu pertumbuhan ekonomi, Thailand mengalokasikan pengeluaran yang lebih besar daripada penerimaannya. Anggaran defisit pemerintahan Thailand pada tahun 2002 sekitar 3,4%, sengaja ditingkatkan dari 0,8% pada tahun 2001. Kebijakan ekspansif sektor fiskal itu memungkinkan permintaan domestik pada perekonomian Thailand meningkat, karena porsi belanja modal lebih tinggi daripada belanja untuk keperluan lain, dan belanja modal itu lebih banyak dialokasikan untuk pembangunan prasarana yang menyerap lapangan kerja banyak sehingga mengurangi pengangguran sekaligus meningkatkan kesejahteraan penduduk termasuk petani yang produknya mengalami peningkatan permintaan.

Hanya empat tahun setelah krisis, Thailand telah berada di urutan ke-5 dari 10 besar negara di Asia Pasifik yang menerima aliran investasi asing langsung terbanyak, setelah Cina, Hongkong, Singapura, dan Taiwan. Saat itu, Thailand menerima aliran FDI masuk sebesar 3,8 miliar USD, cukup signifikan untuk mengembalikan perekonomian Thailand seperti sebelum krisis. Namun laju ekonomi Thailand kemudian melambat. Seperti halnya Indonesia, pertumbuhan ekonomi Thailand sangat sensitif terhadap gejolak harga minyak. Harga BBM meningkatkan inflasi dan suku bunga. Tahun 2006 ekonomi Thailand mencatat pertumbuhan sekitar 4,2% tidak jauh berbeda dengan 4,5% pada tahun 2005. Pertumbuhan ini adalah yang paling lambat dalam kurun waktu lima tahun terakhir.


DRAMA POLITIK THAILAND
Thailand adalah negara yang sudah terbiasa dengan perubahan pemerintahan. Kudeta pertama di Thailand dilakukan oleh perwira-perwira Thai pada tahun 1932, yang mengakhiri sistem monarki absolut menjadi monarki konstitusional. Sejak itu percobaan kudeta terjadi sebanyak 17 kali sampai tahun 1991. Pada tahun itu Jenderal Sunthon Kongsomphong menggulingkan PM Chatchai Choonhavan karena krisis politik sebelumnya telah menyebabkan ketidakstabilan jalannya pemerintahan. Sejak itu militer berusaha menjaga jarak dengan hiruk pikuk sektor politik. Namun kudeta tahun 1991 itu ternyata hanya tercatat sebagai kudeta terakhir pada abad ke-20.

Pada awal tahun 2006 Thailand mengalami keonaran politik cukup ramai. Ketidakpuasan publik terhadap kinerja PM Thaksin Shinawatra disulut oleh kebijakan penjualan 49% saham Shin Corp kepada Temasek Holdings dari Singapura. Perusahaan tersebut dijual hanya dua hari setelah Pemerintah mengubah peraturan rasio kepemilikan saham perusahaan asing dari 25% menjadi 49%. Pelaksanaan tender itu oleh masyarakat dinilai bernuansa KKN. Sejak itu rakyat Thailand berulang kali mengecam PM Thaksin Shinawatra. Gelombang aksi unjuk rasa besar menyebabkan pengunduran diri PM Thaksin pada bulan April 2005. Namun, tidak lama kemudian Thaksin Shinawatra menyatakan kembali menjabat sebagai PM. Sejak kembalinya PM Thaksin Shinawatra, situasi politik di Thailand mengalami ketidakpastian terus menerus. Berbagai persoalan mulai dari investasi yang tersendat hingga kasus korupsi dan narkoba menjadi penyebab masalah pokok ekonomi dan politik di Thailand.

Pada tanggal 19 September 2006, Dewan Reformasi Demokrasi mengumumkan pengambil-alihan kekuasaan dari tangan PM Thaksin Shinawatra. Sejumlah alasan bagi dilancarkannya kudeta tersebut a.l. meluasnya perpecahan di dalam negeri dan masalah dalam pemerintah yang dipicu oleh ketidakpercayaan masyarakat, tuduhan korupsi, dan penyelewengan kekuasaan. Militer kemudian menetapkan keadaan darurat perang, membekukan konstitusi 1997, membubarkan parlemen dan Mahkamah Agung. Kudeta ini mengagetkan banyak pengamat politik asing.


PRAKARSA STRATEGIS YANG MENGEJUTKAN
Pengaruh ekonomi dunia dan reaksi spontan pemerintah juga menimbulkan goncangan ekonomi Thailand pada akhir tahun 2006. Sebelumnya, pada pertengahan tahun 2006, muncul outlook bahwa The Fed akan menurunkan tingkat suku bunganya karena laju inflasi tahunan menurun dari 3,82% (Agustus 2006) ke 1,31% (Oktober 2006). Sementara itu, Bank Sentral Eropa baru saja menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin ke level 3,5% karena inflasi yang tinggi. Ekspektasi akan terjadinya penurunan suku bunga di AS di tengah semakin tingginya suku bunga di Eropa menyebabkan Dolar AS melemah terhadap Euro dan sebagian besar mata uang dunia. Ini menyebabkan Baht juga mengalami penguatan dari 37,6 per Dolar AS di awal bulan Oktober 2006, menjadi 35,1 per Dolar AS pada tanggal 18 Desember 2006.

Dalam waktu kurang dari tiga bulan nilai Baht mengalami penguatan sebesar 6,4%. Penguatan ini lebih cepat dari penguatan mata uang negara lain. Penguatan Baht yang terlalu cepat ini menimbulkan kekhawatiran yang cukup mendalam. Baht yang terlalu kuat akan mengurangi daya saing produk-produk Thailand di pasar dunia. Jika hal ini dibiarkan terus, maka Baht akan melampaui nilai fundamentalnya. Koreksinya dikhawatirkan akan dapat menimbulkan ketidakstabilan di pasar mata uang.

Bank of Thailand (BoT) kemudian membuat sejumlah kebijakan. Pada Desember 2006, BoT mengharuskan perbankan memberlakukan ketentuan bahwa 30% dari deposito mata uang luar negeri akan bebas bunga selama satu tahun. Kebijakan itu untuk mencegah investor berspekulasi terhadap Baht. Para investor yang ingin menarik investasi dalam waktu kurang dari satu tahun diharuskan membayar penalti sebesar 33% dari jumlah yang diinvestasikan. Peraturan yang berlaku juga mengharuskan investasi dilindungnilaikan terhadap perubahan mata uang selama 12 bulan dan aliran investasi jangka pendek harus dihedge sepanjang umur investasi tersebut. Kebijakan pemerintah lain adalah investor asing harus mengurangi kepemilikan sahamnya menjadi maksimal 50% (sebelumnya tidak dibatasi) di perusahaan domestik dalam tempo paling lambat dua tahun. Saat ini terdapat 14.000 perusahaan asing yang telah menanamkan modalnya di Thailand. Jika mereka harus mendivestasi sahamnya, investor domestik belum tentu dapat menyerap saham yang akan dilepas. Kemungkinan ini menyebabkan banyak kalangan meragukan stabilitas ekonomi Thailand. Bisa jadi Thailand kembali memicu krisis finansial di Asia.

Kebijakan itu juga tidak memerhatikan dampak negatif terhadap pasar modal. Akibatnya, kebijakan kapital kontrol yang diambil tidak hanya membuat Baht berhenti menguat, tetapi juga membuat bursa saham di Thailand terkoreksi dengan tajam. Reaksi para pemodal adalah menarik dananya sehingga Baht melemah, seperti yang diharapkan pemerintah. Pelemahan itu diikuti merosotnya indeks SET yang mengalami koreksi 15%, level terburuk selama 16 tahun terakhir. Efek domino terasa di negara-negara Asia lain. Pengendalian modal itu telah memindahkan dana dari pasar modal senilai 23 miliar USD ke luar negeri. Menghadapi kenyataan itu, Menteri Keuangan Thailand kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengecualikan keperluan untuk transaksi saham dari kebijakan pengendalian modal tersebut. Pembatalan kebijakan capital control itu telah dapat menenangkan kembali investor di pasar modal. Bursa saham Thailand pun kembali mengalami penguatan. Kebijakan BoT tidak sepenuhnya gagal karena tujuan untuk mencegah penguatan Baht yang berlebihan dapat dinilai cukup berhasil. Bagaimanapun, BoT sudah mengirim pesan dengan tegas ke pasar bahwa ia tidak menginginkan Baht yang terlalu kuat.

Saat ini gejolak Baht dan bursa saham Thailand sudah tenang. Kekhawatiran terjadinya krisis moneter jilid 2 tidak terbukti. Bursa regional kembali bangkit setelah Filipina, Malaysia dan Indonesia menegaskan tidak akan mengeluarkan kebijakan serupa. Indeks harga saham di Asia kemudian merangkak naik kembali. Walaupun sempat menimbulkan kepanikan sesaat di negara-negara tetangga, namun keterpurukan pasar saham di Thailand sebetulnya memberi berkah bagi mereka.


PERKIRAAN EKONOMI 2007
Tahun 2007 ini pertumbuhan ekonomi Thailand diperkirakan akan berada pada kisaran 5–6%. Kinerja ini tergantung pada produktivitas ekonomi, daya saing komoditas ekspor, dan jadi tidaknya pembangunan beberapa megaproyek, dan ada tidaknya kemajuan dalam reformasi struktural. APBN ditetapkan sebesar 1.48 triliun Baht. Utang negara dibatasi tidak lebih dari 50% PDB, kebijakan ini diumumkan secara luas kepada publik sehingga masyarakat dapat ikut mengontrolnya. Pembayaran utang sebanyak 16% dari pengeluaran APBN, sehingga tersedia cukup banyak anggaran untuk membangun negara.

Penghapusan subsidi BBM pada tahun 2005 dan program-program penghematan energi akan mengurangi besarnya impor BBM tahun ini. Pertumbuhan ekspor diramalkan sebesar 15.3%, hampir sama dengan tahun 2006. Elektronika, komponen komputer, mobil, dan produk pertanian merupakan komoditas ekspor utama Thailand. Ekspor jasa, utamanya pariwisata, dipastikan akan terus menguat sejak bencana tsunami tahun 2004. Defisit neraca perdagangan akan sekitar $ 4.6 billion–4.9 billion atau 2.5% dari PDB. Defisit ini tidak akan menjadi masalah jika ekonomi berada di jalur pertumbuhan tinggi, dengan ekspor yang terus mendatangkan Dolar ke dalam negeri.

Strategi peningkatan ekspor dilakukan secara bersamaan dengan strategi peningkatan permintaan domestik. Permintaan domestik didorong dengan a.l. program pembangunan prasarana pedesaan yang menunjukkan multiplier effect yang tinggi. Dana untuk pembangunan lebih dari 30,000 desa telah ditingkatkan dari 9.4 triliun Baht (2005) menjadi 19 triliun Baht (2006). Tampak bahwa kebijakan alokasi anggaran pemerintah tidak menganut sistem perubahan yang pro rata.

Karena modal swasta domestik yang diperlukan untuk mengurangi tekanan pada keuangan pemerintah terbatas, maka keikutsertaan swasta asing dalam pembangunan didorong dengan public-private partnership. Pengutamaan pembiayaan untuk infrastruktur fisik menuntut peningkatan kapasitas SDM. Studi Bank Dunia mengenai iklim investasi Thailand menemukan bahwa keterbatasan SDM adalah cukup signifikan di Thailand. Pengeluaran untuk tenaga kerja menyedot sekitar 15% dari rata-rata biaya produksi. Jika kemampuan SDM dapat ditingkatkan maka biaya produksi dapat ditekan.

Agar investasi asing meningkat, Pemerintah Thailand menawarkan insentif pajak untuk reinvestasi selama 3 tahun, dan memberikan insentif untuk perusahaan eksisting jika melakukan proses peningkatan nilai tambah pada produk mentahnya, seperti melakukan pengolahan hasil pertanian.

Thailand menjadikan program privatisasi sebagai salah satu bentuk reformasi strukturalnya. Privatisasi BUMN dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan menambah penerimaan pemerintah, sekaligus untuk mengurangi pengeluaran pemerintah. Master plan privatisasi telah membuat garis besar dan komisi provatisasi juga telah bekerja untuk mengatur, menerapkan, dan mengaudit proses penjualan BUMN. BUMN yang akan diprivatisasi antara lain maskapai penerbangan dan perusahaan minyak. Meletakkan program privatisasi kembali pada jalurnya akan mendorong pertumbuhan pasar modal, membantu pembiayaan investasi infrastruktur, dan meningkatkan kepercayaan investor. PMA diharapkan akan datang dalam jumlah yang lebih banyak, dan ini berarti menambah lapangan kerja.

Namun program privatisasi terhambat oleh protes dari serikat buruh yang khawatir akan terjadi gelombang PHK. Lembaga konsumen juga cenderung anti privatisasi karena harga produk-produk dapat menjadi lebih mahal setelah privatisasi walau biasanya menurun terlebih dahulu. Privatisasi juga terganjal oleh belum adanya peraturan atau keputusan penting, seperti berapa penerimaan negara yang wajar dari penjualan suatu BUMN. Rakyat Thailand tentu tidak ingin BUMN yang ada dijual murah kepada pembeli yang biasanya dari luar negeri.

Selama ini tingkat inflasi Thailand dapat dipertahankan menjadi rata-rata satu dijit angka. Tekanan inflasi tahun ini diduga akan berkurang sejalan dengan kebijakan moneter ketat yang akan memperlambat hasrat belanja konsumen, yang mungkin juga terpengaruh oleh ketidak-pastian dalam sektor politik. Kebijakan perdagangan pemerintah Thailand yang utama adalah secara bertahap mengendalikan kenaikan harga 26 barang pokok dan 150 barang dan bahan bangunan yang sebelumnya dikendalikan secara ketat, untuk mengimbangi peningkatan biaya produksi akibat kenaikan harga BBM. Dengan cara demikian, masyarakat tidak mengalami kesulitan memperoleh bahan-bahan pokok dan pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk mengkompensasi kenaikan harga-harga akibat pengurangan subsidi BBM, misalnya.

Keterlambatan dalam realisasi APBN dan melunaknya hasrat belanja konsumen merupakan faktor penurun inflasi pada awal-awal tahun anggaran. Sedangkan kenaikan pendapatan petani merupakan faktor sebaliknya. Jika Departemen Perdagangan dapat mengendalikan kenaikan harga barang-barang konsumsi pada bulan-bulan berikutnya, maka tingkat inflasi akan sekitar 3-4% di 2007. Tahun 2006 yang lalu tingkat inflasi adalah 3.5%. Untuk mengendalikan inflasi, BoT mungkin dapat menaikkan tingkat suku bunga beberapa kali dalam setahun sehingga BoT rate mencapai tingkat 4-5.0% . Dengan mengendalikan faktor-faktor utama penyebab kenaikan harga-harga (harga BBM, gaji dan tingkat suku bunga) yang semuanya memberi pengaruh pada biaya produksi, maka inflasi akan terjaga tetap rendah. Konsumsi swasta diharapkan akan meningkat dengan menurunnya tingkat pajak pendapatan pribadi yang diterapkan sejak Agustus 2006.

Ekspor Thailand cukup prospektif sebagai mesin pertumbuhan ekonomi jika harga komoditas di pasar dunia tetap baik dan slowdown dalam perekonomian AS tidak berpengaruh banyak pada ekspor Thailand. Target ekspor Pemerintah Thailand adalah 14%. Jika ekspor tercapai seperti yang ditargetkan maka defisit neracara perdagangan pada tahun 2007 akan sekitar 2% dari PDB. Pertumbuhan PDB tergantung juga pada apakah musim kemarau panjang akan muncul lagi. Namun Departemen Pertanian telah melakukan banyak upaya untuk memperbaiki sistem irigasi, yang diharapkan akan mampu mengatasi kekeringan di pedesaan. Sektor industri diharapkan tumbuh baik pada tingkat 7%, didukung a.l. oleh tingginya pertumbuhan industri permesinan, kendaraan bermotor, dan tekstil.


RESIKO KEGAGALAN
Resiko pertumbuhan ekonomi Thailand datang dari berhasil tidaknya pelaksanaan investasi megaproyek. Walaupun perkiraan pertumbuhan ekonomi Thailand cukup cerah tahun 2007 ini dengan kondisi fiskal yang sehat, pertumbuhan ekspor baik, dan cadangan devisa cukup banyak, namun adanya ketidak-pastian di sektor politik akan mengikis kepercayaan konsumen dan investor dalam dan luar negeri. Kemungkinan ketegangan sosial di Thailand selatan akan memberikan resiko tambahan bagi perkembangan ekonomi Thailand. Mungkinkan Thailand mengikuti jejak Indonesia dalam memecahkan masalah serupa?

Harga minyak yang meningkat dapat menyebabkan masalah baru, sebab ekonomi Thailand sangat sensitif terhadap harga BBM dunia. Penghapusan subsidi BBM pada tahun 2005 adalah langkah untuk mengurangi konsumsi BBM impor. Langkah lain adalah mempromosikan penggunaan bahan bakar nabati (BBN), seperti bio-diesel dan gas-alam untuk kendaraan. Upaya pemerintah dalam hal ini adalah a.l. mengurangi bea cukai atas produksi BBN dan mengkonversi kendaraan dinas dan taksi sehingga dapat menggunakan BBN.

Ketidakstabilan sektor politik dapat menyebabkan pelaksanaan pembangunan investasi infrastruktur juga mundur dari jadual yang ditetapkan. Ditambah dengan kemungkinan harga minyak dunia yang tinggi, maka pertumbuhan jangka pendek mungkin akan tidak sebesar yang diharapkan. Jika ini terjadi maka akan ada keterlambatan dalam pemanfaatan dana 42 miliar USD untuk infrastruktur megaproyek. Sifat pemerintahan sementara saat ini juga dikhawatirkan menyulitkan pengambilan keputusan strategis yang mempengaruhi realisasi APBN, implementasi kebijakan dan program, dan penundaan proyek infrastruktur lain, seperti 3 jalur subway di Bangkok yang telah menyebabkan dana sekitar 4.3 miliar USD urung mengalir ke perekonomian Thailand pada waktunya. Investasi megaproyek berpotensi menyumbang 0.5–0.7% pertumbuhan PDB setiap tahun karena ada faktor multiplier effect. Jika investasi ini batal, maka perekonomian akan tumbuh sedang-sedang saja. Kalaupun pemerintahan baru dapat dibentuk, pemerintah diduga masih harus memusatkan perhatian pada pembenahan kembali sendi-sendi pokok kenegaraan seperti amandemen konstitusi dan bukan pada berbagai masalah ekonomi.


KEBIJAKAN DAN PROGRAM TERTENTU
Kemiripan ekonomi Thailand dan Indonesia memungkinkan kebijakan yang sama dapat diterapkan di negara lain dengan modifikasi seperlunya. Beberapa kebijakan dan progran pembangunan ekonomi Thailand yang menarik untuk diamati adalah sbb.

a. FTA dengan Jepang
Untuk meningkatkan ekspor, Thailand menjalin hubungan dagang khusus dengan Jepang melalui kesepakatan perdagangan bebas (Free Trade Agreement). Segera setelah FTA ditetapkan, sedikitnya 20 perusahaan Jepang, yang mayoritas bergerak di sektor otomotif, merencanakan menanamkan modal baru di Thailand senilai 1,15 miliar USD. Menurut Departemen Promosi Industri Thailand, total modal yang ditanamkan perusahaan-perusahaan tersebut diperkirakan mencapai 40 miliar Baht. Perusahaan asal Jepang merupakan penanam modal terbesar di Thailand, dengan kontribusi mencapai 43% dari total modal asing yang ditanam di negara itu. Saat ini terdapat sekitar 1.300 perusahaan Jepang yang beroperasi di Thailand yang mempekerjakan sedikitnya 50.000 karyawan lokal. Thailand telah menjadi home base bagi banyak perusahaan Jepang untuk melakukan ekspor ke negara-negara lain di samping membidik konsumen lokal. Sebagai contoh, Toyota Motor Thailand Ltd. pada bulan Maret 2007 berhasil menjual 22.813 unit dari total penjualan mobil sebanyak 56.021 unit. Isuzu berada di peringkat kedua dengan angka penjualan 13.922 unit. Produksi mobil ini melampaui produksi mobil di Indonesia. Lihat Tabel 2.

Tabel 2. Penjualan Mobil baru Thailand dan Indonesia (Unit)
T a h u n Thailand Indonesia
Okt-2005 57.399 35.112
Okt-2006 51.390 20.694
Sumber : Pusat Data Bisnis Indonesia, diolah


b. Insentf Investasi
BKPM Thailand telah menawarkan insentif kepada seluruh perusahaan yang ada di Thailand untuk penanaman modal baru. Perusahaan yang berminat mengajukan rencana investasi dan produksi kepada Badan itu. BKPM antara lain telah menyetujui rencana pengembangan mobil hemat bahan bakar. Para pengusaha harus melengkapi rencana pembangunan fasilitas produksi baru termasuk rencana memproduksi mesin dan komponen untuk mendapatkan insentif. Pengusaha juga harus membuat paling sedikit 100.000 unit mobil dalam lima tahun operasi, dan mobil yang dihasilkan harus bisa dikendarai sejauh lebih dari 20 kilometer dengan satu liter bensin saja. BKPM sebelumnya sudah mengurangi pajak impor untuk meningkatkan daya tarik investasi untuk membangun pabrik otomotif di Thailand.

c. Dukungan untuk UKM
Pemerintah Thailand mendorong UKM dengan berbagai cara yang efektif. Salah satunya adalah dengan melakukan pameran dagang di berbagai negara. Sejumlah 46 perusahaan meramaikan Thailand Exhibition 2007 pada bulan Maret 2007 di Jakarta. Pameran ini diselenggarakan oleh Office of Commercial Affairs Kedubes Thailand di Jakarta mewakili Department of Export Promotion, Departemen Perdagangan Thailand. Produk yang ditampilkan pada pameran meliputi makanan dan minuman, garmen dan tekstil, aksesori, produk kesehatan dan kecantikan serta pariwisata. Mereka juga menampilkan berbagai varietas buah segar, seperti kelengkeng, rambutan, mangga hijau, mangga kuning, buah pum, apel merah mawar dan tamarin manis. Pameran dagang ini merupakan bagian penting dari program One Tampon One Product.

Pemerintah Thailand juga mendirikan BUMN nirlaba Allied Retail Trade Co. untuk melakukan pembelian barang dari pabrik kemudian menyalurkannya ke jaringan toko-toko kecil dan warung tradisional lainnya. Perbankan Thailand, tidak hanya bank-bank BUMN, mendorong pergerakan sektor riel dengan memberi kemudahan kredit bagi pengusaha toko tradisional yang memodernisasi toko masing-masing, yang dengan demikian mempunyai prospek baik untuk mengembalikan poinjaman. Toko-toko tradisional juga diberikan keringanan pajak apabila masuk ke dalam jaringan suplai barang BUMN nirlaba tersebut.

d. Penataan Zona Perdagangan Eceran
Seperti halnya Indonesia, di Thailand jumlah peritel dalam berbagai jenis berkembang pesat sejak ekonomi pulih dari krisis moneter. Sebagian besar peritel di Thailand adalah toko tradisional dan sebagian kecil (dari segi jumlah) adalah convenient store. Supermarket pernah hampir mencapai 500 toko, tetapi kemudian berkurang menjadi 438 toko (2005), sedang hipermarket tumbuh konstan mencapai 29 unit (2005). Lihat Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Peritel di Thailand (unit)
Keterangan 2003 2004 2005
Toko tradisional 273.314 278.278 282.705
Convenience store* 3.861 3.988 5.026
Supermarket 499 474 438
Hipermarket 107 120 135
Pusat perkulakan 23 29 29
Sumber : AC Nielsen, 2006

Pemerintah Thailand sangat serius menangani masalah ritel dan memberlakukan undang-undang ritel Royal Decree for Retail Act yang berisi aturan zona, jam buka, harga barang, dan jenis ritel. Dengan adanya UU tersebut maka Pemkot Bangkok Metropolitan menetapkan zona-zona perdagangan eceran. Misalnya zona barat daya, zona tenggara, dan zona timur laut ditetapkan, kemudian dengan menarik garis vertikal dan horizontal ditentukanlah zona satu, dua, tiga, empat dan lima. Setiap zona diperuntukkan bagi ritel kelompok tertentu agar tidak terjadi ketimpangan persaingan usaha, yang berakibat sekelompok pedagang ritel menurun omzetnya karena keberadaan ritel jenis lain didekatnya, seperti yang terjadi di Jakarta. Persisnya, UU Ritel itu mengatur penerapan zona atau tempat usaha satu jenis ritel, seperti hipermarket berada pada zona empat atau lima, sedangkan zona satu hingga tiga hanya diperuntukkan untuk warung tradisional, grosir dan supermarket. Aturan zona juga melarang pusat perbelanjaan atau toko berskala besar pada daerah padat arus lalu lintas.


PENUTUP
Thailand dikenal sebagai negara tujuan investasi yang menarik dalam beberapa tahun terakhir ini. Namun pandangan kestabilan politik di Thailand yang mendukung masuknya modal asing telah memudar menyusul terjadinya gejolak politik pada tahun 2006. Reputasinya sebagai negara tujuan investasi mengalami kemunduran. Thailand saat ini membutuhkan langkah yang tepat untuk memulihkan iklim investasinya yang memburuk. Membangkitkan kepercayaan investor agar kembali menanamkan modalnya diperlukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi. Pemerintah Thailand menawarkan berbagai insentif kepada perusahaan domestik dan asing yang berniat menambah modal.

Thailand mengandalkan ekspor komponen elektronik/komputer/mobil dan produk-produk pertanian lainnya, di samping pariwisata, untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Utang pemerintah dijaga tidak melebihi 50% PDB dan pembayaran utang dipertahankan rendah agar ada ruang untuk membiayai pembangunan.

Kebijakan dan program pembangunan prasarana, sektor pertanian, peningkatan ekspor, upaya mendorong UKM dan dukungan pada ritel lokal patut mendapat perhatian bagi pembuat kebijakan ekonomi Indonesia dalam rangka membangkitkan sektor riil yang saat ini stagnan.

--o0o--



Penulis adalah Ahli Perencana Madya pada Kedeputian Ekonomi Bappenas.

Wednesday 24 October 2007

Membangun Wirausaha Indonesia



PENDAHULUAN
Indonesia saat ini menghadapi masalah pengangguran yang berat. Setiap 10 ribu pencari kerja harus memperebutkan seribuan lowongan kerja yang tersedia. Hal ini menggambarkan ketimpangan antara ketersediaan lapangan kerja dengan permintaannya. Statistik BPS menunjukkan bahwa pencari kerja ini berjumlah 11 juta orang (2006), lebih dari 5 juta orang diantaranya di perkotaan, dan sebagian besar berada di Jawa. Jumlah ini setiap tahun akan semakin bertambah jika ekonomi hanya tumbuh hanya kurang dari 5 persen per tahun. Diperlukan suatu upaya besar untuk menyediakan lapangan kerja bagi jutaan orang setiap tahunnya. UKM adalah penyerap lapangan kerja yang dapat diandalkan. Untuk menggerakkan UKM, diperlukan banyak wirausahawan. Oleh sebab itu membangun UKM perlu disertai dengan upaya membangun jiwa wirausaha pada generasi muda Indonesia.

Makalah ini membahas secara ringkas keterbatasan pemerintah dalam melakukan pembangunan, utamanya dalam memberikan lapangan kerja penuh kepada warganya, konsep agen pembangunan, upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengembangkan UKM, peran wirausahawan dan bagaimana membangun kultur wirausaha di era devolusi peran pemerintah saat ini.

KETERBATASAN PEMERINTAH
Pemerintah mempunyai beberapa kendala untuk menyediakan lapangan kerja bagi sebagian besar penganggur. Pertama, anggaran pembangunan pemerintah kini sangat terbatas untuk dapat membiayai program-program yang dapat menggerakkan ekonomi nasional. Penerimaan total pemerintah harus dikurangi untuk biaya membayar hutang luar dan dalam negeri serta untuk memberikan transfer kepada daerah. Sisanya dialokasikan kepada departemen/lembaga pemerintah lain untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Tidak semua anggaran yang diterima oleh departemen/lembaga pemerintah lain ini dapat digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagian besar digunakan untuk investasi jangka panjang dalam bentuk program-program pendidikan dan kesehatan. Sebagian besar lagi untuk membangun prasarana nasional. Namun cukup banyak anggaran departemen/lembaga pemerintah lain yang digunakan untuk hal-hal yang kurang begitu mendesak. Kecuali jika DPR menggunakan hak budgetnya secara penuh perhitungan, maka anggaran untuk kegiatan yang produktif dan menciptakan lapangan kerja menjadi sangat minim.
Pemerintah juga tidak dapat lagi “memaksa” lembaga perbankan swasta untuk menyalurkan kredit murah kepada UKM dan koperasi. Bahkan bank-bank pemerintah juga akan segan mencadangkan sekian persen dana yang dimiliki untuk dipinjamkan kepada UKM dan koperasi dengan tingkat bunga yang lebih rendah dari tingkat bunga pasar. Perbankan dituntut untuk bertindak prudent dan harus mengikuti persyaratan-persyaratan yang ditetapkan undang-undang. Kalaupun ada bank-bank yang menyatakan mempunyai program kredit bagi UKM, namun persyaratan yang dikenakan masih sangat sulit dipenuhi bagi sebagian besar UKM. Hanya terhadap proyek-proyek UKM yang menjanjikan tingkat pengembalian yang tinggi, bank-bank bersedia mengucurkan dananya.

AGEN PEMBANGUNAN BARU
Pada tahun 1990an istilah agen-agen pembangunan cukup populer, antara lain untuk menunjukkan peran lembaga perbankan dalam menyalurkan kredit bersubsidi kepada kelompok-kelompok usaha kecil dan menengah, selain dari peran intermediasi dana masyarakat. Sejalan dengan peran perbankan yang dituntut untuk lebih prudent, maka peran sebagai agen pembangunan mulai menghilang. Namun istilah agen-agen pembangunan tidak hanya merujuk pada peran perbankan saja. Istilah ini digunakan secara umum untuk menunjukkan peran pemerintah yang besar dalam mentransformasi masyarakat menjadi masyarakat yang maju dan modern.
Kini orang cenderung melupakan konsep agen pembangunan. Siapakah agen-agen pembangunan sekarang ini? Pemerintah pusat, dengan kewenangan dan kewajiban yang semakin terbatas, bukan lagi pelaku pembangunan yang utama. Apa yang dilakukan oleh departemen-departemen adalah menyusun norma, standar, pedoman dan manual, disamping kebijakan umum. Berbagai kegiatan fisik pembangunan masih dilakukan oleh instansi pusat di daerah, namun jumlahnya semakin sedikit, sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi (UU 32/2004). Sebagian besar kegiatan pembangunan instansi pusat pun dilaksanakan secara dekonsentrasi, yaitu oleh pemda provinsi. Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa peran pemerintah pusat dalam pembangunan kini semakin terbatas.
Pemerintah daerah adalah instansi yang lebih dekat disebut sebagai agen-agen pembangunan. Namun, peran pemda saat ini pun sangat terbatas. Bukan karena keterbatasan kewenangan, namun karena keterbatasan dalam kemampuan pendanaan dan lain-lain. Berbagai data menunjukkan bahwa dana pembangunan pemda yang digunakan untuk membangun daerahnya, sangat terbatas, kecuali di beberapa daerah. DAU yang merupakan sumber utama dana pembangunan pemda, sebagian besar digunakan untuk keperluan membayar gaji dan keperluan discretionary lain. Rupanya banyak keperluan-keperluan baru yang harus didanai, yang harus diambil dari dana yang seharusnya digunakan untuk melaksanakan pembangunan prasarana, peningkatan SDM, pemberian bantuan kepada UKM, dll. Dapat disimpulkan, bahwa peran pemda sebagai agen-agen pembangunan pun terbatas karena keadaan.
Siapa lagi yang dapat diandalkan sebagai agen-agen pembangunan? Salah satu yang utama adalah pengusaha. Pengusahalah yang dapat diandalkan sebagai agen-agen pembangunan di daerah. Pengusaha sesuai jati dirinya, selalu berusaha mengubah barang yang bernilai rendah menjadi bernilai tinggi, sehingga menimbulkan keuntungan bagi dirinya. Keuntungan ini setelah digunakan sebagian untuk kebutuhan hidup, akan digunakan untuk mengembangkan usahanya. Dalam pengembangan usaha ini, pengusaha memerlukan pekerja dan bahan-bahan mentah serta jasa-jasa yang diperlukan untuk memperlancar usahanya. Jadi pengusaha menciptakan lapangan kerja, dan menumbuhkan rantai permintaan sehingga secara keseluruhan menggerakkan roda perekonomian. Di sini berlangsung proses pembangunan, karena pendapatan masyarakat meningkat, penerimaan pajak juga dapat meningkat, sehingga pemerintah dapat menggunakannya untuk keperluan pelayanan sosial. Kualitas hidup masyarakat pun meningkat.
Pengusaha adalah agen-agen pembangunan yang lebih baik dari pemerintah sendiri karena mereka mempunyai kemampuan yang kurang dimiliki oleh pegawai pemerintah, yaitu bahwa setiap hasil dari kegiatannya selalu dibandingkan dengan biaya yang diperlukan, agar tersisa keuntungan yang lebih besar. Pengusaha selalu mengutamakan efisiensi dan produktivitas. Produksi selalu diupayakan untuk terus meningkat dengan efisiensi yang semakin tinggi. Pengusaha yang produktif akan mampu bersaing dengan pengusaha yang kurang produktif. Pengusaha yang produktif akan memperluas lapangan kerja dan memberikan upah yang tinggi kepada pekerjanya. Di suatu daerah yang ekonominya maju maka para pengusahanya pasti menunjukkan produktivitas yang tinggi. Di daerah itu berlangsung suatu pertukaran barang, jasa, informasi, uang, pengetahuan yang sangat tinggi. Di situ pembangunan berlangsung dengan pesat. Pengusaha tumbuh pada mulanya dengan membentuk usaha skala kecil. Setelah berkembang maka usaha itu menjadi usaha skala besar. Suatu negara yang maju dalam perekonomian terbentuk dari usaha-usaha skala besar ini. Untuk membentuk usaha skala besar maka yang perlu dilakukan adalah bagaimana membentuk usaha skala kecil dan menengah atau UKM.

PENGEMBANGAN UKM
Pemerintah mempunyai sebuah kementerian negara yang khusus diberi amanah mempromosikan UKM. Kementerian ini tentu saja memikirkan skim-skim yang efektif untuk membantu UKM mengembangkan usahanya, melalui penyediaan modal, fasilitasi pembentukan jasa pengembangan bisnis, dll. Di tingkat daerah, ada Dinas Koperasi dan UKM yang selain menjalankan program-program daerah juga menjadi mitra Kementerian Koperasi dan UKM dalam membantu memperlancar kucuran kredit kepada UKM dan koperasi. Permodalan Nasional Madani dibentuk untuk ikut menambah ketersediaan kredit bagi UKM. BI dan Komite Penanggulangan Kemiskinan pada awal tahun 2000an menjalin kerjasama untuk memberikan bantuan pembiayaan bagi kelompok terbawah masyarakat sebagai upaya mengentaskan kemiskinan.
Mereka yang sinis akan segera menilai bahwa pemerintah tidak berhasil menjalankan misinya, terbukti dengan masih banyaknya jumlah penganggur akibat investasi yang minim karena kredit murah yang terbatas. Mereka bahkan menganggap bahwa justru ketidakberdayaan UKM mengembangkan usahanya adalah karena terlalu banyaknya aturan atau program-program yang menyulitkan UKM untuk bergerak, atau bahkan membuat mereka menjadi manja sehingga tidak naik kelas menjadi pengusaha menengah dan besar, atau tidak menumbuhkan unit-unit usaha baru.
Bagi yang berpandangan sebaliknya, pemerintah dianggap masih dapat meningkatkan efektivitas upayanya dengan menetapkan program, kebijakan atau regulasi yang pro-UKM. Program yang dapat dikembangkan lebih lanjut, disamping program-program yang dilaksanakan secara cukup accountable saat ini, adalah pemberian dana model syariah, yaitu menerapkan sistem bagi hasil secara musyawarah antara pemberi kredit dengan UKM. Dengan sistem bagi hasil ini, kedua pihak dituntut untuk sama-sama bertanggung jawab terhadap usaha yang dijalankan. Skim yang sedang diujicobakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM bersama Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri, setelah terbukti dapat berjalan baik, selanjutnya perlu diikuti dengan kebijakan penyediaan dana yang lebih besar sehinga dapat mencapai lebih banyak lagi UKM.
Program lain adalah penyediaan ruang (space) bagi UKM seperti pedagang kaki lima untuk menjalankan usahanya, sehingga mereka dapat menyusun rencana bisnisnya (walaupun hanya secara intuitif), dan lalu mencoba manjalankannya tanpa diganggu oleh tindakan penertiban. Penyediaan ruang dapat berlaku pada jam-jam tertentu, dan/atau pada lokasi-lokasi tertentu sehingga tidak mengganggu kepentingan orang banyak. Mereka yang pernah ke kota-kota dunia seperti Tokyo atau Washington pasti menyaksikan ada lokasi-lokasi tertentu bagi PKL, dengan ciri-ciri yang mirip dengan PKL di sini, hanya rombongnya lebih bersih dan indah, suatu upaya yang tidak memerlukan modal besar, cukup dengan sedikit pembinaan dan pengakuan, serta bantuan cat ala kadarnya.
Sedangkan kebijakan atau regulasi yang bersifat pro-UKM adalah menggulung peraturan-peraturan yang menghambat kelancaran usaha UKM, seperti persyaratan pendirian usaha yang memberatkan UKM, pengaturan waktu buka dan lokasi pusat-pusat perbelanjaan raksasa untuk memberi kesempatan bagi pengecer menjalankan bisnisnya. Adalah tidak masuk akal memberi peluang yang sama bagi pengecer dunia dengan pengecer lokal dalam menjajakan dagangannya. Orang banyak pasti akan memilih pusat belanja modern karena harganya dapat ditekan lebih murah dan coraknya lebih beragam, sedangkan pusat belanja lokal, yaitu pasar tradisional, dll. tidak mampu menekan harga dan jenis barangnya pun terbatas, yang disimpan oleh atau dibeli dari pemasok-pemasok lokal saja.
Taiwan adalah negara maju yang sejak awal mengutamakan UKM, sedangkan Korea mulai mengubah orientasinya dari pemihakan kepada usaha besar kepada usaha kecil. Ekonomi Austria berdasar pada kompetisi bebas, namun dampak negatifnya terhadap koperasi dan UKM sangat dihindari, dan tetap menjadi negara maju. Jepang adalah ekonomi raksasa yang 85% outputnya disumbangkan oleh UKM, sedang si raksasa yang sudah mulai menyusahkan banyak negara, China, ekonominya di dukung oleh koperasi dan UKM pedesaan. Indonesia perlu berteguh sikap mengutamakan UKM dengan menerapkan kebijakan yang benar dan melaksanakan program-program pengutamaan UKM secara lebih efektif. Mengembangkan UKM dilakukan dengan membentuk pengusaha-pengusaha baru yang mempunyai jiwa wirausaha yang tangguh. Wirausaha demikian dapat terbentuk dalam kultur yang kondusif.

KULTUR WIRAUSAHA
Seorang usahawan mengidentifikasi kesempatan dengan mengabaikan apa yang dimiliki saat ini dan menggunakan peluang itu untuk kepentingan penciptaan kekayaan, baik itu untuk pribadi, orang-orang di sekitarnya maupun untuk orang banyak. Seorang usahawan melihat, mengevaluasi dan memanfaatkan peluang; sedangkan seorang manajer berkonsentrasi pada penggunaan yang efektif dari sumber daya yang tersedia untuk mencapai hasil yang maksimum. Profil positif usahawan pada umumnya adalah: menyukai tanggungjawab, mengambil resiko yang diperhitungkan, berkeyakinan untuk berhasil, berhasrat untuk mendapatkan umpan balik secara langsung, enerjetik, berorientasi ke depan dan inovatif. Menjadi kaya adalah impian setiap orang. Tetapi hanya mereka yang menginovasi dalam menciptakan produksi atau jasa baru yang akan menjadi orang kaya baru itu. Mereka inilah yang disebut wirausahawan.
Untuk berhasil sebagai seorang usahawan, seseorang harus mempunyai kualitas luar biasa seperti ulet, pikiran yang dapat melihat peluang yang orang lain tidak melihat atau malah melihatnya sebagai suatu masalah, dan keyakinan yang kuat untuk membuat produk atau jasa yang akan menguntungkan.
Mengingat sifat-sifat yang sangat khas tersebut timbul pertanyaan dapatkah wirausahawan dicetak? Sering dinyatakan bahwa usahawan dengan sifat-sifat yang khas seperti itu dilahirkan namun sebelum mereka bisa unggul dalam bidang tertentu, mereka mempunyai kualitas yang perlu terlebih dahulu. Pertanyaan yang sejenis adalah: Apakah para pemimpin dilahirkan atau dididik? Seseorang yang tidak mempunyai bakat memimpin sejak lahir mungkin tidak bisa menjadi pemimpin yang hebat bagaimanapun panjang pendidikan yang ditempuhnya. Namun mereka yang mempunyai kualitas kepemimpinan melalui pelatihan dapat menjadi pemimpin yang lebih baik dibandingkan mereka yang tidak menjalani pelatihan. Disamping sifat-sifat individual itu, tumbuhnya wirausaha juga dipengaruhi oleh kultur dari masyarakat yang bersangkutan. Tidak banyak diragukan bahwa kewirausahaan memegang peran kunci dalam perekonomian suatu negara, namun kebutuhan untuk menciptakan suatu kultur kewirausahaan seringkali tidak disadari banyak pihak.
Orang Inggris terkenal dengan berbagai penemuan besar: mesin uap, mesin tekstil dan motor listrik. Mereka memenangkan hadiah nobel untuk berbagai bidang ilmu pengetahuan. Namun mereka cenderung tidak mengkomersiilkan penemuan mereka. Atau seperti yang disebut para penulis kewirausahaan, mereka tidak memanfaatkan hasil penemuan mereka untuk membuat barang atau jasa yang akan dibeli oleh konsumen. Mengapa mereka tidak mempunyai keinginan atau kemampuan untuk mengkomersiilkan inovasi mereka? Hal itu mungkin sekali adalah karena kultur mereka.
Kerinduan akan kembalinya kerajaan yang makmur selama dua abad mungkin telah membangun suatu masyarakat di mana kekayaan turunan dan status bangsawan mendapat penghargaan tinggi. Orang kaya baru cenderung tidak begitu dihormati. Mereka yang cerdas menjadi sukses dan lebih dihormati karena ketrampilan intelektual mereka sebagai pengacara, doktor, profesional. Mereka tidak mau menjadi insinyur atau pedagang yang harus lebih dulu kotor tangannya. Nilai-nilai mereka terbentuk oleh sikap kekayaan model lama dan golongan bangsawan tempo dulu yang mendarah daging.
Akhirnya pada tahun 1980an, Margaret Thatcher tiba untuk mengubah sikap dan nilai-nilai masyarakat Inggris menuju masyarakat baru. Dia memprivatisasi industri nasional dan mendorong perusahaan swasta untuk tumbuh. Tidak seperti kebanyakan oang-orang segenerasinya, dia tidak memandang ”laba” sebagai perkataan yang tidak pantas diucapkan oleh golongan atas dan terdidik. Hasilnya membuktikan dengan meyakinkan bahwa perusahaan yang sama ketika dijalankan oleh orang yang dipilih dan bertanggungjawab pada mayoritas pemegang saham akan lebih banyak memberi keuntungan dibandingkan ketika perusahaan dijalankan oleh para manajer dan dewan pengawas.
Perbedaan antara kultur Inggris dan Amerika (Serikat) sangatlah besar. Masyarakat Amerika adalah masyarakat frontier/terdepan. Secara umum di sana tidak ada perbedaan kelas. Setiap orang ingin dan berusaha menjadi kaya. Ada keinginan besar untuk membangun perusahaan baru dan menciptakan kekayaan. Masyarakat Amerika telah menjadi masyarakat yang paling dinamis dalam menginovasi, dalam memulai perusahaan untuk mengkomersiilkan penemuan baru, dan dengan begitu menciptakan kekayaan baru. Masyarakat Amerika selalu bergerak dan berubah. Mereka sudah memimpin dunia dalam hak paten, bekerja keras untuk menghasilkan sesuatu yang baru atau melakukan sesuatu yang lebih baik, yang lebih murah dan lebih cepat, yang produktif. Setelah menciptakan suatu produk yang terjual di Amerika dengan baik, mereka akan kemudian menjualnya ke seluruh dunia.
Pulihnya Amerika secara cepat setelah banyak industri pindah ke Jepang dan Jerman dalam tahun 1980an adalah karena kewirausahaan orang Amerika lebih kental. Tetapi harus dinyatakan juga bahwa untuk setiap usahawan yang sukses di Amerika, banyak orang yang mencoba dan gagal. Cukup banyak juga yang mencoba berulang-kali sampai mereka berhasil. Banyak yang berhasil terus menciptakan dan memulai perusahaan baru sebagai usahawan baru. Ini adalah cara perusahaan besar Amerika dibangun. Ini adalah semangat yang menghasilkan suatu ekonomi yang dinamis. Ada suatu kultur usahawan dalam suatu masyarakat yang mendorong banyak orang untuk mencoba agar bisnisnya berhasil. Menurut Lee Kuan Yew (2002) setidaknya ada empat corak utama kultur kewirausahaan Amerika: (1) penghargaan pada kemerdekaan pribadi dan kemandirian, (2) menghargai mereka yang membangun bisnis baru, dan (3) penerimaan terhadap kegagalan dalam berusaha dan berinovasi, (4) toleran pada perbedaan pendapatan yang lebar. Yang terakhir ini berarti jika kita ingin mempunyai usahawan sukses, kita harus dapat menerima perbedaan pendapatan yang besar antara yang sukses dan yang tidak begitu sukses.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa lingkungan dan kultur menentukan bagaimana orang-orang atau sekelompok orang memiliki jiwa wirausaha. Untuk mengubah nilai-nilai kita, kita harus dengan sadar memusatkan perhatian pada nilai-nilai baru yang spesifik yang harus diadopsi.

CARA MEMBANGUN KULTUR WIRAUSAHA
Banyak yang setuju bahwa Indonesia mempunyai potensi yang pantas dipertimbangkan untuk pengembangan kewirausahaan, dan tidak diragukan bahwa bakat itu cukup banyak. Namun, penghalang terhadap perkembangan bisnis juga tidak sedikit. Tradisi sebagian masyarakat yang lebih suka mencari pekerjaan daripada menciptakan lapangan kerja adalah salah satu yang harus diluruskan. Di sebagian masyarakat kita, orang-orang hidup dan bekerja secara bersama-sama, dan usaha yang individual tidaklah selalu didukung oleh masyarakat.
Beberapa faktor sukses penting bagi seorang usahawan yang baru mulai berusaha adalah mengenal bisnis secara mendalam, dapat membuat rencana bisnis yang matang, dapat membuat laporan keuangan yang rinci, dapat mengelola karyawan secara efektif. Adapun penghalangya adalah ketidakmampuan manajemen, kurang pengalaman, lemahnya kendali keuangan, gagal membuat rencana bisnis yang dapat diimplementasikan, dll. Masalah modal memang salah satu kendala utama namun bukan tidak dapat diatasi. Cara membangun kultur wirausaha adalah menyediakan wahana agar setiap individu mempunyai kesempatan untuk memupuk kemampuan yang diperlukan dalam berusaha dan mengurangi berbagai halangan yang ada.
Kultur wirausaha adalah apa yang perlu lebih kita miliki. Selanjutnya kita harus mempertahankan sektor industri yang tumbuh baik melalui investasi hi-tech dengan kekuatan sendiri atau bersama dengan PMA yang ada di Indonesia. Kita juga harus memperkuat berbagai bidang jasa yang bangsa kita mempunyai potensi daya saing tinggi. Dari sini kepercayaan diri sebagai bangsa yang berjiwa wirausaha akan tumbuh. Adanya asosiasi pengusaha yang menyediakan suatu wadah bagi terjadinya interaksi antara pengusaha pemula dengan perusahaan yang sudah tumbuh sangat diperlukan. Ini akan mengurangi kebutuhan bagi pelaku bisnis perorangan untuk berhadapan dengan perusahaan yang sudah mapan secara langsung. Hubungan kerjasama yang kontinyu dan intensif, umumnya dalam suatu klaster industri, akan membentuk kultur wirausaha yang kondusif bagi terbentuknya jutaan wirausahawan kita.

PERAN PEMERINTAH DAERAH
Untuk menggerakkan pembangunan, pemerintah, khususnya pemerintah daerah, mempunyai peran yang sangat besar. Pemerintah perlu mendorong semakin produktifnya pengusaha-pengusaha yang ada, dan mendorong munculnya pengusaha-pengusaha baru. Mereka ini adalah agen-agen pembangunan yang sebenarnya. Mereka perlu mendapat lingkungan berusaha yang baik, sehingga dapat melakukan pengembangan dan perluasan usaha secara terencana. Mereka perlu didukung dengan hasil-hasil riset dan informasi pasar, sehingga dapat meningkatkan kualitas produknya dan mengungguli kualitas produk dari daerah atau negara lain. Mereka perlu lingkungan persaingan yang ketat, agar dapat membangun kemampuan bersaing yang tinggi sehingga dapat bersaing dengan pengusaha dari luar negeri. Mereka perlu mendapat kritikan yang pedas dari konsumen agar produk mereka semakin baik dan diterima pasar luar negeri. Mereka juga perlu dukungan promosi melalui pameran atau kemudahan membangun website sehingga produk-produk mereka di kenal oleh semakin banyak calon pembeli.
Ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah. Namun pemda tidak boleh terlalu jauh memberikan dukungan. Pemda tidak perlu membangun suatu kompleks industri kecil agar para pengusaha dapat berkumpul di suatu lokasi. Pemda tidak perlu memberikan kredit lunak terus menerus agar mereka semakin memahami arti efisensi. Pemda tidak perlu melakukan pembelian barang dengan mengorbankan harga dan kualitas. Pemda tidak perlu melakukan hal-hal yang tidak sangat dibutuhkan oleh pengusaha untuk berkembang.
Pemda harus tidak membebani pengusaha dengan pungutan dan pajak yang memberatkan. Pemda tidak seharusnya memberikan persyaratan perizinan yang sulit dipenuhi pengusaha. Pemda tidak sepantasnya menganggap pengusaha sebagai anggota masyarakat yang hanya mencari keuntungan semata. Namun pimpinan dan staf pemda juga harus tegas untuk tidak menerima suap, priviledge, dana kampanye yang berlebihan, dll.
Para pengusaha adalah agen-agen pembangunan yang sebenarnya saat ini. Mereka perlu mendapat kesempatan untuk menunjukkan peran yang mulia ini. Infrastructure Summit yang dilakukan beberapa waktu yang lalu perlu diikuti dengan pemberian kemudahan berusaha di berbagai bidang, sehingga swasta nasional dan daerah, besar maupun kecil, dapat semakin aktif menggerakkan kegiatan perekonomian. Hanya dengan swasta yang kuat maka negara juga akan kuat. Seyogyanya para kepala daerah dan anggota DPRD terus menerus mencermati siang malam apakah para pengusaha di daerahnya dapat bekerja dengan lancar atau tidak. Setiap kendala yang dihadapi, baik yang bersumber dari peraturan yang membatasi atau bahkan menghambat, maupun yang bersumber dari luar, seperti serbuan produk impor legal atau illegal, perlu dihadapi sebagai musuh yang harus dilibas. Pemerintah daerah jangan sampai menjadi kendala bagi pengusaha dalam menjalankan usahanya. Setiap peraturan dan kebijakan, maupun proyek-proyek yang dilaksanakan pemerintah daerah perlu diteliti dampaknya bagi kegiatan usaha. Yang memberikan dampak pada peningkatan kesempatan berusaha harus diutamakan daripada yang tidak. Jika ini dilakukan secara serius oleh bupati atau walikota secara sendiri, maka pembangunan ekonomi bangsa akan segera meningkat pesat, menyusul negara-negara berkembang lain yang beberapa tahun yang lalu tidak diperhitungkan tetapi ternyata sekarang menjadi saingan berat bagi negara kita.

KESIMPULAN
Pemerintah mempunyai beberapa kendala untuk menyediakan lapangan kerja bagi sebagian besar penganggur antara lain karena anggaran yang sangat terbatas dan karena tidak dapat lagi memaksa lembaga perbankan untuk menyalurkan kredit murah kepada UKM. Pemerintah dapat meningkatkan efektivitas upayanya dengan menetapkan program, kebijakan atau regulasi yang pro-UKM. Seperti pemberian dana model syariah, penyediaan ruang (space) bagi UKM seperti pedagang kaki lima untuk menjalankan usahanya, menghapus peraturan-peraturan yang menghambat kelancaran usaha UKM.
Selanjutnya pemerintah perlu membentuk sebanyak-banyaknya agen-agen pembangunan yang sebenarnya yaitu wirausahawan dalam rangka menumbuhkan perekonomian mengejar ketertinggalannya dari negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam. Ciri-ciri wirausahawan adalah menyukai tanggungjawab, mengambil resiko yang diperhitungkan, berkeyakinan untuk berhasil, berhasrat untuk mendapatkan umpan balik secara langsung, enerjetik, berorientasi ke depan dan inovatif. Kewirausahaan memegang peran kunci dalam perekonomian suatu negara, namun kebutuhan untuk menciptakan suatu kultur kewirausahaan seringkali tidak disadari banyak pihak. Lingkungan dan kultur menentukan bagaimana orang-orang atau sekelompok orang memiliki jiwa wirausaha. Untuk mengubah nilai-nilai kita, kita harus dengan sadar memusatkan perhatian pada nilai-nilai baru yang spesifik yang harus diadopsi.
Indonesia mempunyai potensi besar untuk pengembangan kewirausahaan. Sedangkan penghalang utama yang dihadapi adalah tradisi sebagian masyarakat yang lebih suka mencari pekerjaan daripada menciptakan lapangan kerja. Cara membangun kultur wirausaha adalah menyediakan wahana agar setiap individu mempunyai kesempatan untuk memupuk kemampuan yang diperlukan dalam berusaha dan mengurangi berbagai halangan yang ada. Adalah sebuah usaha yang patut dipuji jika KADIN berhasil menjalankan program mencetak satu juta wirausahawan (entrepreneur). Wirausahawan sangat dibutuhkan oleh negeri ini untuk menjadi bangsa yang disegani oleh tetangganya.

--o0o--
DAFTAR PUSTAKA
Grand, Julian Le and Robinson, Ray; The Economics of Social Problems, 1984
Hayashi, Mitsuhiro; SMEs, Subcontracting and Economic Development in Indonesia: With Reference to Japan’s Experience, 2005
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, 2003
Radius Prawiro, Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi, 1998
Thee Kian Wie; Pembangunan, Kebebasan, dan “Mukjizat” Orde Baru, 2004

Membangun Wirausaha Indonesia



PENDAHULUAN
Indonesia saat ini menghadapi masalah pengangguran yang berat. Setiap 10 ribu pencari kerja harus memperebutkan seribuan lowongan kerja yang tersedia. Hal ini menggambarkan ketimpangan antara ketersediaan lapangan kerja dengan permintaannya. Statistik BPS menunjukkan bahwa pencari kerja ini berjumlah 11 juta orang (2006), lebih dari 5 juta orang diantaranya di perkotaan, dan sebagian besar berada di Jawa. Jumlah ini setiap tahun akan semakin bertambah jika ekonomi hanya tumbuh hanya kurang dari 5 persen per tahun. Diperlukan suatu upaya besar untuk menyediakan lapangan kerja bagi jutaan orang setiap tahunnya. UKM adalah penyerap lapangan kerja yang dapat diandalkan. Untuk menggerakkan UKM, diperlukan banyak wirausahawan. Oleh sebab itu membangun UKM perlu disertai dengan upaya membangun jiwa wirausaha pada generasi muda Indonesia.

Makalah ini membahas secara ringkas keterbatasan pemerintah dalam melakukan pembangunan, utamanya dalam memberikan lapangan kerja penuh kepada warganya, konsep agen pembangunan, upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengembangkan UKM, peran wirausahawan dan bagaimana membangun kultur wirausaha di era devolusi peran pemerintah saat ini.

KETERBATASAN PEMERINTAH
Pemerintah mempunyai beberapa kendala untuk menyediakan lapangan kerja bagi sebagian besar penganggur. Pertama, anggaran pembangunan pemerintah kini sangat terbatas untuk dapat membiayai program-program yang dapat menggerakkan ekonomi nasional. Penerimaan total pemerintah harus dikurangi untuk biaya membayar hutang luar dan dalam negeri serta untuk memberikan transfer kepada daerah. Sisanya dialokasikan kepada departemen/lembaga pemerintah lain untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Tidak semua anggaran yang diterima oleh departemen/lembaga pemerintah lain ini dapat digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagian besar digunakan untuk investasi jangka panjang dalam bentuk program-program pendidikan dan kesehatan. Sebagian besar lagi untuk membangun prasarana nasional. Namun cukup banyak anggaran departemen/lembaga pemerintah lain yang digunakan untuk hal-hal yang kurang begitu mendesak. Kecuali jika DPR menggunakan hak budgetnya secara penuh perhitungan, maka anggaran untuk kegiatan yang produktif dan menciptakan lapangan kerja menjadi sangat minim.
Pemerintah juga tidak dapat lagi “memaksa” lembaga perbankan swasta untuk menyalurkan kredit murah kepada UKM dan koperasi. Bahkan bank-bank pemerintah juga akan segan mencadangkan sekian persen dana yang dimiliki untuk dipinjamkan kepada UKM dan koperasi dengan tingkat bunga yang lebih rendah dari tingkat bunga pasar. Perbankan dituntut untuk bertindak prudent dan harus mengikuti persyaratan-persyaratan yang ditetapkan undang-undang. Kalaupun ada bank-bank yang menyatakan mempunyai program kredit bagi UKM, namun persyaratan yang dikenakan masih sangat sulit dipenuhi bagi sebagian besar UKM. Hanya terhadap proyek-proyek UKM yang menjanjikan tingkat pengembalian yang tinggi, bank-bank bersedia mengucurkan dananya.

AGEN PEMBANGUNAN BARU
Pada tahun 1990an istilah agen-agen pembangunan cukup populer, antara lain untuk menunjukkan peran lembaga perbankan dalam menyalurkan kredit bersubsidi kepada kelompok-kelompok usaha kecil dan menengah, selain dari peran intermediasi dana masyarakat. Sejalan dengan peran perbankan yang dituntut untuk lebih prudent, maka peran sebagai agen pembangunan mulai menghilang. Namun istilah agen-agen pembangunan tidak hanya merujuk pada peran perbankan saja. Istilah ini digunakan secara umum untuk menunjukkan peran pemerintah yang besar dalam mentransformasi masyarakat menjadi masyarakat yang maju dan modern.
Kini orang cenderung melupakan konsep agen pembangunan. Siapakah agen-agen pembangunan sekarang ini? Pemerintah pusat, dengan kewenangan dan kewajiban yang semakin terbatas, bukan lagi pelaku pembangunan yang utama. Apa yang dilakukan oleh departemen-departemen adalah menyusun norma, standar, pedoman dan manual, disamping kebijakan umum. Berbagai kegiatan fisik pembangunan masih dilakukan oleh instansi pusat di daerah, namun jumlahnya semakin sedikit, sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi (UU 32/2004). Sebagian besar kegiatan pembangunan instansi pusat pun dilaksanakan secara dekonsentrasi, yaitu oleh pemda provinsi. Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa peran pemerintah pusat dalam pembangunan kini semakin terbatas.
Pemerintah daerah adalah instansi yang lebih dekat disebut sebagai agen-agen pembangunan. Namun, peran pemda saat ini pun sangat terbatas. Bukan karena keterbatasan kewenangan, namun karena keterbatasan dalam kemampuan pendanaan dan lain-lain. Berbagai data menunjukkan bahwa dana pembangunan pemda yang digunakan untuk membangun daerahnya, sangat terbatas, kecuali di beberapa daerah. DAU yang merupakan sumber utama dana pembangunan pemda, sebagian besar digunakan untuk keperluan membayar gaji dan keperluan discretionary lain. Rupanya banyak keperluan-keperluan baru yang harus didanai, yang harus diambil dari dana yang seharusnya digunakan untuk melaksanakan pembangunan prasarana, peningkatan SDM, pemberian bantuan kepada UKM, dll. Dapat disimpulkan, bahwa peran pemda sebagai agen-agen pembangunan pun terbatas karena keadaan.
Siapa lagi yang dapat diandalkan sebagai agen-agen pembangunan? Salah satu yang utama adalah pengusaha. Pengusahalah yang dapat diandalkan sebagai agen-agen pembangunan di daerah. Pengusaha sesuai jati dirinya, selalu berusaha mengubah barang yang bernilai rendah menjadi bernilai tinggi, sehingga menimbulkan keuntungan bagi dirinya. Keuntungan ini setelah digunakan sebagian untuk kebutuhan hidup, akan digunakan untuk mengembangkan usahanya. Dalam pengembangan usaha ini, pengusaha memerlukan pekerja dan bahan-bahan mentah serta jasa-jasa yang diperlukan untuk memperlancar usahanya. Jadi pengusaha menciptakan lapangan kerja, dan menumbuhkan rantai permintaan sehingga secara keseluruhan menggerakkan roda perekonomian. Di sini berlangsung proses pembangunan, karena pendapatan masyarakat meningkat, penerimaan pajak juga dapat meningkat, sehingga pemerintah dapat menggunakannya untuk keperluan pelayanan sosial. Kualitas hidup masyarakat pun meningkat.
Pengusaha adalah agen-agen pembangunan yang lebih baik dari pemerintah sendiri karena mereka mempunyai kemampuan yang kurang dimiliki oleh pegawai pemerintah, yaitu bahwa setiap hasil dari kegiatannya selalu dibandingkan dengan biaya yang diperlukan, agar tersisa keuntungan yang lebih besar. Pengusaha selalu mengutamakan efisiensi dan produktivitas. Produksi selalu diupayakan untuk terus meningkat dengan efisiensi yang semakin tinggi. Pengusaha yang produktif akan mampu bersaing dengan pengusaha yang kurang produktif. Pengusaha yang produktif akan memperluas lapangan kerja dan memberikan upah yang tinggi kepada pekerjanya. Di suatu daerah yang ekonominya maju maka para pengusahanya pasti menunjukkan produktivitas yang tinggi. Di daerah itu berlangsung suatu pertukaran barang, jasa, informasi, uang, pengetahuan yang sangat tinggi. Di situ pembangunan berlangsung dengan pesat. Pengusaha tumbuh pada mulanya dengan membentuk usaha skala kecil. Setelah berkembang maka usaha itu menjadi usaha skala besar. Suatu negara yang maju dalam perekonomian terbentuk dari usaha-usaha skala besar ini. Untuk membentuk usaha skala besar maka yang perlu dilakukan adalah bagaimana membentuk usaha skala kecil dan menengah atau UKM.

PENGEMBANGAN UKM
Pemerintah mempunyai sebuah kementerian negara yang khusus diberi amanah mempromosikan UKM. Kementerian ini tentu saja memikirkan skim-skim yang efektif untuk membantu UKM mengembangkan usahanya, melalui penyediaan modal, fasilitasi pembentukan jasa pengembangan bisnis, dll. Di tingkat daerah, ada Dinas Koperasi dan UKM yang selain menjalankan program-program daerah juga menjadi mitra Kementerian Koperasi dan UKM dalam membantu memperlancar kucuran kredit kepada UKM dan koperasi. Permodalan Nasional Madani dibentuk untuk ikut menambah ketersediaan kredit bagi UKM. BI dan Komite Penanggulangan Kemiskinan pada awal tahun 2000an menjalin kerjasama untuk memberikan bantuan pembiayaan bagi kelompok terbawah masyarakat sebagai upaya mengentaskan kemiskinan.
Mereka yang sinis akan segera menilai bahwa pemerintah tidak berhasil menjalankan misinya, terbukti dengan masih banyaknya jumlah penganggur akibat investasi yang minim karena kredit murah yang terbatas. Mereka bahkan menganggap bahwa justru ketidakberdayaan UKM mengembangkan usahanya adalah karena terlalu banyaknya aturan atau program-program yang menyulitkan UKM untuk bergerak, atau bahkan membuat mereka menjadi manja sehingga tidak naik kelas menjadi pengusaha menengah dan besar, atau tidak menumbuhkan unit-unit usaha baru.
Bagi yang berpandangan sebaliknya, pemerintah dianggap masih dapat meningkatkan efektivitas upayanya dengan menetapkan program, kebijakan atau regulasi yang pro-UKM. Program yang dapat dikembangkan lebih lanjut, disamping program-program yang dilaksanakan secara cukup accountable saat ini, adalah pemberian dana model syariah, yaitu menerapkan sistem bagi hasil secara musyawarah antara pemberi kredit dengan UKM. Dengan sistem bagi hasil ini, kedua pihak dituntut untuk sama-sama bertanggung jawab terhadap usaha yang dijalankan. Skim yang sedang diujicobakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM bersama Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri, setelah terbukti dapat berjalan baik, selanjutnya perlu diikuti dengan kebijakan penyediaan dana yang lebih besar sehinga dapat mencapai lebih banyak lagi UKM.
Program lain adalah penyediaan ruang (space) bagi UKM seperti pedagang kaki lima untuk menjalankan usahanya, sehingga mereka dapat menyusun rencana bisnisnya (walaupun hanya secara intuitif), dan lalu mencoba manjalankannya tanpa diganggu oleh tindakan penertiban. Penyediaan ruang dapat berlaku pada jam-jam tertentu, dan/atau pada lokasi-lokasi tertentu sehingga tidak mengganggu kepentingan orang banyak. Mereka yang pernah ke kota-kota dunia seperti Tokyo atau Washington pasti menyaksikan ada lokasi-lokasi tertentu bagi PKL, dengan ciri-ciri yang mirip dengan PKL di sini, hanya rombongnya lebih bersih dan indah, suatu upaya yang tidak memerlukan modal besar, cukup dengan sedikit pembinaan dan pengakuan, serta bantuan cat ala kadarnya.
Sedangkan kebijakan atau regulasi yang bersifat pro-UKM adalah menggulung peraturan-peraturan yang menghambat kelancaran usaha UKM, seperti persyaratan pendirian usaha yang memberatkan UKM, pengaturan waktu buka dan lokasi pusat-pusat perbelanjaan raksasa untuk memberi kesempatan bagi pengecer menjalankan bisnisnya. Adalah tidak masuk akal memberi peluang yang sama bagi pengecer dunia dengan pengecer lokal dalam menjajakan dagangannya. Orang banyak pasti akan memilih pusat belanja modern karena harganya dapat ditekan lebih murah dan coraknya lebih beragam, sedangkan pusat belanja lokal, yaitu pasar tradisional, dll. tidak mampu menekan harga dan jenis barangnya pun terbatas, yang disimpan oleh atau dibeli dari pemasok-pemasok lokal saja.
Taiwan adalah negara maju yang sejak awal mengutamakan UKM, sedangkan Korea mulai mengubah orientasinya dari pemihakan kepada usaha besar kepada usaha kecil. Ekonomi Austria berdasar pada kompetisi bebas, namun dampak negatifnya terhadap koperasi dan UKM sangat dihindari, dan tetap menjadi negara maju. Jepang adalah ekonomi raksasa yang 85% outputnya disumbangkan oleh UKM, sedang si raksasa yang sudah mulai menyusahkan banyak negara, China, ekonominya di dukung oleh koperasi dan UKM pedesaan. Indonesia perlu berteguh sikap mengutamakan UKM dengan menerapkan kebijakan yang benar dan melaksanakan program-program pengutamaan UKM secara lebih efektif. Mengembangkan UKM dilakukan dengan membentuk pengusaha-pengusaha baru yang mempunyai jiwa wirausaha yang tangguh. Wirausaha demikian dapat terbentuk dalam kultur yang kondusif.

KULTUR WIRAUSAHA
Seorang usahawan mengidentifikasi kesempatan dengan mengabaikan apa yang dimiliki saat ini dan menggunakan peluang itu untuk kepentingan penciptaan kekayaan, baik itu untuk pribadi, orang-orang di sekitarnya maupun untuk orang banyak. Seorang usahawan melihat, mengevaluasi dan memanfaatkan peluang; sedangkan seorang manajer berkonsentrasi pada penggunaan yang efektif dari sumber daya yang tersedia untuk mencapai hasil yang maksimum. Profil positif usahawan pada umumnya adalah: menyukai tanggungjawab, mengambil resiko yang diperhitungkan, berkeyakinan untuk berhasil, berhasrat untuk mendapatkan umpan balik secara langsung, enerjetik, berorientasi ke depan dan inovatif. Menjadi kaya adalah impian setiap orang. Tetapi hanya mereka yang menginovasi dalam menciptakan produksi atau jasa baru yang akan menjadi orang kaya baru itu. Mereka inilah yang disebut wirausahawan.
Untuk berhasil sebagai seorang usahawan, seseorang harus mempunyai kualitas luar biasa seperti ulet, pikiran yang dapat melihat peluang yang orang lain tidak melihat atau malah melihatnya sebagai suatu masalah, dan keyakinan yang kuat untuk membuat produk atau jasa yang akan menguntungkan.
Mengingat sifat-sifat yang sangat khas tersebut timbul pertanyaan dapatkah wirausahawan dicetak? Sering dinyatakan bahwa usahawan dengan sifat-sifat yang khas seperti itu dilahirkan namun sebelum mereka bisa unggul dalam bidang tertentu, mereka mempunyai kualitas yang perlu terlebih dahulu. Pertanyaan yang sejenis adalah: Apakah para pemimpin dilahirkan atau dididik? Seseorang yang tidak mempunyai bakat memimpin sejak lahir mungkin tidak bisa menjadi pemimpin yang hebat bagaimanapun panjang pendidikan yang ditempuhnya. Namun mereka yang mempunyai kualitas kepemimpinan melalui pelatihan dapat menjadi pemimpin yang lebih baik dibandingkan mereka yang tidak menjalani pelatihan. Disamping sifat-sifat individual itu, tumbuhnya wirausaha juga dipengaruhi oleh kultur dari masyarakat yang bersangkutan. Tidak banyak diragukan bahwa kewirausahaan memegang peran kunci dalam perekonomian suatu negara, namun kebutuhan untuk menciptakan suatu kultur kewirausahaan seringkali tidak disadari banyak pihak.
Orang Inggris terkenal dengan berbagai penemuan besar: mesin uap, mesin tekstil dan motor listrik. Mereka memenangkan hadiah nobel untuk berbagai bidang ilmu pengetahuan. Namun mereka cenderung tidak mengkomersiilkan penemuan mereka. Atau seperti yang disebut para penulis kewirausahaan, mereka tidak memanfaatkan hasil penemuan mereka untuk membuat barang atau jasa yang akan dibeli oleh konsumen. Mengapa mereka tidak mempunyai keinginan atau kemampuan untuk mengkomersiilkan inovasi mereka? Hal itu mungkin sekali adalah karena kultur mereka.
Kerinduan akan kembalinya kerajaan yang makmur selama dua abad mungkin telah membangun suatu masyarakat di mana kekayaan turunan dan status bangsawan mendapat penghargaan tinggi. Orang kaya baru cenderung tidak begitu dihormati. Mereka yang cerdas menjadi sukses dan lebih dihormati karena ketrampilan intelektual mereka sebagai pengacara, doktor, profesional. Mereka tidak mau menjadi insinyur atau pedagang yang harus lebih dulu kotor tangannya. Nilai-nilai mereka terbentuk oleh sikap kekayaan model lama dan golongan bangsawan tempo dulu yang mendarah daging.
Akhirnya pada tahun 1980an, Margaret Thatcher tiba untuk mengubah sikap dan nilai-nilai masyarakat Inggris menuju masyarakat baru. Dia memprivatisasi industri nasional dan mendorong perusahaan swasta untuk tumbuh. Tidak seperti kebanyakan oang-orang segenerasinya, dia tidak memandang ”laba” sebagai perkataan yang tidak pantas diucapkan oleh golongan atas dan terdidik. Hasilnya membuktikan dengan meyakinkan bahwa perusahaan yang sama ketika dijalankan oleh orang yang dipilih dan bertanggungjawab pada mayoritas pemegang saham akan lebih banyak memberi keuntungan dibandingkan ketika perusahaan dijalankan oleh para manajer dan dewan pengawas.
Perbedaan antara kultur Inggris dan Amerika (Serikat) sangatlah besar. Masyarakat Amerika adalah masyarakat frontier/terdepan. Secara umum di sana tidak ada perbedaan kelas. Setiap orang ingin dan berusaha menjadi kaya. Ada keinginan besar untuk membangun perusahaan baru dan menciptakan kekayaan. Masyarakat Amerika telah menjadi masyarakat yang paling dinamis dalam menginovasi, dalam memulai perusahaan untuk mengkomersiilkan penemuan baru, dan dengan begitu menciptakan kekayaan baru. Masyarakat Amerika selalu bergerak dan berubah. Mereka sudah memimpin dunia dalam hak paten, bekerja keras untuk menghasilkan sesuatu yang baru atau melakukan sesuatu yang lebih baik, yang lebih murah dan lebih cepat, yang produktif. Setelah menciptakan suatu produk yang terjual di Amerika dengan baik, mereka akan kemudian menjualnya ke seluruh dunia.
Pulihnya Amerika secara cepat setelah banyak industri pindah ke Jepang dan Jerman dalam tahun 1980an adalah karena kewirausahaan orang Amerika lebih kental. Tetapi harus dinyatakan juga bahwa untuk setiap usahawan yang sukses di Amerika, banyak orang yang mencoba dan gagal. Cukup banyak juga yang mencoba berulang-kali sampai mereka berhasil. Banyak yang berhasil terus menciptakan dan memulai perusahaan baru sebagai usahawan baru. Ini adalah cara perusahaan besar Amerika dibangun. Ini adalah semangat yang menghasilkan suatu ekonomi yang dinamis. Ada suatu kultur usahawan dalam suatu masyarakat yang mendorong banyak orang untuk mencoba agar bisnisnya berhasil. Menurut Lee Kuan Yew (2002) setidaknya ada empat corak utama kultur kewirausahaan Amerika: (1) penghargaan pada kemerdekaan pribadi dan kemandirian, (2) menghargai mereka yang membangun bisnis baru, dan (3) penerimaan terhadap kegagalan dalam berusaha dan berinovasi, (4) toleran pada perbedaan pendapatan yang lebar. Yang terakhir ini berarti jika kita ingin mempunyai usahawan sukses, kita harus dapat menerima perbedaan pendapatan yang besar antara yang sukses dan yang tidak begitu sukses.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa lingkungan dan kultur menentukan bagaimana orang-orang atau sekelompok orang memiliki jiwa wirausaha. Untuk mengubah nilai-nilai kita, kita harus dengan sadar memusatkan perhatian pada nilai-nilai baru yang spesifik yang harus diadopsi.

CARA MEMBANGUN KULTUR WIRAUSAHA
Banyak yang setuju bahwa Indonesia mempunyai potensi yang pantas dipertimbangkan untuk pengembangan kewirausahaan, dan tidak diragukan bahwa bakat itu cukup banyak. Namun, penghalang terhadap perkembangan bisnis juga tidak sedikit. Tradisi sebagian masyarakat yang lebih suka mencari pekerjaan daripada menciptakan lapangan kerja adalah salah satu yang harus diluruskan. Di sebagian masyarakat kita, orang-orang hidup dan bekerja secara bersama-sama, dan usaha yang individual tidaklah selalu didukung oleh masyarakat.
Beberapa faktor sukses penting bagi seorang usahawan yang baru mulai berusaha adalah mengenal bisnis secara mendalam, dapat membuat rencana bisnis yang matang, dapat membuat laporan keuangan yang rinci, dapat mengelola karyawan secara efektif. Adapun penghalangya adalah ketidakmampuan manajemen, kurang pengalaman, lemahnya kendali keuangan, gagal membuat rencana bisnis yang dapat diimplementasikan, dll. Masalah modal memang salah satu kendala utama namun bukan tidak dapat diatasi. Cara membangun kultur wirausaha adalah menyediakan wahana agar setiap individu mempunyai kesempatan untuk memupuk kemampuan yang diperlukan dalam berusaha dan mengurangi berbagai halangan yang ada.
Kultur wirausaha adalah apa yang perlu lebih kita miliki. Selanjutnya kita harus mempertahankan sektor industri yang tumbuh baik melalui investasi hi-tech dengan kekuatan sendiri atau bersama dengan PMA yang ada di Indonesia. Kita juga harus memperkuat berbagai bidang jasa yang bangsa kita mempunyai potensi daya saing tinggi. Dari sini kepercayaan diri sebagai bangsa yang berjiwa wirausaha akan tumbuh. Adanya asosiasi pengusaha yang menyediakan suatu wadah bagi terjadinya interaksi antara pengusaha pemula dengan perusahaan yang sudah tumbuh sangat diperlukan. Ini akan mengurangi kebutuhan bagi pelaku bisnis perorangan untuk berhadapan dengan perusahaan yang sudah mapan secara langsung. Hubungan kerjasama yang kontinyu dan intensif, umumnya dalam suatu klaster industri, akan membentuk kultur wirausaha yang kondusif bagi terbentuknya jutaan wirausahawan kita.

PERAN PEMERINTAH DAERAH
Untuk menggerakkan pembangunan, pemerintah, khususnya pemerintah daerah, mempunyai peran yang sangat besar. Pemerintah perlu mendorong semakin produktifnya pengusaha-pengusaha yang ada, dan mendorong munculnya pengusaha-pengusaha baru. Mereka ini adalah agen-agen pembangunan yang sebenarnya. Mereka perlu mendapat lingkungan berusaha yang baik, sehingga dapat melakukan pengembangan dan perluasan usaha secara terencana. Mereka perlu didukung dengan hasil-hasil riset dan informasi pasar, sehingga dapat meningkatkan kualitas produknya dan mengungguli kualitas produk dari daerah atau negara lain. Mereka perlu lingkungan persaingan yang ketat, agar dapat membangun kemampuan bersaing yang tinggi sehingga dapat bersaing dengan pengusaha dari luar negeri. Mereka perlu mendapat kritikan yang pedas dari konsumen agar produk mereka semakin baik dan diterima pasar luar negeri. Mereka juga perlu dukungan promosi melalui pameran atau kemudahan membangun website sehingga produk-produk mereka di kenal oleh semakin banyak calon pembeli.
Ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah. Namun pemda tidak boleh terlalu jauh memberikan dukungan. Pemda tidak perlu membangun suatu kompleks industri kecil agar para pengusaha dapat berkumpul di suatu lokasi. Pemda tidak perlu memberikan kredit lunak terus menerus agar mereka semakin memahami arti efisensi. Pemda tidak perlu melakukan pembelian barang dengan mengorbankan harga dan kualitas. Pemda tidak perlu melakukan hal-hal yang tidak sangat dibutuhkan oleh pengusaha untuk berkembang.
Pemda harus tidak membebani pengusaha dengan pungutan dan pajak yang memberatkan. Pemda tidak seharusnya memberikan persyaratan perizinan yang sulit dipenuhi pengusaha. Pemda tidak sepantasnya menganggap pengusaha sebagai anggota masyarakat yang hanya mencari keuntungan semata. Namun pimpinan dan staf pemda juga harus tegas untuk tidak menerima suap, priviledge, dana kampanye yang berlebihan, dll.
Para pengusaha adalah agen-agen pembangunan yang sebenarnya saat ini. Mereka perlu mendapat kesempatan untuk menunjukkan peran yang mulia ini. Infrastructure Summit yang dilakukan beberapa waktu yang lalu perlu diikuti dengan pemberian kemudahan berusaha di berbagai bidang, sehingga swasta nasional dan daerah, besar maupun kecil, dapat semakin aktif menggerakkan kegiatan perekonomian. Hanya dengan swasta yang kuat maka negara juga akan kuat. Seyogyanya para kepala daerah dan anggota DPRD terus menerus mencermati siang malam apakah para pengusaha di daerahnya dapat bekerja dengan lancar atau tidak. Setiap kendala yang dihadapi, baik yang bersumber dari peraturan yang membatasi atau bahkan menghambat, maupun yang bersumber dari luar, seperti serbuan produk impor legal atau illegal, perlu dihadapi sebagai musuh yang harus dilibas. Pemerintah daerah jangan sampai menjadi kendala bagi pengusaha dalam menjalankan usahanya. Setiap peraturan dan kebijakan, maupun proyek-proyek yang dilaksanakan pemerintah daerah perlu diteliti dampaknya bagi kegiatan usaha. Yang memberikan dampak pada peningkatan kesempatan berusaha harus diutamakan daripada yang tidak. Jika ini dilakukan secara serius oleh bupati atau walikota secara sendiri, maka pembangunan ekonomi bangsa akan segera meningkat pesat, menyusul negara-negara berkembang lain yang beberapa tahun yang lalu tidak diperhitungkan tetapi ternyata sekarang menjadi saingan berat bagi negara kita.

KESIMPULAN
Pemerintah mempunyai beberapa kendala untuk menyediakan lapangan kerja bagi sebagian besar penganggur antara lain karena anggaran yang sangat terbatas dan karena tidak dapat lagi memaksa lembaga perbankan untuk menyalurkan kredit murah kepada UKM. Pemerintah dapat meningkatkan efektivitas upayanya dengan menetapkan program, kebijakan atau regulasi yang pro-UKM. Seperti pemberian dana model syariah, penyediaan ruang (space) bagi UKM seperti pedagang kaki lima untuk menjalankan usahanya, menghapus peraturan-peraturan yang menghambat kelancaran usaha UKM.
Selanjutnya pemerintah perlu membentuk sebanyak-banyaknya agen-agen pembangunan yang sebenarnya yaitu wirausahawan dalam rangka menumbuhkan perekonomian mengejar ketertinggalannya dari negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam. Ciri-ciri wirausahawan adalah menyukai tanggungjawab, mengambil resiko yang diperhitungkan, berkeyakinan untuk berhasil, berhasrat untuk mendapatkan umpan balik secara langsung, enerjetik, berorientasi ke depan dan inovatif. Kewirausahaan memegang peran kunci dalam perekonomian suatu negara, namun kebutuhan untuk menciptakan suatu kultur kewirausahaan seringkali tidak disadari banyak pihak. Lingkungan dan kultur menentukan bagaimana orang-orang atau sekelompok orang memiliki jiwa wirausaha. Untuk mengubah nilai-nilai kita, kita harus dengan sadar memusatkan perhatian pada nilai-nilai baru yang spesifik yang harus diadopsi.
Indonesia mempunyai potensi besar untuk pengembangan kewirausahaan. Sedangkan penghalang utama yang dihadapi adalah tradisi sebagian masyarakat yang lebih suka mencari pekerjaan daripada menciptakan lapangan kerja. Cara membangun kultur wirausaha adalah menyediakan wahana agar setiap individu mempunyai kesempatan untuk memupuk kemampuan yang diperlukan dalam berusaha dan mengurangi berbagai halangan yang ada. Adalah sebuah usaha yang patut dipuji jika KADIN berhasil menjalankan program mencetak satu juta wirausahawan (entrepreneur). Wirausahawan sangat dibutuhkan oleh negeri ini untuk menjadi bangsa yang disegani oleh tetangganya.

--o0o--
DAFTAR PUSTAKA
Grand, Julian Le and Robinson, Ray; The Economics of Social Problems, 1984
Hayashi, Mitsuhiro; SMEs, Subcontracting and Economic Development in Indonesia: With Reference to Japan’s Experience, 2005
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, 2003
Radius Prawiro, Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi, 1998
Thee Kian Wie; Pembangunan, Kebebasan, dan “Mukjizat” Orde Baru, 2004